Duka Ishana

704 29 0
                                    


Tiga tahun sudah Ishana menjalani pernikahan dengan Ardi. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan harmonis walaupun belum dikaruniai buah hati. Ardi tidak mempermasalahkan hal ini. Dia sudah merasa cukup dengan kehadiran Raka dan Ziva, kedua anak tirinya. Terlebih kedua anak tirinya itu sudah tinggal bersamanya. Raka yang awalnya menjaga jarak, kini sudah akrab dengannya layaknya anak kandung. Bahkan banyak yang mengatakan wajah putra tirinya itu mirip dengannya.

Abah dan Umma juga keluarga besarnya menerima kehadiran kedua anak tirinya. Sikap santun yang ditunjukkan oleh Raka dan Ziva membuat kedua orang tua Ardi menyayangi mereka. Tak jarang Raka ikut mendampingi Kyai Anwar jika mendapat undangan ceramah atau acara-acara yang melibatkan pesantren mereka.

Ishana sudah selesai memasak makan malam. Dia menata makanan di meja makan sambil menunggu Ardi pulang mengajar. Setelah mereka menikah, Ardi mendapat tawaran menjadi dosen di Universitas Ibnu Hajar-salah satu universitas terbaik di kota ini. Ardi menerimanya demi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Namun, lelaki itu tidak melepas tanggung jawabnya sebagai calon penerus pesantren Al Munawar. Ardi masih mengurusi pesantren di sela-sela waktunya mengajar. Ketika mendengar suara mesin mobil memasuki garasi. Bergegas dia menyambut sang suami.

"Assalamualaikum." Suara Ardi terdengar dari ruang depan.

"Waalaikumsalam, Mas." Ishana meraih tangan sang suami dan menciumnya takjim.

Ardi berjalan menuju ruang keluarga dan menyimpan tasnya di sofa. Lelaki itu menggulung lengan kemejanya.

"Anak-anak kemana?" tanyanya pada Ishana yang sedang mengambil air minum untuknya.

"Anak-anak tadi ijin menginap di rumah Ibu," jawab Ishana seraya menyodorkan gelas pada Ardi.

Ardi meneguk air putih itu hingga tandas, lalu menyerahkan gelas kosong itu pada sang istri.

"Mas, mau makan?" tanya Ishana.

"Aku mandi dulu ya, Han. Kamu juga belum makan, kan? Tunggu aku ya," kata Ardi sambil mengelus pipi Ishana.

Lalu dia berjalan menuju kamar.

"Bajunya sudah aku siapkan di kasur ya, Mas," kata Ishana.

T Tak lama Ardi keluar dari kamar dengan wajah segar. Celana training biru dan kaos putih membalut tubuh tegapnya. Lelaki itu duduk di kursi meja makan menyusul Ishana yang telah lebih dulu di sana. Ishana mengambilkan nasi dan ayam bakar yang tadi dimasaknya untuk Ardi, lalu mengambil piring untuk makanannya sendiri. Mereka makan dalam diam. Ardi memang selalu makan tanpa banyak bicara.

"Enak, Mas?" tanya Ishana ketika Ardi sedang melap mulutnya dengan tisu.

Piring di hadapannya sudah kosong. Lelaki itu menatap sekilas sang istri lalu mengangguk.

"Masakkanmu selalu enak," jawabnya.

Ishana tersenyum.

"Mas, besok kamu ada jadwal mengajar jam berapa?" tanya Ishana.

"Ada jadwal bimbingan mahasiswa, Han. Kayaknya pagi, tapi nanti aku cek lagi," jawab Ardi.

"Ada apa?" tanya Ardi.

"Besok sore, habis Ashar bisa antar aku ke rumah sakit? Aku mau konsultasi ke dokter kandungan, Mas," pinta Ishana.

Ardi mengerutkan alisnya ketika mendengar permintaan dari sang istri.

"Ada apa, Han? Kenapa tiba-tiba mau ke dokter kandungan? Aku sudah mengatakan padamu bahwa anak bukan prioritas aku, Sayang. Aku bersyukur sudah memiliki dua anak tiri." Ardi menggenggam tangan sang istri yang berada di atas meja.

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang