Hati Memilih

688 45 1
                                    

Jika aku bisa memilih, aku memilih untuk tetap tinggal. Tapi apa aku bisa? Hujan pun bisa memilih dibagian bumi mana dia akan jatuh.

Ishana mengatakan pada Umi Halimah yang bertindak sebagai Musrifahnya bahwa dia membutuhkan waktu untuk memikirkan ajakan taaruf dari Ustaz Ardi. Dia ingin meyakinkan diri terlebih dahulu dan tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Melalui bibinya itu, Ustaz Ardi memberikan jawaban bahwa dia memberikan waktu untuk Ishana.

Arjuna dan Raka datang bertepatan dengan hari sabtu. Sebelumnya, sang mantan suami itu mengirim pesan bahwa dia dan Raka sedang dalam perjalanan menuju rumah Ishana.

"Assalamualaikum." Ucapan salam terdengar diiringin ketukan di pintu yang bertubi-tubi. Ishana berlari untuk membukakan pintu.

"Bunda!" Raka langsung memeluk tubuh mungil Ishana ketika bundanya itu membuka pintu.

Ishana berusaha menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Wanita itu memeluk putra sulungnya erat. Dirinya tidak mampu untuk berkata-kata, matanya berkaca-kaca.

"Abang," panggil Ziva membuat Raka melepaskan pelukannya.

"Adeee!" seru Raka seraya memeluk adiknya.

Ishana dan Arjuna memandang haru pada anak-anak mereka yang sudah lama tidak saling bertemu. Tidak lama, ibunya Ishana datang menghampiri mereka. Arjuna langsung mengambil tangan kanan mantan ibu mertuanya itu dan menciumnya takzim.

"Ibu apa kabarnya?" tanya Arjuna.

"Alhamdulillah, Ibu baik," jawab Khadijjah sambil mengelus pundak mantan menantunya itu.

"Kamu bagaimana kabarnya, Mas? Sudah lama sekali, ya?" tanya wanita yang sudah melahirkan Ishana itu.

Hati Arjuna tersentuh mendengar mantan ibu mertuanya itu masih menyebut "Mas" padanya. Digenggamnya tangan Khadijjah.

"Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Masih suka kangen Ibu," lirihnya.

Ishana tak kuasa menahan air mata melihat pemandangan di hadapannya yang saling melepas rindu. Dulu dan mungkin sekarang, ibunya sangat menyayangi Arjuna. Begitu juga sebaliknya.

Ishana membawa kedua anaknya ke ruang tengah, memberi ruang pada Arjuna dan ibunya untuk saling berbincang. Detik berikutnya, Raka sudah asyik bermain dengan Ziva. Sepanjang hari itu, Arjuna menghabiskan waktu di rumah Ishana. Bermain bersama kedua anaknya, berbincang akrab dengan Ishana dan menikmati masakan Khadijjah. Ishana melihat beberapa kali ponsel Arjuna berdering, dia mengabaikannya.

"Angkat saja, Mas, teleponnya. Mungkin dari Arnetta," kata Ishana.

"Nanti saja, aku telepon dia kalau sudah mau pulang," ucap Arjuna.

Tanpa terasa waktu sudah hampir tengah malam. Secangkir kopi menemani Arjuna dan Ishana berbincang di teras belakang. Anak-anak sudah tidur ditemani oleh nenek mereka. Arjuna memandang taman mungil di hadapannya yang dihiasi mawar putih dan beberapa anggrek. Tanpa sadar bibirnya tersenyum.

"Kenapa Mas, kok senyum-senyum gitu?" tanya Ishana.

"Masih suka koleksi bunga?" tanya Arjuna.

Ishana mengangguk.

"Bunga-bunga di rumah masih suka dirawat oleh Bik Siti, kan?" tanya Ishana.

Arjuna menggeleng.

"Bik Siti sudah lama tidak bekerja lagi, Han. Satu tahun setelah kita berpisah, Bik Siti pulang kampung," ucapnya.

"Koleksi bunga-bungamu aku buang karena Netta tidak pintar merawatnya. Maaf."

"Jadi sekarang kalian tidak memiliki ART?" tanya Ishana.

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang