Satu bulan kemudian.
Ardi dan Ishana sekeluarga besar telah berada di masjid Al Munawar untuk melaksanakan ijab kabul. Meskipun ini pernikahan kedua, tapi tak urung mereka merasa gelisah. Ishana berada di ruang terpisah dari Ardi. Dia berada di belakang shaf khusus wanita ditemani oleh ibunya, kedua anaknya dan beberapa sanak saudara. Perempuan itu mengenakan kebaya biru muda yang panjang menjuntai hingga ke lantai. Jilbabnya terurai hingga menutupi dada dan dihiasi melati. Sedari tadi Ishana menggenggam tangan ibunya sambil merapalkan banyak do'a. Dia tersenyum tatkala tangan sang ibu mengelus punggungnya. Rasa gugup membuat tangannya berkeringat.
Ya Allah, semoga saja acara akad nikah ini berjalan lancar, batinnya.
"Bunda cantik sekali," kata Raka. Mata anak sulungnya itu menatapnya tak berkedip.
"Abang ngeliatinnya jangan kayak gitu. Bunda jadi malu," sahut Ishana sambil menyentil kening putranya.
Raka terkekeh.
Sementara itu di meja akad, Ardi tersenyum saat sudah siap melakasanakan ijab kabul. Pria itu mengenakan jas elegan berwarna biru yang membalut tubuh tegapnya. Dengan mengucapkan Bismillah, lelaki bermata teduh itu menjabat tangan Zain, kakak Ishana yang menggantikan almarhum ayahnya Ishana untuk mengijabkan adiknya. Zain tersenyum tulus tatkala Ardi menjawab kabul dengan ketegasan tanpa halangan. Ishana menangis haru saat mendengar Ardi menjawab kabul dengan tegas dan dalam satu tarikan napas. Saat para saksi mengatakan sah, dia semakin terisak.
"Alhamdulillah, selamat ya Hana. Ardi sudah sah menjadi suamimu," kata ibunya.
Perempuan yang sudah melahirkan Ishana itu menyeka air mata yang mengalir di pipinya.
"Ibu." Ishana memeluk Khadijjah seerat mungkin.
Khadijjah dengan lembut menyeka air mata sang putri lalu memberikan ciuman di pipi. Ishana berdiri tatkala sholawat nabi dilantunkan oleh tamu undangan yang hadir. Ishana digandeng ibunya dan Aina, adik iparnya untuk dibawa menemui suaminya. Kini dia berada di depan Ardi dengan perasaan campur aduk. Ardi menyerahkan mahar kemudian mereka saling memasangkan cincin.
"Hana." Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk pertama kali dan disambut ciuman di punggung tangannya oleh Ishana. Jantungnya berdegup kencang ketika Ardi mencium keningnya. Kemudian mereka duduk berdampingan. Ardi bersiap memenuhi mahar terakhir, membaca kitab suci Al-Qur'an, surah Ar_Rahman. Dia melantunkannya dengan suara merdu tanpa membaca. Ishana sampai tergugu, tidak sanggup menahan haru memiliki imam pengganti sepertinya.
"Shadaqallahul-' Adzim." Ardi mengakhiri bacaannya. Kemudian tangan lelaki itu bergerak mengelus punggung istrinya agar berhenti menangis. Ishana menyeka air matanya perlahan dan tersenyum menatap suaminya.
Resepsi diadakan malam harinya di aula yang terletak di samping masjid Al Munawar. Ishana dan Ardi berdiri berdampingan untuk menerima ucapan selamat dari para tamu undangan. Kedua anak Ishana pun hadir menemani sang bunda dan ayah tiri mereka. Ishana sedikit kelelahan karena harus berdiri lama. Ardi meminta sang istri untuk duduk saja. Ketika tamu sedang sepi, Ardi meraih tangan istrinya dan menggenggam erat. Matanya menatap lekat wajah cantik istrinya.
"Kamu bahagia, Hana?" tanyanya.
Ishana membalas menatap wajah suaminya dan mengangguk.
"Aku bahagia," jawabnya singkat tapi cukup menghadirkan getar di hati Ardi. Kemudian lelaki itu mengecup punggung tangan istrinya.
"Terima kasih, Sayang. I love you, " bisiknya.
"I love you more, Mas," jawabnya. Seulas senyum terbit di bibirnya.
Setelah resepsi selesai, Ishana pulang duluan ke rumah Ardi. Sementara sang suami masih menemani teman-teman kuliahnya di Kairo yang datang terlambat. Ishana segera membersihkan diri. Selesai mandi, Ishana duduk di atas kasur. Kamar Ardi yang disulap menjadi kamar pengantin tidak memiliki meja rias. Hanya ada cermin besar yang tergantung di dinding. Ishana berjalan menuju cermin dan menyisir rambutnya yang panjang terurai.
Tiba-tiba dari pantulan kaca dia melihat sosok suaminya tengah berdiri di belakangnya sambil tersenyum.
"Kamu cantik, Hana," ucap Ardi sembari memeluk Ishana dan mendekatkan kepala ke wajahnya.
"Mandi dulu, Mas." Ishana melepaskan tangan Ardi dari pinggangnya.
Lelaki itu terkekeh dan berjalan mengambil baju ganti dari dalam lemari lalu masuk ke dalam kamar mandi yang berada di kamarnya.
Ishana membaringkan diri di ranjang sambil menunggu sang suami selesai mandi. Tanpa disadarinya dia tertidur karena merasa lelah. Entah berapa lama Ishana tertidur, ketika merasakan tepukan di pipinya.
"Hana, bangun, salat Isya dulu, yuk," ucap Ardi.
"Astagfirullah, maaf, Mas, aku ketiduran. Aku wudu dulu ya." Ishana bangun dan berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Ishana menggelar 2 buah sajadah di lantai kamar untuk dia dan Ardi gunakan. Dia sudah berwudu dan mengenakan mukena, begitu pula dengan Ardi yang kini siap di posisi imam. Mengumandangkan iqomah, Ardi menoleh kebelakang sebentar untuk melihat apakah istrinya sudah siap atau belum. Ishana mengangguk sambil tersenyum ketika melihat Ardi menoleh kepadanya. Ardi pun memulai salatnya dengan khusyuk. Setelah salat Isya, mereka lanjut menunaikan salat sunah pengantin sebanyak 2 rakaat.
Ardi membalikan tubuh dan mengulurkan tangan ke arah Ishana. Ishana yang melihat hal tersebut segera menyambut uluran tangan sang suami dan menciumnya. Di atas sajadah, Ardi memberanikan diri memberikan sebuah kecupan di kening istrinya. Mata keduanya terpejam syahdu dan merasakan hangat menjalar di dalam dada mereka. Meski ini pernikahan kedua bagi Ishana dan juga Ardi, tetap saja ada rasa gugup. Ardi menjauhkan wajahnya ketika dia merasa cukup menikmati kebahagiaannya di tahap awal. Dia menatap lekat mata Ishana yang bening dan berdehem sejenak untuk menjernihkan detak jantungnya yang tiba-tiba berlipat ganda. Ishana yang sedang membereskan sajadah dan melipat mukena, merasakan wajahnya memerah menerima tatapan sang suami.
Ardi berdiri dan melipat sajadah , menyimpannya di sofa. Lelaki itu lalu berjalan mendekati Ishana dan memeluknya dari belakang. Ishana merasakan jantungnya berdebar lagi. Ini memang bukan yang pertama bagi nya, tapi tetap saja perasaan asing mulai menyeruak masuk dan mendobrak pintu hatinya. Ardi membalikan tubuh sang istri menghadapnya. Tangan lelaki itu beralih menangkup wajah Ishana dengan lembut. Perasaan Ishana tersentuk ketika mendengar ucapan Bismillah yang lirih keluar dari mulut Ardi. Perempuan itu memejamkan matanya dan merasakan sentuhan lembut pada bibirnya.
"Kamu takut, Hana?" tanya Ardi dengan lembut.
Merasakan halus belai tangan Ardi di pipinya, entah mengapa Ishana merasa nyaman. Dia bahkan sampai memejamkan mata sambil meyentuh tangan sang suami yang berada di sisi wajahnya.
"Bukan takut, Mas, tapi lebih ke ... ehmm ... gugup dan malu, mungkin," jawab Ishana.
"Enggak usah takut, ya. Aku enggak akan menyakiti kamu, perempuan yang saya cintai, " ucap Ardi.
Lelaki itu melafalkan doa, lalu mengecup kening, pipi dan juga bibir sang istri. Kata-katanya yang sangat halus dan penuh kasih sayang membuat Ishana mengangguk sebagai persetujuan atas penyerahan dirinya pada Ardi. Dengan saling berpandangan penuh cinta, Ishana dan Ardi memulai malam pertama mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)
RomanceBercerai dari Arjuna-suami pertamanya karena wanita lain, kini Ishana harus mengikhlaskan Ardi-suami keduanya berpoligami karena dirinya sulit untuk hamil lagi. Harapan Ishana untuk meraih kebahagiaan dipernikahan keduanya harus kandas. Namun, perm...