Dua hari sudah Ishana berada di rumah ibunya. Dia menyadari bahwa keputusannya untuk tinggal di rumah ibunya meski untuk sementara adalah sebuah kesalahan. Bagaimanapun juga seorang istri tidak boleh meninggalkan suaminya. Namun, dirinya tak sanggup jika harus menyaksikan kebaikan Ardi menolong Salwa. Salwa yang selalu bergantung pada suaminya padahal mereka belum menjadi suami istri dan Ardi yang sukarela memberikan bantuan untuk adik dari almarhum mantan istrinya itu.
Ishana juga belum bisa menerima ketika mengetahui bahwa kedua mertuanya-lah yang mendukung Ardi untuk menikah dengan Salwa. Ishana ingin berpisah dengan Ardi, seperti yang dulu dia lakukan ketika Arjuna mengkhianatinya dulu, tapi dirinya tengah berbadan dua sekarang. Sementara untuk menerima Salwa sebagai adik madu, Ishana belum sanggup
Ishana terbangun ketika merasakan tepukan di pipinya. Perempuan itu membuka matanya perlahan dan mendapati sang ibu yang sudah memakai mukena.
"Salat Istikharah dulu, Han. Ibu tunggu di Mushola.
Ishana mengangguk dan segera bangkit dari ranjang lalu bergegas mengambil wudu. Setelah memakai mukenanya dia menghampiri sang ibu di Mushola.
Selesai salat, Ishana kembali ke kamarnya. Namun, dia tidak langsung tidur kembali. Matanya tak mampu terpejam. Dia merindukan suaminya. Biasanya Ardi yang menjadi imam salat malam mereka.
"Semoga kamu juga merindukanku, Mas," gumamnya.
Ponselnya berdering singkat. Ardi mengiriminya pesan.
"Hana, sudah salat? Anak kita baik-baik saja, kan? Aku merindukanmu."
Perempuan itu tersenyum. Disimpannya kembali ponselnya tanpa membalas pesan suaminya.
"Abi merindukan Umma, Nak," Ishana berbicara pada calon anaknya sambil mengelus-elus perutnya.
Dia membuka mukena, melipatnya, lalu menyimpannya di rak. Ishana membaringkan tubuhnya di kasur dan berusaha memejamkan mata. "Aku juga merindukanmu, Mas," bisiknya sebelum benar-benar terlelap.
Ardi baru saja pulang mengantarkan Raka dan Ziva ke sekolah sekalian bertemu dengan rekan-rekan sejawatnya ketika masih mengajar dulu. Meskipun letak sekolah dekat dengan rumahnya, tetapi sejak menjadi dosen, Ardi belum berkunjung lagi. Lelaki itu melihat Umma-nya, Ummi Halimah dan Salwa duduk di teras. Ardi menyalami ibunya dan Umi Halimah. Tersenyum sekilas pada Salwa.
"Kata Bik Minah, Hana menginap di rumah Khadijjah, Ar? Kenapa?" tanya Umi Halimah dengan tatapan menyelidik.
"Hana lagi kangen Ibu, Umi. Jadi kemarin dia minta izin aku untuk menginap di sana. Mungkin seminggu," jawab Ardi.
Lalu mempersilakan mereka masuk.
"Ada apa ini, Umma?" tanya Ardi.
"Kamu sudah bicara dengan Hana mengenai rencana pernikahanmu dengan Salwa?" tanya Umi Marwah.
Ardi menghela napas pelan, kemudian menatap Salwa sekilas. Salwa langsung menunduk.
"Sudah Umma. Aku sudah berbicara dengan Hana," jawab Ardi.
"Tadinya kami ke sini ingin memperkenalkan Salwa pada Hana, Ar," kata Umi Halimah.
Ardi menghela napas panjang.
"Umma, Umi, Salwa ...., Ardi menatap mereka bergantian. "Aku dan Hana masih butuh banyak waktu bicara. Apalagi Hana sedang hamil, perasaannya sensitif. Aku tidak ingin memaksanya untuk memberikan persetujuan sesegera mungkin," ucap Ardi. "Ini tidak mudah untuk kami."
"Kamu sudah menjelaskan mengenai rumah tangga poligami kepada Hana?" tanya Umma.
Ardi mengangguk.
"Sebelum Hana hamil, dia pernah memintaku untuk menikah lagi, Umma," jawab Ardi. "Tapi aku menolaknya. Aku sangat mencintai Hana, Umma."
"Salwa juga mencintaimu, Ar," ucap Umi Halimah. "Hana perempuan baik, dia pasti mau menerima Salwa menjadi madunya."
"Umi benar, aku mengizinkan Mas Ardi untuk menikah lagi."
Semua mengalihkan perhatian pada Ishana yang berdiri di depan pintu. Ardi menghampiri Ishana. Menghela napas panjang saat tubuh perempuan yang dirindukannya sudah dalam pelukannya.
"Kangen banget rasanya. Padahal baru dua hari tapi kayak udah lama enggak ketemu," ucap Ardi sebelum mencium pipi Ishana bergantian.
Salwa yang melihat mereka berdua langsung memalingkan wajahnya.
"Kamu baik-baik saja, kan, Sayang?" Ardi menangkup kedua pipi sang istri.
Ishana mengangguk.
"Ardi, Hana, sudah, jangan asyik sendiri. Ada Salwa di sini," Umi Marwah memotong percakapan Ardi dan Ishana.
"Kebetulan sekali kamu pulang, Han. Ada yang ingin Umma bicarakan," lanjutnya.
"Umma, bicaranya lain kali saja. Hana baru pulang," ucap Ardi seraya menggenggam tangan Ishana.
"Aku enggak apa-apa, Mas," kata Ishana melepas genggaman tangan Ardi, kemudian duduk di sofa.
Ardi mendengkus kesal sembari duduk di samping sang istri.
"Ada apa Umma?" tanya Ishana.
"Umma datang kemari untuk memperkenalkan kamu pada Salwa, calon istri kedua Ardi. Madumu. Kamu sudah tahu, kan, Han, kalau Salwa ini adik almarhum Fatma," ujar Umi Marwah.
"Selama ini kalian belum saling mengenal karena Salwa sibuk mengurus almarhum Ustaz Zaki sebelum beliau berpulang."
Ishana menyunggingkan senyum pada Salwa.
"Tadi Umma dengar, kamu sudah menyetujui pernikahan Ardi dengan Salwa. Kalau begitu mereka bisa menikah sesegera mungkin," lanjut Umi Marwah.
Lalu ibunya Ardi itu menoleh pada sang putra.
"Ar, kamu harus segera membeli mahar dan cincin kawin," ucapnya. "Sebaiknya besok kamu ajak Salwa untuk melihat-lihat cincin. Umma punya toko langganan."
"Sebentar Umma, aku permisi dulu," ucap Ardi. Dengan menggenggam tangan Ishana, Ardi membawa Ishana pergi ke teras belakang rumah.
"Ada apa sih, Mas?" Ishana melepas genggaman tangannya dari Ardi.
"Kenapa sih kamu enggak nolak aja, Han?" Ardi menumpahkan kekesalannya. "Kamu harusnya tadi marah aja, nangis kalau perlu. Aku enggak peduli, asal jangan menyetujui pernikahan ini!"
Ishana menghela napas. "Bukan begitu, Mas. Aku setuju atau tidak, kamu tetap akan menikah dengan Salwa. Aku melakukan ini demi kita semua. Aku, kamu, Abi, Umma, Umi, Abah, Ibuku, Salwa. Semua, Mas," kata Ishana. "Kamu juga enggak mampu untuk menolak lagi, kan?"
"Jadi kamu beneran mengizinkan aku menikah dengan Salwa?" kata Ardi.
Ishana mengangguk.
"Aku enggak bisa, Han," lirih Ardi sambil meraih tubuh istrinya ke dalam dekapan. "Aku juga enggak bisa, Mas. Tapi enggak ada pilihan lain, kan?" Ishana meregangkan pelukan Ardi dan menatap wajah suaminya. "Kita jalani ini sama-sama, ya.
"Hana, kamu sanggup lihat aku menikah sama orang lain? Kamu rela?" Ardi menatap lekat Ishana. "Aku bahkan enggak rela membagi diriku sama orang lain."
"Tapi sebagai laki-laki kamu harus menepati janjimu. Jadi, kita balik ke ruang tamu lagi, ya. Jangan sampai Salwa terlalu lama menunggu keputusanmu," kata Ishana.
Belum sempat Ardi membalas perkataan Ishana, wanitanya itu sudah menariknya, membawanya kembali menemui keluarga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)
RomanceBercerai dari Arjuna-suami pertamanya karena wanita lain, kini Ishana harus mengikhlaskan Ardi-suami keduanya berpoligami karena dirinya sulit untuk hamil lagi. Harapan Ishana untuk meraih kebahagiaan dipernikahan keduanya harus kandas. Namun, perm...