Ketika Ardi tiba di rumah, Khadijjah menyambutnya dengan raut wajah cemas sementara Ishana terbaring di sofa.
"Hana," lirih Ardi seraya menghampiri sang istri dan duduk di sisi sofa.
Mata Ishana terpejam dan wajahnya pucat.
Khadijjah mengolesi essential oil di hidung sang putri agar cepat sadar. Ziva berdiri di ujung sofa sambil terisak.
"Belum sadar dari tadi, Bu?" tanya Ardi.
Khadijjah menggeleng. Ardi mengusap kening sang istri. Dalam hati dia menyesal meninggalkan Ishana terlalu lama.
"Kenapa bisa, begini sih, Han?" ucapnya pelan tapi terdengar oleh Ziva.
"Bunda mau ambil minum, Abi. Kebetulan aku juga sama, mau ambil minum juga. Waktu mau kembali ke kamar, Bunda pingsan lagi," kata Ziva.
Ardi memandang sang putri.
"Ziva jangan nangis ya, Nak," kata Ardi.
"Ziva takut, Bi. Ini yang kedua Bunda pingsan," kata Ziva di sela isak tangisnya.
"Bang Raka, mana?" tanya Ardi. "Kita bawa Bunda ke rumah sakit, ya."
"Assalamualaikum," terdengar suara Raka mengucapkan salam.
Ardi menoleh, dan melihat Raka masuk bersama Umi Halimah dan Ustaz Yusuf.
"Waalaikumsalam," jawab Ardi.
"Kenapa bisa begini, Ar?" tanya Umi Halimah seraya memegang tangan Ishana.
"Enggak terjadi apa-apa sama kandungannya, kan?" Umi Halimah mengamati seluruh tubuh Ishana.
Khadijjah menggeleng pelan.
"Ar, sebaiknya Hana dibawa ke rumah sakit saja," ujar Ustaz Yusuf.
Tiba-tiba, tangan Ishana yang berada di dalam genggaman Umi Halimah bergerak, lalu matanya terbuka.
"Sayang, kamu sudah sadar?" tanya Ardi sambil memeluk pinggang sang istri yang masih terbaring.
Tanpa sengaja kepalanya menyentuh perut Ishana. Umi Halimah yang melihat, menepuk lengan keponakannya.
"Ar, hati-hati kepalamu, jangan terlalu menekan perut Hana," tegurnya.
Ardi buru-buru mengangkat kepalanya.
"Aku kenapa?" tanya Ishana dengan suara lemah.
"Bunda pingsan waktu ambil minum di dapur," jawab Ziva.
Ishana menatap orang-orang yang mengelilinginya.
"Maaf udah merepotkan disaat seperti ini," lirihnya.
Lalu Ishana berusaha untuk duduk dibantu oleh Umi Halimah.
"Hana, ke rumah sakit ya? Wajahmu pucat begitu, sudah dua kali pingsan juga," kata Ustaz Yusuf.
Ishana menggeleng.
"Aku baik-baik saja, Abah, Umi, Ibu. Jangan khawatir." Perempuan itu mengusap perutnya perlahan.
Bik Minah datang membawa segelas teh hangat dan menyodorkannya pada Ishana.
"Diminum dulu, Bu," ucapnya. Ishana menyesep tehnya perlahan.
Sementara Ardi duduk di sampingnya sambil mengusap keringat yang mengalir di kening istrinya.
"Kalau besok masih belum membaik, sebaiknya kamu ke rumah sakit, Han," kata Khadijjah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)
RomansaBercerai dari Arjuna-suami pertamanya karena wanita lain, kini Ishana harus mengikhlaskan Ardi-suami keduanya berpoligami karena dirinya sulit untuk hamil lagi. Harapan Ishana untuk meraih kebahagiaan dipernikahan keduanya harus kandas. Namun, perm...