Sepuluh

1.3K 127 22
                                    

Langkah kakinya begitu angkuh. Berjalan di lorong rumah sakit dengan wajah congkak miliknya. Dandanannya yang menor dengan warna lipstik berwarna merah terang, benar-benar mencerminkan gaya seorang wanita angkuh dan sombong.

Tak... tak... tak..

Suara dari sepatu hills hitam miliknya, membuat beberapa orang menoleh untuk melihat.

"Selamat datang nyonya"Seorang perawat membungkuk hormat pada wanita angkuh di depannya.

"Bagaimana keadaannya?"Pertanyaan keluar dari bibir merahnya, bertanya pada salah satu perawat wanita yang berdiri di depan sebuah ruangan.

"Sudah hampir membaik nyonya"Harusnya kabar baik itu akan membuat seseorang senang mendengarnya, tapi tidak untuk wanita ini. Rahangnya mengeras dengan wajah yang marah.

"Bagaimana bisa? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membuatnya lebih parah hah!"Amuk wanita itu. Sedangkan sang perawat hanya berdiri dengan kepala menunduk.

"Apa kalian masih sering memberinya obat yang aku berikan?"Perawat itu mengangguk sebagai jawaban.

"Lalu, kenapa dirinya bisa membaik?"

Perawat itu memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan menatap wajah angkuh milik seseorang di depannya, "Tapi nyonya, bukankah kau sudah tau jika dirinya hanya depresi, bukannya gila... dan obat yang darimu hanya akan mempengaruhi ingatannya saja"Wanita itu menatap kedalam ruangan yang hanya terbatas dengan kaca transparan. Menatap kedalam dan melihat kearah seorang wanita yang duduk sembari tersenyum kearah sebuah boneka kecil.

"Jika nanti dirinya benar-benar bebas dari sini, aku memiliki tugas lain untukmu"Wanita itu berkata tanpa menatap kearah lawan bicaranya.

"Apa lagi yang harus saya lakukan nyonya?"

"Bunuh dia"Tubuh wanita itu mendadak kaku ketika mendengar ucapan orang itu.

"Tap-tapi aku ti-dak bisa membunuhnya nyonya"suaranya begitu terbata-bata dengan nada ketakutan. Wanita angkuh itu menoleh dan tersenyum licik kearah sang perawat.

"Itu artinya, kau lebih bisa melihat tubuh ibumu kaku menjadi mayat hmm?"Perawat itu diam, tak mampu mengeluarkan suara sedikitpun. Badannya bergetar ketakutan mendengar ancaman itu.

"Lakukan apa yang aku perintahkan atau nyawa ibumu menjadi taruhannya"Setelahnya, wanita itu pergi meninggalkan sang perawat yang masih berdiam diri. Dirinya tidak tau harus melakukan apa untuk lepas dari perjanjian gila yang dia buat bersama dengan wanita angkuh tadi.

Tubuhnya merosot kebadan dengan bibir mengeluarkan tangisan, "Hiks.. hiks.. maafkan aku ibu hiks"Wanita itu terlalu larut dalam tangisannya, hingga tidak tau dengan keberadaan seorang pria bertubuh besar yang bersembunyi di balik tembok. Mendengar semua percakapan dua orang tadi.

"Aku mendapatkannya"Gumam pria itu dengan senyum senang, tidak sabar memberitahukan hal yang dia dengar kepada bos nya.



.....



"Selamat datang phi~"Nada halus nan manja keluar dari bibir Ple ketika melihat suaminya pulang. Phayu hanya menatap malas kearah sang istri.

"Aku sedang lelah, jangan menggangguku"Phayu mengabaikan Ple dan melewatinya begitu saja.

"Aku sudah memasak makan malam untukmu Phi"Ple tersenyum begitu manis namun terlihat memuakkan dimata Phayu.

"Aku sudah makan dengan klien di luar"Dirinya duduk di sofa dan bersandar untuk menghilangkan lelah. Hari ini Phayu melakukan meeting di tiga tempat sekaligus. Di tambah Rain yang mendadak minta cuti dari kemarin selama tiga hari, membuat rasa lelah Phayu terasa berkali-kali lipat dari biasanya. Phayu tidak tau kenapa kekasihnya itu meminta libur, Rain tidak memberitahu dirinya.

J A L A N G (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang