Thirty Nine [Revisi]

3.4K 108 0
                                        

039.

《》

"Lo gak boleh egois," ucap seorang gadis berambut pirang pada gadis lainnya dengan netra hazel.

"Lo bilang gue egois?!" Nadanya naik satu oktaf.

"Iya! Mau sampai kapan lo rahasiain ini dari yang lain? Mau sampai kapan lo bertahan sama hal yang bahkan gak lo pahami!" Gadis berambut pirang ikut membentak ketika dirasa sahabatnya itu sangat keras kepala. "Mikirin orang tua lo! Mereka pasti selalu ngasih yang terbaik buat lo, lo buta ya? Hanya karena dia aja lo ngelampiasin amarah lo ke arah yang salah!"

"Stop Arabella! Ini hidup gue dan kalian semua gak berhak buat ngatur-ngatur gue! Kalau tujuan mereka buat kebaikan gue seharusnya mereka minta pendapat gue dan dia yang udah ngerebut semuanya dari gue!"

"Sita jalan yang lo pilih itu salah. Seharusnya lo ngomong baik-baik sama dia bukan ngerusakin mental lo secara perlahan-lahan," Bella membawa Sita ke pelukannya.

Sita menggeleng kuat, "Gue gak salah, Bell. Dia yang salah."

"Kalian berdua sama-sama salah, seharusnya lo juga mau nemuin dia dan bicara baik-baik," Bella berusaha menasehati Sita yang terobsesi akan 'hal  itu'.

Kembali lagi Sita menggeleng, "gak mau! Dia yang udah hancurin hidup gue dan rebut semuanya, gue benci dia."

"Kamu bakal tetap benci dia kalau tau siapa dia sebenarnya?" Sakti tiba-tiba muncul.

"Abang gak usah ikut-ikutan pojokin aku!" Sentak Sita.

"Haah... abang gak ngerti sama pemikiran kamu Sita padahal kita kembar. Terserah apa mau kamu asal jangan lakukan hal bodoh!" Berbicara lembut namun terselip ancaman di sana.

"Hm...," hanya deheman singkat sebagai balasan dari ucapan sang kakak.

"Udah ya... bahas ini lain kali aja. Kita jenguk dia dulu," ajakan Bella berhasil membuat Sita menghentikan tangisnya dan tersenyum.

Sakti menatap sendu punggung sang adik kembar yang perlahan hilang di balik dinding.

"Abang harap kamu bisa mengikhlaskannya," monolog Sakti dan beranjak dari tempat itu.

Ivy berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam rentinanya. Menyadari keberadaan saat ini, ternyata UKS, pikirnya.

"Emang gue parah banget ya lukanya?" Decaknya lirih.

"Parah banget sampe aku pengen nangis," suara seseorang menyentak Ivy yang asik melamun.

Ivy memutar kepalanya melihat Erlang dengan jejak air mata di pipinya. Entah mengapa Erlang terliha menggemaskan dengan wajah cemberutnya.

"Udah jangan nangis lagi, aku udah agak mendingan kok," ujar Ivy berusaha menenangkan Erlang.

Erlang mendengus mendengar penuturan Ivy yang mengklaim dirinya baik-baik saja. Rasanya Erlang ingin membungkam bibir yang asal ceplos itu. Menyeka sisa air matanya, tangan Erlang bergerak mengambil semangkuj bubur ayam di atas nakas dan menyodorkannya ke depan Ivy. Erlang tau tadi Ivy baru makan dua suap nasi goreng dan langsung dibanting kepalanya. Setelah ini pasti saja Ivy demam.

Ivy mengunyah pelan bubur ayam itu sesekali melirik Erlang yang masih cemberut. "Jangan cemberut dong, nanti tambah gemes."

Erlang mengulas senyum malu-malu kucingnya. Wajahnya merona karena dipuji oleh gadisnya.

"Ekhem!" Dehem seseorang terdengar di ambang pintu.

Ivy maupun Erlang berdecak pelan karena kebersamaan mereka terganggu.

Kamu milikku! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang