Nine [Revisi]

7.3K 299 0
                                    

009.

《》

Ivy menatap pantulan dirinya di cermin.Gadis itu memakai long sleeve t-shirt putih dengan bawahan check skirt di bawah lutut berwarna biru pastel, jangan lupakan dengan rambutnya yang diikat sembarangan. Ia mengambil tas sekolahnya di atas ranjang dan kunci motor tentunya.

"Mau kemana?" tanya Davin melihat kakaknya tampil rapi.

"Ke rumah teman buat tugas, mama sama papa mana?" jawabnya diakhiri pertanyaan.

Davin menunjuk ke dapur dengan dagunya sembari matanya tak lepas dari ponselnya.

"Lho, udah mau berangkat, nak?" kali ini pak Dean yang bertanya.

"Iya pa, takut terlambat," ketika hendak keluar dari pintu utama, pertanyaan dari papanya membuat Ivy mati kutu. Tangannya menggaruk kepala yang tak gatal.

"Teman cowok apa cewek?"

Mampus, jawab ajalah, ucap Ivy dalam hati, mana berani dia memaki di depan papanya.

"Teman cowok, papa kenal Erlangga Dewa Erikson gak? nah, Ivy buat tugasnya di rumah dia," jawab Ivy sebelum ia menjadi bahan ledekan.

Mendengar bahwa sang kakak akan belajar di rumah teman cowoknya, Davin bersiap-siap meledek kakaknya. Tapi, tatapan tajam yang papanya layangkan mampu membuat si bungsu bungkam.

"Yasudah sana, jangan pulang malam," ucapan papanya membuat Ivy mengangguk.

Tumben kalem? biasanya langsung diledekin, mungkin insaf, Ivy tak menaruh curiga dan langsung pergi meninggalkan rumahnya.

Di dalam sana, pak Dean hanya tersenyum melepas putrinya pergi lalu pergi ke dapur melihat sang istri membuat kue.

30 menit berlalu dan Ivy sudah sampai di depan sebuah gerbang hitam yang tinggi menjulang. Ia hendak menelepon Erlang namun tiba-tiba pintu gerbang itu terbuka lebar menampilkan seorang satpam yang menyambutnya dengan senyuman manis.

"Pacarnya tuan muda ya?" tanya satpam bernama Randi itu.

Ivy mengangguk kaku, apa-apaan Erlang ini memperkenalkannya sebagai pacar pemuda itu, "Bukan, pak."

"Kalo gitu sini biar bapak yang parkirin motornya, nona masuk saja ke dalam sudah ditunggu sama tuan muda," seru pak Randi ramah, sedikit menggeleng miris mengetahui bahwa anak majikannya itu terlalu berharap.

Ivy kembali mengangguk, Orang kaya mah bebas ya, batinnya berjalan ke rumah setelah mengucapkan terima kasih pada pak Randi.

Entah mengapa ia gugup, memang takdir tak ada yang tau. Baru seminggu lebih ia pindah malah langsung bisa menginjakan kaki di kediaman Erikson yang megah dan berkelas membuat ia minder saja. Tangannya terangkat hendak menekan bel tapi pintu sudah terbuka membuat Ivy berjengkit kaget.

"Astagfirullah!" pekiknya mengelus dadanya.

Wanita yang membuka pintu tadi menatap gadis di depannya dengan khawatir. "Nak, kamu gak papa?"

Ivy menyengir, "Iya tante, aku gak papa kok," mamanya pasti nih, lanjut gadis itu dalam hati.

"Maaf ya tadi tante tiba-tiba bukain pintunya, soalnya Erlang bilang pacarnya udah datang. Masuk dulu ayo," ajak ibu Selena.

"Gak papa, tante. Aku emang gampang kagetan."

"Duduk dulu, Erlang bentar lagi turun."

Ivy langsung duduk di sofa dengan sopan, ia harus menjaga imagenya di kediaman Erikson. Ia harus kalem jangan seperti monyet lepas kandang seperti biasanya. Sedangkan, ibu Selena sudah pamit untuk menyiapkan hidangan ringan untuknya, padahal sudah ia tolak. Tak lama kemudian, Erlang turun dan langsung menghampirinya dengan senyum sumringah.

Kamu milikku! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang