Selasa malam, pukul 20.17 WIB.
Adimas sudah jarang ikut bergabung bersama teman-teman Rengga di ruang kumpul. Faktor usia membuatnya mudah terserang kantuk. Dia tidur setelah makan malam bersama anak-anaknya.
Wanda berhasil melacak keberadaan ponsel yang hilang. Rupanya barang yang dicari-cari itu sudah diambil dan disimpan oleh Jinora. Laki-laki itu mengamankan barang berharga milik keluarga Deswandaru tanpa sempat memberi kabar terlebih dahulu. Jika Shazu tidak menelpon Jinora untuk menanyakan ponsel Devnayra, mungkin mereka di sini masih pusing mencari-cari keberadaan barang tersebut.
Jinora datang untuk mengantarkan ponsel. Kendala baru muncul ketika ponsel itu tidak merespon dengan baik. Seluruh aplikasi di perangkat Devnayra seolah terkunci yang menyebabkannya tidak bisa mengakses audio, bahkan semua aplikasi apapun di dalamnya. Wanda yang sedikit memahami tentang materi pelajaran Informations Technology, menyadari adanya kerusakan pada perangkat lunak di android milik Devnayra.
"Ini kayak ada yang nyisipin malware ke perangkat Androidnya." Wanda menatap orang-orang di sekitarnya dengan serius. "Mungkin Naresh yang lebih paham dan bisa benerin. Aku angkat tangan."
"Malware itu apa?" Shazu merasa asing dengan istilah itu.
"Malware itu perangkat lunak yang bisa menyebabkan kerusakan pada sistem dan mencuri data pribadi yang ada di perangkat. Umumnya sih malware ini lebih sering ditemuin di komputer daripada di android. Cuma hacker berilmu tinggi yang bisa buat dan kirim malware ke perangkat kayak gini," jelas Wanda panjang lebar.
"Mencuri data pribadi?" tanya Jinora.
"Iya. Foto, video, audio, apa pun."
Ada banyak macam jenis malware, salah satu jenis malware yang menyerang perangkat Devnayra adalah ransomware. Malware ini bekerja dengan metode enkripsi, yakni mengolah data jadi kode yang menyebabkan perangkat tak bisa melakukan pembacaan. Akibatnya korban tidak bisa mengakses data yang sebelumnya ada di perangkatnya.
"Ini kenapa jadi makin ribet kayak gini sih?" Devnayra hampir frustasi. "Kak Naresh juga gak kelihatan lagi dari tadi siang."
"Emm ... kalian ngerasa gak sih. Pelakunya itu kayak ada di deket kita. Dia seolah tahu sama rencana-rencana dan kejadian yang menimpa kita di sini," ungkap Shazu menyuarakan isi pikirannya.
"Bener juga," komentar Rengga. "Inget dan perhatiin baik-baik. Pas kita tahu bahwa barang bukti udah ada di depan mata, dia langsung bergerak buat ngerusakin bukti tersebut tanpa susah-susah ngambil wujud fisik itu dari kita."
"Iya, bener, Ga. Lawan kita bukan orang yang bisa diremehin. Dan ... gak tahu kenapa. Aku ngerasa ada orang yang diam-diam jadi pengintai di antara kita." Shazu mulai menaruh curiga sejak kejadian kecelakaan yang hampir menimpa Devnayra. Kecurigaannya jatuh pada Nareshta yang ada di tempat kejadian, tetapi tidak berbuat apa-apa. Selain itu, orang yang paham dengan seluk beluk tentang dunia peretasan adalah Nareshta. Ya, lagi-lagi Nareshta. Dan sekarang dia di mana?
Pendapat Shazu langsung mendapat kecaman tegas dari Wanda. "Maksudmu apa? Kamu menuduh ada pengkhianat di antara kami, Zu? Asumsi skeptismu itu bisa merenggangkan hubungan pertemanan yang sudah kami ikat bertahun-tahun. Kamu mau membuat kepercayaan di antara kami semakin terkikis hanya karena saling mencurigai?"
Shazu diam, tidak bisa menjawab. Sementara Devnayra seperti disengat oleh ingatan tentang nasihat yang Nareshta ucapkan kemarin malam. Apa Nareshta mengetahui sesuatu?
Jinora tampak gelisah melihat keadaan tidak mengenakan antara Wanda dan Shazu yang saling melempar tatapan dingin. "Ini bukan waktunya untuk saling menuduh. Yang harus kita lakuin sekarang adalah cari solusi buat perbaiki barang bukti secepatnya."
"Benar yang dikatakan Jino, kita bisa membicarakan ini dengan Naresh besok." Rengga ikut menengahi, berusaha bersikap netral.
***
Devnayra menunggu kedatangan Linggar di depan kelas. Dia merasa cemas ketika bel masuk berbunyi, sedangkan orang yang ditunggu-tunggu tidak kunjung menampakan diri. Devnayra juga pantang menyerah untuk mengirimkan belasan pesan Whatsapp kepada Linggar lewat ponsel temannya, tapi semua pesan itu berakhir dengan terkirim tanpa dibaca sama sekali oleh si penerima. Ponsel Linggar tidak aktif. Dia menghilang tanpa menitipkan keterangan absensi pada guru piket.
Mungkin Linggar telat, atau mungkin ada kepentingan keluarga yang mendesak. Mungkin juga Linggar lupa menitipkan surat absen. Sampai ketika menjelang waktu pulang, Devnayra tidak mendapat kabar apapun dari temannya. Sebanyak apapun usaha Devnayra untuk berpikir positif mengenai keadaan Linggar, tetap kalah dengan pikiran buruk yang berputar di kepalanya seperti kaset rusak.
Apa Linggar baik-baik saja sekarang? Bagaimana jika sesuatu hal buruk menimpa Linggar, sebelum dia menginjak teras rumahnya kemarin sore? Apa Linggar benar-benar pulang dengan selamat kemarin?
Devnayra memukul kepalanya sendiri dengan kedua tangan. Dia duduk di kursi sudut halte sekolah. Memeluk luka tak kasat mata yang kembali menggerogoti hatinya dengan tikaman kehilangan.
Devnayra duduk di tempat yang biasa diduduki Linggar sebelum naik angkutan umum. Tempat di mana Devnayra mendengar celotehan random Linggar. Katanya dia ingin bereinkarnasi menjadi mayfly atau lebih dikenal dengan sebutan lalat capung yang hanya hidup selama 24 jam.
Linggar ingin hidup sederhana.
Sesederhana capung yang bisa terbang menghinggapi daun ke daun dan mengitari ruang hampa. Karena dia tahu, langit terlalu luas untuk dijelajahi dalam waktu yang singkat. Langit juga terlalu tinggi untuk digapai dengan sayap yang rapuh. Dia tidak butuh harta melimpah yang membuat setan berbondong-bondong membisikkan hasutan jahat pada telinga manusia. Sehingga manusia-manusia itu terjerumus pada lingkaran keserakahan yang menyesatkan.Dia hanya mengharapkan kebebasan.
Hidup damai tanpa paksaan dan ancaman yang menjerat langkahnya dengan jeruji tak kasat mata. Namun semesta tidak memberikan takdir itu. Terkadang, dunia memang menekan orang-orang baik terlalu keras.Sore itu, suara hujan yang deras seolah sengaja menyamarkan isakan-isakan pedih yang keluar dari mulut Devnayra. Tanpa dia sadari, sepasang mata sendu turut bersedih melihat Devnayra yang tenggelam dalam balutan luka yang dia simpan sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma [ END ]
Misterio / SuspensoKeluarga Deswandaru begitu terpukul dengan takdir buruk yang menimpa mereka. Kasus kematian Heira berhasil meninggalkan goresan luka tak kasat mata di palung hati untuk orang-orang yang ditinggalkan. Devnayra, Rengga, Nareshta dan segenap teman-tema...