Nareshta

11 2 3
                                    

"Banyak orang yang akan sengaja mencari-cari celah kesalahanmu, ketika kamu jatuh pada titik terendah."
❃ ❃ ❃

Nareshta mendatangi panggilan dari pihak kepolisian. Shazu tidak main-main dengan ucapannya. Dia membuat laporan tanpa pandang bulu, baik itu temannya atau bukan. Menurutnya hukum dan keadilan harus tetap ditegakkan.

Mungkin dalam beberapa kasus, hukum di dunia bisa saja dicurangi. Namun dia tidak benar-benar mati. Hukum itu akan abadi. Menanti perjalanan waktu dan akan berbicara untuk mendakwa orang-orang yang berlaku curang. Dia akan mengadukan perbuatannya di pengadilan tertinggi. Dengan hakim Yang Maha Adil. Dan ketika hari itu tiba, uang bernominal tinggi dalam jumlah yang melimpah pun tidak akan ada gunanya lagi.

"Pak, tolong dengarkan penjelasan saya," mohon Nareshta dengan intonasi rendah tapi terdengar tegas. Laki-laki itu kesal karena sejak dia hendak membeberkan penjelasan, selalu dipotong oleh pria berperut buncit yang mengenakan seragam coklat agak ketat beratribut keren.

Polisi bername tag Baskara Hutomo itu menatapnya remeh seraya bersedekap dada. "Silakan, daritadi saya memberikan waktu untuk kamu supaya memberikan penjelasan."

"Begini, Pak ... saya tidak bermaksud untuk merusak barang bukti apalagi mencoba menghilangkannya. Kalo saya memang bertujuan untuk menghilangkan barang bukti tersebut, untuk apa saya meng-copy data-data itu? Bukti rekaman itu ada di komputer saya. Bapak bisa mengeceknya nanti. Dan tentang peretasan itu, saya mengakui itu adalah kesalahan saya karena telah melanggar privasi seseorang. Tapi, saya melakukan itu hanya untuk mensiasati pelaku yang mencoba mengambil alih barang bukti tersebut. Saya menaruh curiga pada orang yang ada di sekitar saya. Tapi karena bukti yang saya temukan belum cukup kuat, maka saya belum berani membuat laporan apa-apa."

Nareshta sudah menduga dari awal, kejadian ini pasti terjadi. Orang yang bersalah itu pasti akan menyembunyikan kelicikannya dengan sangat rapi. Namun apa kebenaran bisa dikalahkan?

Baskara mengangguk-ngangguk mendengar penjelasan rinci dari Nareshta. "Baik, penjelasanmu akan kami tampung terlebih dahulu."

***

Adimas mendengar kabar tentang Nareshta yang dilaporkan ke kantor polisi. Sejenak dia kecewa dengan tindakan Shazu yang terlalu tergesa-gesa tanpa melibatkan Adimas di dalamnya. Dia juga tidak tahu apa motif yang melatar belakangi aksi yang dilakukan oleh Nareshta.

Devnayra menangis hampir semalaman di kamarnya. Rengga pun melewatkan malam dengan lamunan panjang yang mengusir kantuk sampai pagi. Wanda jadi banyak melakukan kesalahan ketika memperbaiki mainboard yang menjadi job ketujuh di bulan Maret, dia kehilangan fokus. Sedangkan Jinora, menjadi lebih pendiam dengan menyimpan banyak pertanyaan di kepalanya sendiri.

Intinya tidak ada yang baik-baik saja setelah Nareshta keluar dari pelataran rumah Adimas tadi malam.
Devnayra memandangi tetesan hujan yang jatuh mengguyur plesteran semen di sebrang luar kamarnya-- yang digenangi air. Suara kecipak hujan sedikit meringankan beban pikiran yang merangsek logika dengan paksa. Derit suara engsel kering terdengar ketika Devnayra mendorong pelan jendela kaca. Dia membiarkan sebagian udara dari luar masuk ke dalam ruangan melalui celah-celah jendela yang terbuka sekitar empat puluh lima derajat.

Hey, kapan terakhir kali Devnayra diam di depan jendela itu? Dia bahkan baru menyadari kusen kayu yang di cat berwarna putih itu terlihat semakin kusam tak terawat, serta keropos di beberapa bagian karena dimakan rayap.

Dagunya dia letakan di atas kusen dengan sisi kepala yang menyandar pada pinggiran bingkai jendela. Tangan yang dikaruniai jari-jari lentik itu dijuntaikan ke luar jendela. Menggantung di udara, seolah-olah hendak menggapai kucuran benda cair yang terjun bebas dari retakan talang air hujan platform rumah. Berharap sensasi dingin itu bisa turut menyebar ke dalam aliran darah Devnayra dan mendinginkan kepalanya.

Enigma [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang