Extra Part

14 2 8
                                    

Jinora menunduk menyesali perbuatannya. Dia sudah menjelaskan semua perbuatan itu di hadapan hakim. Dia mengakui kesalahannya yang sudah membunuh Heira, melakukan perusakan barang bukti, melakukan ancaman dan kekerasan pada Linggar, serta perencanaan kecelakaan yang dia lakukan pada Devnayra.

Jinora dikenakan pasal berlapis yang menyebabkannya harus menerima sanksi hukuman mati.

Kini laki-laki itu berdiri mengenakan setelan pakaian sederhana serba putih. Badannya diikat pada tiang dengan mata yang ditutup rapat oleh kain. Di depan Jinora, dua belas pucuk senjata api sudah mengarah padanya.

"Tuhan, maaf karena aku baru mengingat-Mu, setelah berada dalam posisi di ambang kematian. Aku tidak tahu apakah taubatku ini akan diterima atau tidak? Tapi jika reinkarnasi manusia itu ada, tolong jangan buat aku terlahir kembali untuk menjadi manusia."

Setelah mengatakan itu, pikiran Jinora terbang mengingat kematian ayahnya. Dia tidak tahu apa yang menyebabkan Artha memilih mengakhiri hidupnya di penjara. Sanksi sosial yang didapat oleh Jinora terasa sangat berat. Hidupnya dipenuhi oleh hinaan dan makian karena orang tuanya yang tertangkap setelah mendirikan perusahaan tambang minyak ilegal.

Bahkan, untuk menghindari perundungan-perundungan verbal itu, Jinora sengaja mengganti nama marga Arthadinata dengan Chaniago. Dia juga tidak segan untuk memberikan uang pada beberapa orang penting yang memiliki jabatan khusus untuk menutup identitas keluarga Artha dan identitas marga barunya.

Kehidupan Jinora pun banyak berubah. Sebagai anak sulung, perusahaan yang diwariskan ayahnya harus dikelola oleh Jinora. Padahal laki-laki itu tidak pernah menaruh minat pada dunia perbisnisan. Tekanan-tekanan itu perlahan membuat hidup Jinora dipenuhi dendam kesumat.

Dia mulai mencari tahu tentang polisi yang telah membuat Artha mendekam di penjara. Segala informasi dia kumpulkan untuk menuntaskan rencana dan tujuan busuknya. Jika keluarga Jinora berhasil dihancurkan, maka anak-anak dari polisi itu juga harus merasakan apa yang Jinora rasakan, pikirnya waktu itu.

Ketika melihat hidup Rengga dan Devnayra yang terlihat begitu berkilau, Jinora tahu bahwa akan sangat beresiko jika dia tidak mengetahui seluk beluk keluarga Deswandaru terlebih dahulu. Maka dari itu, Jinora pun mendekati Shazu-- memanfaatkannya supaya dia bisa berteman dekat dengan Rengga.

Jinora hanyalah seorang manusia bermuka dua. Kepedulian yang ditunjukan pada Rengga tidak lain hanya dijadikan sebagai senjata pengumpul informasi untuk menghancurkan keluarga Deswandaru.

Ketika Jinora menyelam di kehidupan Rengga lebih dalam, iri hati muncul. Melihat Rengga begitu banyak mendapatkan limpahan kasih sayang dan perhatian dari ibunya.

Tanpa berpikir panjang, pagi itu Jinora terjerumus pada kehidupan kelam. Dia melenyapkan nyawa manusia dengan tangannya sendiri. Hal itu didasari oleh penyakit hati yang tumbuh ruah.

Ya, Jinora tersesat sejauh itu.

Dor!

Dengan mata yang terpejam rapat, napas putra sulung dari keluarga Artha itu terhenti. Segala urusannya di dunia selesai hari itu juga. Setelah timah panas dari mulut senjata api itu melesat cepat dan menembus tepat di jantung Jinora.



Tamat









Sampai jumpa di cerita lainnya. Terima kasih!

Enigma [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang