"Banyak orang yang mudah melemparkan berbagai macam prasangka. Namun sulit untuk membuktikan keakuratan asumsi tersebut."
***
Devnayra meletakan termos air panas dan baki yang berisi beberapa gelas bersih, serta satu renceng kopi -- di atas meja. Rengga dan dua temannya yang mengelilingi meja tersebut sedang saling diam.
Teman kumpul yang biasa Rengga ajak ke rumah, totalnya ada empat orang. Tiga laki-laki, satu perempuan. Mereka semua dari prodi yang berbeda-beda. Kedatangan mereka ke sini pun tidak akan jauh-jauh dari pembahasan seputar kasus kematian Heira-- ibunya, yang tidak wajar.
Terhitung sudah dua minggu, pengusutan dan pengumpulan bukti-bukti pembunuhan itu dilakukan oleh pihak berwajib. Namun bukti yang mereka dapat masih sama, sebatas diary Heira yang menceritakan tentang teror yang dia rasa di hari-hari terakhir menjelang ajalnya.
Tidak ada rekaman cctv atau saksi mata di sekitar, hal itu cukup menyulitkan proses penyelidikan. Maka dari itu, Rengga dan beberapa temannya akan berusaha ikut terlibat dalam pencarian barang bukti yang lebih kuat untuk mengungkap kasus ini.
Ketika membaca diary Heira, hati Devnayra tidak kuasa menahan sesak. Heira menyimpan semua ketakutan itu sendiri. Bagaimana bisa anak-anaknya tega membiarkan Heira hidup dihantui ketakutan?
"Eh, Dena sini gabung! Makasih, ya. Maaf terlalu sering ngerepotin," ucap perempuan blasteran Jepang-Indo membuyarkan sekelebat pikiran yang melintas di kepala Devnayra.
Namanya Mayshazu, teman-teman Rengga biasa memanggilnya Shazu. Dia paling cantik di sini. Dengan kulit yang putih bersih, bibir tipis dan alis rapi -- menaungi mata sipit khas seperti orang-orang Jepang. Mungkin ciri khas Indonesianya itu hanya ditandai dengan tubuh mungil dan hidung yang ekonomis.
Sementara temannya satu lagi, namanya Wanda. Laki-laki yang berstatus sebagai mahasiswa semester empat di jurusan IT. Selain itu, dia juga membuka jasa servis komputer di rumahnya. Devnayra jelas tidak asing dengan laki-laki itu. Dia anak pertama dari pak Sarman, tetangga paling murah hati yang berteman dengan Rengga sejak kecil. Meski begitu, Devnayra tidak terlalu akrab dengan Wanda.
"Aku gak ngerasa direpotin kok, Kak. Santai aja," sahut Devnayra lalu duduk di antara Shazu dan Rengga.
Perempuan sipit itu menanggapi dengan anggukan dan senyum lebar.
Tidak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu yang sudah terbuka lebar seraya mengucap salam. Orang-orang rumah menjawabnya. Dua laki-laki berusia sekitar 22 tahun itu masuk tanpa dipersilahkan oleh tuan rumah.Sudah biasa.
"Hari apes, aku ditilang bapakmu loh, Ga!" rutuk Jinora ketika masuk ke dalam rumah. Di belakangnya ada Nareshta yang mengekori. Genap sudah kedatangan teman Rengga.
"Matamu! Bapakku udah pensiun," sahut Rengga sambil mengerlingkan mata.
"Kok bisa ditilang?" Wanda ikut menimpali.
"Helm aku hilang di parkiran kampus. Pas pulang malah kena tilang pula di lampu merah," sungut Jinora. Shazu tertawa puas mendengar kesialan bertubi-tubi yang dialami Jinora. Sementara yang lainnya hanya geleng-geleng kepala.
"Ga, kasus besar terakhir yang berhasil diungkap Om Adim itu tentang apa?" tanya Nareshta mulai membuka pembahasan yang lebih serius.
Ayah Rengga bekerja sebagai anggota kepolisian yang bertugas untuk mengungkap kasus-kasus yang masuk kategori kelas berat. Maka dari itu, Nareshta berpikir pasti banyak penjahat yang merasa dirugikan oleh tindakan mulia Adimas Deswandaru. Tak ayal, musuh-musuhnya bergelimang di mana-mana. Kemungkinan besar, beberapa dari mereka ada yang mengincar keluarga Deswandaru untuk dijadikan sasaran balas dendam.
![](https://img.wattpad.com/cover/332828521-288-k979662.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma [ END ]
Misterio / SuspensoKeluarga Deswandaru begitu terpukul dengan takdir buruk yang menimpa mereka. Kasus kematian Heira berhasil meninggalkan goresan luka tak kasat mata di palung hati untuk orang-orang yang ditinggalkan. Devnayra, Rengga, Nareshta dan segenap teman-tema...