Waktu menunjukan pukul 09.23 WIB. Teman-teman Rengga masih menetap di kediaman sederhana keluarga Deswandaru. Bahkan Jinora sudah menggelepar di lantai putih tanpa alas, padahal awalnya dia tidur di atas karpet bulu-bulu yang sekarang berjarak sekitar 50 meter dari tubuh kokohnya.
Wanda masih asik bermain catur melawan Adimas. Tidak kapok meski sudah kalah lima kali. Justru semakin banyak kekalahan yang dia dapat, laki-laki berdarah asli Riau itu semakin merasa tertantang.
"Skakmat! Strategimu buruk sekali, Wanda. Padahal bapakmu itu juara kampung pas masih remaja dulu," cetus Adimas jujur.
Wanda merengut. "Ini kan Wanda, Om. Jelas beda sama bapak. Jangan dibanding-bandingin. Wanda ya pinternya pegang komputer. Bukan main catur. Lagian, kita main catur juga itu gara-garanya Om yang ngajak kok."
Adimas mendelik tajam. "Lha ... kok jadi nyalahin Om?"
"Pokoknya sekali lagi main, Om. Kalo Wanda menang, baru selesai pertandingannya!" tegas Wanda seraya membereskan bidak di papan catur.
Devnayra geleng-geleng kepala mendengar penuturan Wanda. Padahal sejak pertama kali main, ucapannya tidak berubah dan selalu berakhir sama-- mati langkah. Devnayra melanjutkan aktivitasnya melicinkan seragam sekolah yang hendak dipakai besok.
Sedangkan Nareshta sibuk bergelut dengan huruf-huruf, angka dan kode-kode rancu di laptop. Selain menjadi mahasiswa semester lima, Nareshta juga seringkali mengambil job sebagai bug hunter. Bug hunter adalah seseorang yang memahami seluk beluk cybersecurity dan cukup berpengalaman dalam menemukan bug (kerentanan) dalam suatu sistem atau aplikasi. Sekali menyelesaikan satu bug saja, Nareshta bisa mendapat bayaran yang cukup memuaskan.
Nareshta sudah bersahabat dengan coding sejak menginjak bangku SMP. Dia menaruh minat tinggi pada bahasa pemrograman, lantas mengikuti beberapa komunitas di media sosial untuk dijadikan sarana pembelajaran. Istilah sederhananya, Nareshta belajar itu semua secara otodidak.
"Res, istirahat dulu lah. Udah hampir dua jam kamu pantengin laptop. Gak pusing apa?" peringat Rengga.
"Bentar lagi, Ga. Ini masih belum ketemu semua bug-nya." Nareshta membaca deretan tulisan di layar laptop seraya menggeser-geser kursor tanda anak panah. Setelah melihat satu rumus yang menurutnya agak kurang, dia pun meletakkan tanda titik koma di akhir tanda kurung. Benar dugaannya, kesalahan itu terletak di sana. Akhirnya berhasil Nareshta perbaiki. Dia pun membereskan folder-folder yang selesai digunakan. Kemudian menutup laptop tersebut dengan lega.
Rengga tidak melakukan aktivitas lain setelah menonton pertandingan catur yang timpang-- antara Wanda dan ayahnya. Bosan lama-lama. Dia juga sedang malas membuka sosial media.
Jika ada yang menanyakan Shazu, tentu gadis itu sudah pulang sebelum adzan isya. Shazu sangat pintar mendisiplinkan diri dan mengatur prioritas. Jiwa-jiwa calon pengusaha sudah tertanam dalam dirinya.Devnayra selesai menggantungkan baju di kamar. Dia lantas kembali ke ruang tengah untuk menghampiri Adimas. Nareshta melirik kedatangan Devnayra tanpa ekspresi. Laki-laki itu mungkin memang lupa cara menyapa atau sekadar tersenyum. Sudahlah, Devnayra tidak mau peduli soal itu.
"Ayah," panggil Devnayra sebanyak tiga kali.
"Iya? Kenapa, Dena? Ada yang bisa Ayah bantu?" sahut laki-laki berumur 58 tahun. Laki-laki itu menoleh dan menatap gadis yang berdiri di belakangnya.
"Dena mau tanya soal pertambangan minyak bumi keluarga Artha yang ilegal itu loh." Pernyataan yang Devnayra lontarkan berhasil membuat ke empat laki-laki di ruang itu menatapnya dengan sorot terkejut.
"Apa yang mau kamu tanyain?"
"Tentang anggota keluarganya, penjara yang dia tempati, bahkan kondisi pertambangannya kira-kira gimana, ya, sekarang?" tanya Devnayra memberondong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma [ END ]
Mistério / SuspenseKeluarga Deswandaru begitu terpukul dengan takdir buruk yang menimpa mereka. Kasus kematian Heira berhasil meninggalkan goresan luka tak kasat mata di palung hati untuk orang-orang yang ditinggalkan. Devnayra, Rengga, Nareshta dan segenap teman-tema...