part 4

508 38 0
                                    

"Tabib, kenapa kau tidak keluar?"

"Maafkan hamba, hamba akan keluar, tapi raden boleh menceritakan rasa sakit di tubuhmu?, hamba tidak akan mengadu ke siapapun itu"

"Jika berita ini sampai ke kuping keluargaku, maka aku tidak akan segan-segan menghukum mu, baiklah aku akan menceritakan semuanya yang terjadi, dari awal aku merasakan sakit hingga sekarang"

"Silahkan cerita raden"

Kian santang menceritakan panjang lebar tentang sakitnya itu, dari awal ia terkena pedang hingga sekarang

"Jagat dewa batara, seorang manusia tidak akan pernah bertahan hidup, raden sangat hebat"

"Bukan aku yang hebat, tapi allah yang sangat hebat, apa kau tau jika allah bisa melakukan semua hal yang tidak masuk akal terjadi"

"Raden sangat rendah hati, aku kagum denganmu"

"Terimakasih tabib, sekarang bolehkah kau pergi dari kamarku?"

"Sandika raden, sampurasun"

"Rampes" tabib itupun langsung menutup pintu kamar kian santang lalu menutup kembali

"Sekarang, tidak ada yang harus ku sembunyikan lagi kan kian santang?, tutup pintu lalu kita akan mengeluarkan semuanya dengan aman dan tentram kan?"

Kian santang langsung mengeluarkan rasa kecewanya dan kekesalannya semua di kamarnya, semua sudah di keluarkan sekarang dia hanya butuh ketenangannya saja, jadi dia memutuskan untuk keluar lalu ia langsung ke kolam padjajaran, sebelum ke kolam ia memungut batu-batuan

Kian santang melempar berbatuan itu dengan pandangan yang sangat hampa, ketenangan adalah salah satu caranya agar perasaannya tidak campur aduk

Gagak nampar yang belum tidur dan berniat mencari anginpun melihat kian santang di kolampun, ia langsung bergegas ke rainya kian santang

"Rai" sapa gagak nampar

"Raka, ada apa?"

"Ada apa kau disini rai?, ini sudah malam"

"Memang kenapa jika sudah malam raka?, aku ingin disini, lalu raka mau kemana malam-malam hari begini"

"Akupun tidak tau rai, rasanya menjadi seorang pangeran sangatlah tidak enak"

"Sudahlah raka, kita menerima nasib kita menjadi seorang pangeran, raka tidak perlu mengeluh dengan rencana sang pencipta"

"Kau benar rai, aku harus menerima jabatanku menjadi seorang pangeran"

"Rai, kau menangis?"

"Tidak raka" jawab kian santang yang bergegas menghapus air matanya

"Ada apa rai?, apa ada masalah"

"Tidak raka, aku hanya ingin menangis saja haha" jawab kian santang dengan sedikit tertawa

"Kau ini, bikin raka jantungan saja"

"Hahaha, iya raka maaf"

"Iya rai gapapa"

"Oh ya raka, lebih baik raka ke kamar raka saja, bukannya aku ingin mengusir raka namun aku merasa tidak baik jika disini"

"Lagi pula kenapa kau tidak kembali ke kamarmu?" Tanya gagak nampar yang membuat kian santang terdiam sejenak

"Rai, jawablah pertanyaanku" gagak nampar mencoba mendesak kian santang

"Kesendirian adalah tempat ternyamanku dan air juga sangat membuat pikiranku menjadi lebih tentram, maka dari itu aku suka sekali disini raka, bermalam-malam mendengar jangkrik berserta suara yang sangat sunyi"

"Kau memang pintar dalam menyembunyikan masalahmu"

"Apa maksud raka?, aku tidak faham"

"Apakah kau sebelumnya sempat ribut dengan seorang nenek tua yang sangat kejam itu?"

"Ya raka"

"Lalu kau melindungi seorang pemuda yang ingin di habisi oleh nenek tua jahat itu kan? Lalu balasan yang kau dapat adalah sebuah tusukan pedang yang menacap ke dadamu, aku lihat mimik mukamu seperti kecewa dengan pemuda tersebut"

"Kenapa raka tau?, bukannya aku sudah menutupi rasa kekecewaanku itu raka, kenapa raka tau"

"Sudah lah rai, aku sudah mengantuk, aku akan kembali ke kamarku, sampurasun"

"Rampes"

Kian santang masih penasaran kenapa gagak nampar bisa tau jika dia kecewa, bukannya dia tak pernah menampakkan rasa kecewanya itu

"Kenapa raka gagak nampar tau?, ck itu membuat pikiranku tambah ribut sekali, lebih baik aku melaksanakan shalat isya terlebih dahulu sebelum tidur" desisnya

kisah keluarga padjajaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang