Fourty Two [Revisi]

3.8K 130 1
                                        

042.

《》

Cklek

"Assalamualaikum," Ivy membuka pintu rumahnya dan Erlang yang senantiasa mengikuti di belakang.

Baru saja masuk Ivy dibuat ternganga dengan tampilan bagian dalam rumahnya yang sangat berantakan, pecahan di mana-mana dan matanya berhenti di dinding yang terdapat bekas darah. Lantas memeriksa tangan Erlang, ia menepuk dahinya sendiri kuat.

Erlang memeluk Ivy kuat dan menumpahkan tangisnya. Mengabaikannya, Ivy menutup pintu rumah sebelum tetangga-tetangga mereka memasang telinga mereka.

Ivy naik ke kamar mereka dan membiarkan Erlang yang tersedu-sedu memeluknya dari belakang.

"Duduk!"

Tak mau membantah dan duduk sedangkan Ivy berjongkok dan memeriksa tangan kanan Erlang yang terdapat luka. Ia menghela napas pasrah dan mengelus tangan itu dan kemudian menatap tajam suaminya.

"Maaf ya aku gak bilang ke kamu soal ini," Ivy benar-benar menyesal, ia mencium punggung tangan Erlang sambil menangis.

Erlang tanpa basa-basi membawa Ivy duduk di pangkuannya mengusap lembut pipi penuh deraian air mata itu, ia mengecup pelan pipi itu berulang kali tak perduli jika tangis Ivy semakin deras.

"Iya Erlang maafin kok, sekarang jangan nangis ya. Ivy bisa ceritain pelan-pelan, hmm."

Erlang menyuruh gadis itu untuk bersih-bersih dan beristirahat soal ceritanya nanti saja karena istirahat lebih penting.

Pukul 15.45 WIB, Erlang terbangun ia masih memeluk erat tubuh Ivy yang hangat. Selama satu hari ia tak bisa bertemu dengan Ivy membuat ia hampir gila karena Ivy sudah menjadi candunya. Menatap wajah tenang gadisnya, perlahan Erlang mencium bibir gadis itu cukup lama sampai Ivy merasa terganggu.

Ivy hendak menjauhkan kepalanya namun tangan Erlang bergerak lebih cepat dan menahan kepala gadisnya. Dirasa sudah lama, Erlang melepas tautan bibir mereka kemudian membiarkan Ivy meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Erlang menyelipkan helaian rambut Ivy ke belakang telinga. "Masih capek atau lapar?"

Ivy menggeleng lemah dengan cepat ia menenggelamkan kepalanya ke dada bidang sang suami yang polos, kebiasaan lelaki itu saat tidur tidak memakai baju.

Tiba-tiba Ivy bangkit dan mengambil tempat, Erlang hanya menatap lalu ikut melakukan seperti Ivy. Kini keduanya duduk bersila sambil menatap satu sama lain.

"Kenapa gak nanya ke papa atau mama?" Tanya Ivy.

Erlang memiringkan kepalanya dan terlihat berpikir, "Rencananya kalo dua hari kamu gak pulang mau dikasih tau aja. Aku gak mau buat papa sama mama khawatir."

Ivy tertawa membuat ia terlihat cantik walau tidak mencuci muka.

"Kalau kamu kasih tahu pasti kamu bakalan tau keberadaan aku," tutur Ivy mendapat pelototan dari Erlang.

"Mereka tau kamu buat geng?"

Ivy mengangguk.

"Lynx bukan geng tapi semacam organisasi tidak resmi perlindungan perempuan yang gue buat atas izin mama sama papa," jelas Ivy kemudian.

"Dari luar kayak geng gitu jadi dikira geng," balas Erlang. "Istriku idolaku."

"Idola?" Beo Ivy tak paham dengan lanjutan perkataan suaminya.

"Hu'um, dulu sebelum ketemu sama kamu. Aku ngidolain sama Vy cma, kamu kan satu-satunya ketua bergendre perempuan apalagi reputasi kejam sama bringas itu."

Kamu milikku! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang