Hi, Wait

5.8K 512 8
                                    

Satria menghela, dia lelah dengan rumus matematika di depannya. Dia menoleh, melihat anak kelas 10 yang tengah berolah raga di lapangan. Mereka berlarian di lapangan. Jenuh, itu yang dirasakan Satria akhir-akhir ini. Padahal sudah beberapa minggu ini dia telah menjadi siswa kelas dua belas, dimana sebentar lagi akan menghadapi UN. Tetap saja, Satria lelah. Dia butuh waktu untuk sendiri, mungkin pulang nanti dia akan pergi ke suatu tempat? Mungkin mal, ke bioskop atau hanya sekedar makan siang. Entah yang penting dia ingin pergi.

"Oi! Set dah gue panggil dari tadi juga, laper kaga lu?" Doni yang duduk di sebelahnya menepuk pundak kanan Satria, membuatnya menoleh dengan tampang datar. "Gue bosen. Cabut yuk?"

Mata Doni langsung melebar, "Lo oke Sat? Lo ngajak gue bolos? Sorry aja nih, nyawa gue cuman atu men. Gue sih sayang nyawa gue, gak mau deh berurusan ama kak Virza. No, thank you."

Payah, rutuk Satria dalam hati. Tak ada yang bisa diajak membolos, biasanya ada Hisyam tapi anak itu tengah berada di ujung dunia yang lain. Tanpa semangat Satria berdiri, mengikuti Doni menuju kantin. Ramai, seperti keadaan kantin pada umumnya. Manusia kelaparan bertebaran, bahkan Satria tak melihat ada meja kosong. Dia mengedarkan pandangannya, hingga menemukan Sava. Dengan cepat, Satria langsung duduk di sebelah Sava dan memeluk adiknya.

"Rese lo!" Pekik Sava sambil memukul lengan kiri Satria. Dia hanya tertawa, "Oi Don, pesenin mie ayam sama es jeruk buat gue ya. Tolong."

Doni menunjukkan jempolnya pada Satria, "SIAP!"

"Tumben lo sendirian?" Satria menatap adiknya yang tengah sibuk dengan soto ayamnya. Sava menoleh, "Sabil lagi ke toilet dulu. Biasa cewek."

Satria mengangguk, "Yah beda sih, cewek beneran ama jadi-jadian kaya lo. Haha."

Sava mendesis, namun lebih memilih mengabaikannya. Menurutnya soto miliknya lebih seksi dibanding perkataan tidak penting dari Satria. Untungnya, mie ayam pesanannya sudah datang bersama dengan Doni yang memilih makanan yang sama. Mereka sibuk dengan makanan masing-masing, tanpa memperdulikan orang-orang yang menatap mereka heran.

Heran dan bingung karena si ketua kelas mereka yang ramah namun tak tersentuh itu duduk dengan seorang gadis. Bahkan tadi sempat memeluknya dan bukan jadi rahasia lagi jika keduanya sering berangkat juga pulang bersama. Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa?

"Gue gak suka deh sama cewek itu," Alisa menyipit ke arah meja Satria. Menunjuk ke arah Sava dengan jijik, diikuti anggukan dari dua temannya.

"Gue juga ... penasaran hubungan mereka apa sih? Pacaran kah?" Pertanyaan dari Meta langsung dibalas dengan tatapan tajam Alisa, "Gak. Gak bakal kejadian yang bener aja deh. Satria mana demen ama yang kaya gitu jenisnya."

"Yah, tapi mereka keliatannya akrab dan intim banget tuh." Sasa menunjuk ke arah Satria yang tengah menghapus noda di pinggir bibir Sava. Alisa menggertakkan giginya, "Kita harus kasih pelajaran ke cewek itu."

Sasa dan Meta sendiri hanya mengangkat bahu, keputusan sudah dibuat. Lagi, jika mereka tak melakukannya yang ada mereka yang akan menjadi tumbal. Siapa yang tak kenal Alisa? Seluruh penjuru sekolah pun tahu, gadis itu merupakan salah satu penyumbang dana terbesar dan menjadi anak emas guru-guru. Cantik dan merupakan model yang tengah naik daun sampai ke tingkat internasional. Belum lagi, dia terkenal kejam. Tak ada yang boleh menentangnya, tak ada yang boleh merebut Satria darinya. Karena seluruh anak Tripalas tahu, Alisa sudah jatuh untuk Satria dan ada peraturan tak tertulis jika tak ada yang boleh mendekati Satria kecuali dia. Tak ada yang boleh mendekati Satria selain dia.

* * *

"Bil, gue ke kamar mandi dulu ya. Lo tunggu disini deh," Sabil mengangguk kemudian Sava berjalan menuju kamar mandi. Sekarang sudah jam pulang sekolah, sementara mereka masih menunggu kak Satria selesai ekskul. Rencananya lelaki itu memang ingin mengantar keduanya pulang terlebih dahulu.

SpacesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang