Just a Kiss

4.3K 394 2
                                    

"Kenapa lo marah?" Alex berkata dengan santai, sedangkan wajah Sabil sudah memerah antara menahan amarah dan tangis. "Itu cuma ciuman, oh jangan bilang lo sama Satria belum pernah ciuman?" Tambah Alex.

Melihat kebungkaman Sabil membuat senyum di bibir Alex terbit. "Oh, did I just stole your first kiss?"

Dan saat itu juga kesabaran Sabil habis, tangannya melayang menuju pipi Alex dengan suara kencang. Alex tidak menyangka dia akan mendapatkan tamparan dari Sabil, tamparan yang benar-benar kencang sampai membuat telinga kanannya berdengin. Dan di hadapannya, air mata Sabil luruh juga. Dia menangis tanpa suara, menahan segala emosi yang dia tahan.

"Oh ayo lah, itu kan cuma ciuman. Bahkan gak sampe lima detik," ujarnya. Sabil tak membalasnya, gadis itu langsung menarik ranselnya yang tergeletak di atas meja dan keluar dari ruangan basket. Dan Alex hanya dapat terdiam, dia tak menyesal. Katakan dia merupakan orang jahat, tapi sejujurnya dia tak menyesal. Setidaknya ada satu hal yang tidak akan pernah bisa Satria miliki. Tentu karena Alex telah merebutnya, dia telah merebut ciuman pertama Sabil.

*

Beberapa menit sebelumnya ...

"Lo tunggu sini bentar ya Bil," Satria menuntun Sabil untuk duduk di salah satu bangku yang ada di ruangan basket. Kemudian dia tersenyum, "Gue mau mandi dulu sebentar. Jangan kemana-mana."

Setelah melihat anggukan dari Sabil membuat Satria menepuk kepalanya beberapa kali, baru lah Satria keluar dari ruangan basket dengan tas Nike miliknya. Sabil sendiri memilih untuk mengeliling ruangan yang sebesar ruang kelasnya. Di dinding terdapat banyak foto tim basket dari waktu ke waktu. Juga terdapat lemari kaca di ujung sebelah kanan yang terisi penuh dengan piala dan piagam kemenangan tim basket. Sebuah piala besar yang tingginya setengah badan Sabil, berada di samping kiri lemari tersebut. Terlalu besar hingga tak cukup berada di dalam lemari kaca tersebut.

Alex masuk saat Sabil tengah memunggunginya, kejadian beberapa hari lalu membuatnya menggeram tertahan. Dengan seringai menyeramkan, dia menarik tubuh Sabil hingga kini mereka berhadapan. Dia membungkukkan tubuhnya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa centi meter, refleks Sabil pun mundur. Namun yang ada dia malah menabrak lemari kaca di belakangnya. Lagi, Alex tersenyum penuh kemenangan.

"Kenapa? Lo gak bisa lari ya?" Alex tersenyum, dia maju satu langkah kemudian menaruh kedua tangannya di sisi tubuh Sabil. Kali ini, Sabil tak bisa lari.

"Lo mau apa?" Sabil menatap Alex berani, walau pada kenyataannya suaranya bergetar ketakutan.

Alex sendiri tak mengatakan apa pun, namun semakin mendekatkan dirinya pada Sabil. Dan bibir mereka pun bertemu, satu, dua, tiga dan di detik ke empat kesadaran Sabil kembali. Dengan kekuatan yang masih dia miliki, Sabil mendorong Alex menjauh. Kepalanya kosong saat bibir mereka bersatu. Dia bahkan tak tahu harus bagaimana, perasaannya kini campur aduk.

Dadanya bergemuruh, sedangkan tangannya terasa dingin. Dia merasa seperti cewek murahan. Dan melihat senyum menyebalkan Alex membuatnya semakin merasa demikian. Senyuman itu membangkitkan amarahnya. Sabil marah, bagaimana bisa lelaki itu mengambil ciuman pertamanya? Bahkan mereka tidak memiliki hubungan apa pun.

Satu hal yang dapat Sabil lakukan hanya lah memandang Alex penuh amarah.

*

Satria tengah melangkahkan kakinya menuju ruangan basket dengan tas Nike miliknya. Dia bersiul senang, dengan ringan Satria membuka pintu ruangan klubnya. Tapi, tak ada seorang pun di sana. Sekali lagi, Satria melongok namun tak menemukan satu pun orang di sana. Tak ada Sabil, entah kemana gadis itu pergi. Jadi, Satria berinisiatif untuk menghubungu gadis itu tapi yang menjawab malah kotak suara miliknya. Satria berdecak, dengan kesal dia berbalik dan berlari mencari gadis itu.

SpacesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang