If You Happy, I'm Happy

3.8K 364 17
                                    

"Nih Bil, private marriage party at my home tommorow," Sava mengulurkan kartu undangan berwarna silver sambil berbisik di telinga Sabil. Senyum muncul di bibirnya, "Ecie, akhirnya jadi juga. Oh, Anny udah lo kasih, 'kan?"

Sava menaik turunkan alisnya kemudian mengangguk. "Udah lah, jangan lupa dandan yang cantik ya."

Sabil pun mengulurkan jempolnya pada Sava. "Pasti."

Setelah itu Sabil meraih ranselnya dan mengaitkannya di bahu kiri. Ia menatap ponselnya kemudian kembali tersenyum, Satria sudah menunggu di parkiran. Sabil pun mempercepat langkahnya, setengah berlari menuju parkiran. Satria berdiri di sana, bersandar di mobil sedan hitamnya. Posisi yang membuat lutut para gadis lemas; bersandar dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku dan pandangan lurus ke depan. Saat menyadari keberadaan Sabil, lelaki itu mendongak, mengeluarkan tangan kanannya dan melambaikannya ke arah Sabil.

Tersenyum kecil, Sabil mendekati Satria. "Hei? Maaf ya lama, oh ya nanti anterin ak- eh gue ke butik ya?"

Alis kiri Satria mengangkat dengan senyum kecil di bibirnya, dia mengulurkan tangan dan mengusap kepala Sabil lembut. "Oke, aku anterin." Satria tersenyum lebih lebar dan mencubit kedua pipi Sabil, gemas.

Kedua pipi Sabil menggembung, "Nyebelin! Udah ah ayo pulang! A-ku laper." Sabil langsung berlari dan membuka pintu penumpang dengan cepat, menutup wajahnya yang memerah sempurna.

Satria langsung tersenyum, sedikit demi sedikit mereka menjadi semakin dekat.

* * *

"Nona, ini undangan dari Hanum Herdian," Hans datang dengan sebuah undangan silver. Yolanda yang awalnya tengah memeriksa file biru langsung mendongak, dibukanya kartu tersebut dan sedetik kemudian dia langsung menggebrak meja. "Apa-apaan ini?" Pekiknya tertahan.

"Undangan pernikahan anak mereka, nona." Hans menjelaskan, "Masih belum dikonfirmasi siapa. Karena keluarga Herdian benar-benar menutupnya rapat-rapat."

Undangan tersebut langsung dibuang ke sembarang arah. Air matanya telah menggenang, "Cari tahu dan persiapkan gaun untukku gunakan besok."

Hans mengangguk, menatap punggung nona mudanya perlahan menjauh dan kemudian suara pintu tertutup. Dia menghela, memungut kembali undangan yang berada di lantai. Setelahnya undangan itu dilipat kembali dan di masukkan ke dalam saku jasnya.

Tak ada yang boleh memilikinya kecuali dia.

"Mungkin lebih baik aku tak memberitahunya," Hans melirih. Seharusnya mungkin memang dia tak memberitahu nonanya, namun akan lebih buruk jika nonanya tahu dari orang lain. Hans menghela napas kemudian melangkah mengikuti Yolanda.

* * *

Hari sabtu dan Sabil telah bersiap dengan gaun berwarna putih berenda dan lengan panjang. Rambutnya tergerai dan dibuat keriting alami, Sabil menambahkan jepit kupu-kupu untuk menghiasi rambutnya. Setelah membubuhkan sedikit make up dan menyemprotkan minyak wangi, dia berputar beberapa kali. Setelah merasa sempurna baru lah ia meraih tas hitamnya dan berjalan keluar kamar.

Taksi pesanannya sudah tiba, Satria tentunya sibuk dengan pesta adiknya membuatnya tak dapat menjemput Sabil. Pun Sabil tak menginginkannya, mengingat itu hanya akan membuang waktu.

Setelah mengucapkan tujuannya dia pun kembali membuka ponselnya, membalas pesan singkat dari Satria.

Sekitar satu jam kemudian dia baru sampai di depan rumah keluarga Herdian. Rumah itu terlihat ramai dengan beberapa mobil mewah yang berjajar rapi. Sabil langsung berjalan ke taman belakang, di mana pesta akan berlangsung.

SpacesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang