First Date

4.4K 416 14
                                    

Sabil menatap pantulan dirinya di depan kaca besar kamarnya. Kali ini dia menggunakan rok berwarna merah kotak-kotak hitam selutut dengan sweatshirt putih. Dia menghela, rasanya tidak cocok. Lagi, Sabil mengganti pakaiannya. Kali ini dia memilih dress berwarna putih berenda tanpa lengan. Merasa terlalu terbuka, dia pun mengambil bolero berwarna hitam. Sekarang ia merasa lebih baik, dia pun mulai mengikat rambut panjangnya dan menyisakan setengahnya. Poninya tersampir ke kanan dan terselip ke belakang telinganya. Sepatunya dia memilih menggunakan ankle boots berwarna hitam putih. Setelah siap dia pun menarik tas Zara berwarna hitam. Sabil menunggu Satria di beranda rumahnya. Tak lama sebuah sedan hitam muncul, Satria keluar dari rumahnya dengan senyum manis.

Lelaki itu menggunakan kaus putih dengan jaket hitam dan celana berwarna hitam. Untuk sepatu Satria memakai Adidas hitam putih. Dan keduanya terlihat cocok dengan pakaian dengan warna yang sama.

"Mama mana? Gue mau pamit," kata Satria dengan senyum yang memperlihatkan lesungnya. Sabil menunjuk ke arah pintu, "Di dalem."

Satria mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah Sabil dengan santai. Tak berapa lama lelaki itu keluar dengan senyum lebar, "Iya tante. Siap, tenang aja pasti aku jagain kok."

Kemudian Satria menarik tangan Sabil menuju mobil. Satria menjadi berbeda, terlalu manis. Bahkan lelaki itu membukakan pintu untuknya. Dan ini tidak baik, benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

"Oh, gue baru sadar lo keliatan benar-benar cantik dengan pakaian itu. Dan gue baru sadar warna pakaian kita sama," Satria menoleh dengan senyuman kecil.

Sabil sendiri hanya bisa mendengus, "Dan lo keliatan aneh dengan tindakan lo yang aneh ini."

"Aneh gimana?" Satria tidak mengerti, menurut Sava tindakan itu merupakan tindakan yang manis. Seharusnya semua perempuan memang menganggap itu memang tindakan yang manis bukan? Kenapa Sabil malah menganggapnya aneh?

"It's doesn't suit on you, just be yourself, Sat. Lo malah bikin gue takut dengan tindakan manis ini," kata Sabil jujur. Satria sendiri malah tertawa mendengarnya, "Lo aneh tahu gak sih? Banyak perempuan di luar sana yang menganggap hal ini tuh manis."

Sabil mengibaskan tangannya, "I'm not kind of girl. Jadi ya jadi diri lo sendiri aja lah."

Satria menyandarkan dirinya pada bangku mobil, kali ini lebih rileks. Satria tak menyesal telah memilih Sabil sebagai "pacarnya". Gadis di sebelahnya tak menuntut banyak, tak juga menuntut untuk menjadi pria yang romantis. Gadis ini malah memintanya untuk menjadi dirinya sendiri dan itu membuat dadanya menghangat.

"Ini One Ok Rock, 'kan?" Sabil menunjukkan album dari grup band asal Jepang tersebut. Satria langsung mengangguk, "Iya lo tahu mereka?"

"Enggak sih, 'kan ada tulisannya," Sabil menunjuk tulisan nama band tersebut. Saat itu jika saja Satria tidak tengah menyetir sudah pasti Satria akan menyubit kedua pipi Sabil. Dan sepertinya keinginan itu dapat terwujud karena di depan lampu berubah menjadi warna merah. Satria langsung mengambil kesempatan itu untuk menyubit kedua pipi Sabil.

"Lo kok bloon banget sih?" Katanya sambil mencubit pipi Sabil. Sabil sendiri hanya bisa menyebikkan bibirnya, "Ye emang salah gue apa? Orang gue cuma nanya kok lu jadi nyubit gini? Sakit tahu."

Satria hanya tertawa mendengarnya kemudian kembali menjalankan mobilnya menuju arah pusat Jakarta. Setelah sampai di salah satu tempat perbelanjaan ternama di Jakarta, Satria menggandeng tangan Sabil menuju lantai teratas pusat perbelanjaan tersebut. Mereka sampai di restoran terbuka dengan lilin cantik di tiap meja.

Satria membawa Sabil menuju salah satu meja dekat pembatas dinding, salah satu yang langsung menghadap ke pemandangan kota yang indah. Pancaran cahaya dari gedung pencakar langit membuat malam itu terlihat indah. Sabil menatap Satria tak percaya, mungkin yang satu ini lumayan membuatnya terkesan.

SpacesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang