I Hate You

4.9K 472 1
                                    

"Telat! Anjir gue telat!" Sabil berlari ke arah gerbang utama tapi, nyatanya gerbang itu sudah tertutup rapat dan tak ada kesempatan untuknya masuk. Dia berdecak, hanya ada satu cara. Dia pun berjalan memutar menuju pintu belakang. Pintu itu sudah lama tak dipakai, tapi tetap di kunci rapat. Tak masalah, yang penting adalah dia bisa memanjat dari sana. Dengan susah payah Sabil menaiki pintu pagar perlahan.

"Gimana turunnya ya?" Sabil bertanya pada dirinya sendiri. Tak ada pijakan untuk turun dan jika loncat dari pagar ini kemungkinan terburuknya hanya lah kakinya terkilir. Yah, tak masalah. Dan Sabil pun memilih untum melompat, dia menutup matanya.

"Sakit!" Bukan, itu bukan Sabil. Jadi dia membuka matanya dan mendapati seorang lelaki yang menjadi alasnya. Pantas saja dia tak merasa sakit, dengan terburu Sabil bangkit dan duduk di sampingnya. "Maaf, gue salah. Aduh, pasti sakit ya? Lo masih idup kan?"

Lelaki itu hanya menatap Sabil kesal, "Gak usah nanya kali. Ya sakit lah, malah lo berat lagi. Kaya sapi."

Mulut Sabil sukses terbuka, "Sialan! Gue gak seberat itu! Berat gue itu cuma 52 kg!"

"Dengan tinggi lo yang bahkan gak sampe ketek gue, lo itu gendut." Lelaki itu menyeringai. Membuat Sabil maju beberapa langkah dan menendang tulang keringnya, "Gue emang pendek, tapi gue gak segendut itu! Ini karena elo yang terlalu tinggi."

Setelah itu Sabil berbalik dan menderap menuju kelasnya. Sukses, lelaki yang bahkan tak diketahui namanya itu sukses membuat dia kesal. Sebenarnya Sabil tidak pendek, tingginya sekitar 156 sentimeter. Sedangkan lelaki tadi tingginya mencapai 190 sentimeter. Jadi ya menurut lelaki itu pasti Sabil pendek.

"Hei, kamu mau kemana?" Teriakan dari Bu Hani membuat Sabil menoleh galak, "Kelas lah! Masa kandang."

Bu Hani melongo mendengarnya, "Berani banget kamu!"

"Udah deh Bu saya bete nih. Masa saya dibilang gendut. Padahal berat saya itu 52kg. Huee," Bu Hani hanya melongo melihat muridnya yang menangis tersendu di depannya. Bahkan beberapa murid sampai melongo melihat mereka, "Aduh udah jangan nangis lagi. Ya udah kamu masuk aja ke kelas sana."

Sabil menghapus air matanya dengan cepat dan mengangguk. Dengan susah payah dia berjalan menuju kelasnya, belum lagi napasnya yang terasa tak dapat keluar. Mampet. Ini senua karena orang aneh yang tiba-tiba muncul dan berkata di gendut. Payah.

* * *

Satria mengernyit, "Lo kenapa deh Lex? Muka lo gak enak gitu. Udah bolos juga lo."

Alex hanya memutar manik matanya, "Abis ketiban sapi." Alis kanan Satria naik, "Emang ada sapi yang turun dari langit?"

"Itu perumpamaan, jenius." Alex mendengus. Sedang Satria hanya mengangguk, "Tapi kenapa muka lo malah bahagia gitu ya?"

"Mau mati lo?" Satria tertawa mendengarnya, "Lo yang mati duluan kalo berani nyentuh gue sedikit aja, Lex."

Kemudian Satria meninggalkan Alex yang berdiri diam di tempatnya. Satria itu teman sekaligus musuh, Alex bahkan tak tahu perasaannya lebih condong ke teman atau musuh. Alex menghela, menatap langit biru di atasnya. Alex benar-benar benci pada Satria, lelaki itu terlalu sempurna. Dan dia tak bisa mengalahkannya. Lekaki itu bukan hanya tampan tapi juga cerdas dan kaya. Bukan ... dia jenius.

* * *

Sabil tengah memakan bakso miliknya saat Sava datang, dia hanya menoleh sekilas kemudian melanjutkan makannya.

"Oi Va, masa tuh orang ngeliatim lu mulu." Sava menunjuk ke seorang lelaki yang jelas-jelas memandang ke meja mereka. Sabil berdecak, "Bukan gue, lo kali."

Sava malah tertawa mendengarnya, "Lucu lo. Liat tuh dia kesini kan. Mau nyamperin elo kayanya."

Dan lekaki itu benar-benar menuju ke meja mereka. Bahkan memilih duduk di depan Sabil dengan senyum yang membuat Sabil kesal. Kenapa lelaki ini duduk di depannya dengan seringai menyebalkan?

"Gue mau minta tanggung jawab lo," satu alis Sabil naik mendengarnya. Matanya menyipit, "Gue bahkan gak kenal sama lo."

"Heh, sapi! Tadi pagi jelas-jelas lo ... " dia berhenti dengan seringaian, "Lo tau itu sakit banget. Kayanya tulang gue ada yang kegeser deh."

Kontan mata Sabil membulat, "Serius?" Lelaki di depannya hanya mengangguk, "Iya sakit banget nih."

Dengan susah payah Sabil menelan air liurnya, "Em... terus lo mau gue ngapain?"

Tangan lelaki itu mengusap dagunya, "Gue masih belum tau, buat sekarang gue minta kontak lo aja."

Dengan cepat Sabil meraih ponsel lelaki yang bahkan belum dia tahu namanya. Setelah menambahkan nomernya di ponsel milik lelaki itu dia mengembalikannya dengan senyum datar, "Udah. Gue kasih 3 permintaan, tanpa hal mesum di dalamnya."

"Oh, nama gue Alexander Daniels kelas 12 IPA 1. Dan lo?" Alex tersenyum simpul. Sabil sendiri malah memutar manik matanya, "Sabil 11 IPS 1. That's all you need to know."

Alex mengangguk paham kemudian berdiri, "Gue saranin lo siap-siap karena mungkin permintaan gue sulit lo jalanin."

Sabil mengerjap, "Orang aneh."

"Dia yang bikin lo nangis? Gara-gara sapi itu ye? Tapi nyambung sih sapi sama Sabil kan deket." Sava langsung mendapat toyoran di kepalanya oleh Sabil. "Jangan asal ngomong."

"Lagi gue benci sama dia." Sabil mencibir. Kemudian ponselnya bergetar, menampilkan notifikasi LINE!

AlexanDaniels

For your information, I hate you to :)

Sabil melongo, bagaimana bisa dia tahu? Jangan-jangan pendengarannya benar-benar tajam? Astaga, Sabil harus lebih hati-hati jika membicarakan lelaki itu. Alexander Daniels akan masuk ke dalam black list nomer satu dalam hidup Sabil.

"Lo tau kita gak boleh terlalu benci sama orang, nanti ketula." Sava memperingatkan sambil menepuk pundak Sabil. Lagi, gadis itu memutar manik matanya, "Bodo amat. Dia ngeselin sih."

Sava hanya tertawa mendengarnya. Entah mengapa instingnya mengatakan bahkan lelaki itu akan menjadi seorang yang penting di hidup Sabil. Sava percaya bahwa nanti Alex akan menjadi salah satu yang menjadi andalan bagi Sabil. Dan sampai saat instingnya tak pernah salah.

* * *

Oke ini pendek banget. Soreryyy. Nah ada tokoh baru Alex nih hagahaha xD
Salam,
-Ritonella.

SpacesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang