Bab 18. Paman William

489 80 9
                                    

Launa berhasil membohongi Andreas agar bisa pergi malam ini. Alasannya, dia ingin menenangkan diri di rumah bibi Pricilla. Setelah diizinkan, paman Logan menjemputnya. Semua sudah diatur sedemikian rupa, itu sebabnya Launa diturunkan di depan bar. Tadi, dia sempat berganti pakaian di kamar mandi sebuah minimarket agar bisa masuk ke bar ini.

"Berhati-hatilah," ucap paman Logan sebelum Launa turun.

"Paman tidak perlu khawatir, aku tidak sendirian. Ada Axton juga yang membantuku," balas Launa.

"Sepertinya kalian makin dekat. Apa sebentar lagi paman dan bibi akan mendapatkan keponakan?" canda Logan.

"Paman ini bicara apa?" Launa tersipu. "Aku turun dulu, paman dan bibi tolong pastikan kembali wanita itu tidak akan melakukan kesalahan."

"Tenang saja."

Launa pun turun dari mobil tua Logan. Dia berjalan anggun menuju pintu bar yang dijaga ketat oleh dua orang berbadan kekar. Dia tunjukkan member card berlogo VIP pada kedua penjaga itu, izin masuk pun didapat dengan mudah. Kartu itu diberikan oleh paman Logan tadi, entah didapat dari mana.

Hingar-bingar musik terdengar saat Launa sudah melangkah ke dalam. Kepulan asap, aroma alkohol, wanita berpakaian seksi dan pria hidung belang membaur jadi satu di sana. Tempat ini adalah surganya manusia yang ingin bersenang-senang.

"Seksi sekali." Tiba-tiba seorang pria berbisik mesra di telinga Launa.

Launa menoleh dan mendapati Axton tercengir di sampingnya. "Matamu pasti sudah kenyang melihat banyak wanita seksi di sini," sindirnya.

"Siapa yang kau maksud?"

"Mereka." Launa menunjuk para penari seksi yang sedang dipuja-puja oleh pria hidung belang. Para penari itu dilempari uang sehingga tariannya makin sensual.

"Mereka?" Axton menaikkan sebelah alis. "Yang aku maksud itu dirimu," ucapnya kemudian.

Launa tersipu, tapi pandai menutupi ekspresinya. "Sudah, jangan bercanda terus. Mana paman Wil?" tanyanya.

"Arah jam dua belas," jawab Axton.

Launa memusatkan pandangan dan melihat paman William sedang duduk seorang diri ditemani berbotol-botol minuman. Nyaris setiap malam, di sinilah pria itu menenangkan pikiran saat merasa tertekan dengan istrinya.

Saat tiba-tiba William menoleh, Axton dengan sigap menutupi tubuh Launa dengan cara memeluknya, sehingga William hanya bisa melihat bagian belakang tubuhnya.

"Apa dia melihat kita?" tanya Launa cemas.

Axton menoleh perlahan, mengecek. William kembali minum, sama sekali tidak menunjukkan gelagat curiga. "Sepertinya tidak," ucapnya.

"Kalau begitu lepaskan aku, jangan modus." Launa menyikut Axton.

Axton terkekeh.

Tak lama kemudian seorang wanita duduk di samping William.

"Apa dia orangnya?" tanya Axton.

Launa mengangguk. Di telepon Bibi Pricilla mengatakan wanita itu akan memakai gaun seksi berwarna merah dan ikat rambut kuning. "Menurutmu paman Will akan tergoda?" tanyanya.

"Tergantung seberapa hebat wanita itu menaklukkannya. Paman Will sangat mencintai bibi Abigail by the way," sahut Axton.

"Bibi Pricilla tidak akan membayar seorang yang amatir," ucapnya yakin.

"Bagaimana kalau kita duduk? Aku sudah menyiapkan meja untuk kita menonton," ajak Axton.

Launa tersenyum. Tangannya digandeng oleh Axton ke sebuah meja yang berada menyudut dari meja bar, posisi yang pas untuk menonton paman William, akan tetap tetap aman.

Love, Money and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang