Bab 27. Pembalasan Andreas

354 64 6
                                    

Suara bising yang terdengar nyaring di telinga membuat Launa akhirnya terbangun. Alisnya bergerak seiring matanya yang perlahan membuka. Silau dari cahaya matahari mengenai tepat di bola mata, rasanya cukup menyakitkan. Launa ingin bergerak, akan tetapi tubuhnya seperti ditahan oleh sesuatu. Dia pun menoleh ke bawah dan mendapati dirinya terikat di sebuah kursi kayu. Saat melihat ke depan, ternyata Andreas ada di sana sedang menyalakan gergaji mesin.

"Kau sudah bangun jalang kecil?" Itu suara Andreas.

Launa mencoba berontak, akan tetapi tubuhnya terikat sangat kuat. Dia juga tidak bisa bergerak terlalu aktif, karena posisi persis berada di tepi jurang. Bila kursi itu terbalik, maka Ia dan kursi itu akan jatuh ke bawah.

Andreas membawa gergaji mesin yang biasa digunakan untuk memotong kayu itu mendekat pada Launa. "Kau mau tahu apa kegunaan benda ini?" tanyanya.

Launa menatap Andreas begitu benci.

"Ini akan aku gunakan untuk memotong kepalamu, agar tidak ada keajaiban lagi yang bisa membawamu hidup untuk kedua kalinya," ucap Andreas. "Kali ini aku akan memotong tubuhmu menjadi bagian kecil."

Launa menahan napas saat gergaji itu didekatkan ke lehernya, tapi kekeh Andreas jauh lebih menakutkan saat ini.

Andreas mematikan mesin itu. "Kau bisa bernapas dulu sekarang, karena aku masih menunggu seseorang agar ikut menyaksikan kepalamu lepas dari tubuhmu," ucapnya.

Launa berusaha melepaskan diri dan percuma saja. Ikatan Andreas sangat kuat, tali itu mengelilingi kaki hingga dadanya.

"Kau ingat tempat ini?" tanya Andreas dengan sebelah alis menukik. "Dulu aku dan keluargaku membuangmu ke sini. Aku melihat matamu saat itu, kau begitu ketakutan. Tapi sekarang, bahkan warna matamu saja berbeda."

Andreas duduk di batu berukuran besar, sedikit berjongkok. "Bagaimana kau bisa selamat? Ceritakan, aku mau mendengarkan dongengmu," ucapnya bersantai.

Launa tersenyum sinis. "Kau salah. Aku bukannya selamat, tapi bangun dari kematian. Aku yang sekarang ini bukanlah Launa yang kau kenal. Aku jauh lebih jahat," ucapnya memanasi.

Andreas menggaruk alisnya. "Ya, aku akui kau cukup hebat. Kau mampu mengelabui kami semua dengan sifat polosmu yang palsu. Tapi sayang, kau menyisakan orang yang salah di akhir rencanamu. Aku masih hidup dan tidak akan membiarkanmu bahagia setelah menghancurkan keluargaku," balasnya lebih sinis.

"Tidakkah kau merasa ini semua adalah balasan atas perbuatan kalian yang keji? Ini karma untuk kalian."

Andreas tertawa. "Sepertinya kau tidak tahu, seorang penjahat tidak akan mengerti tentang karma. Selagi nyawanya masih ada, dia akan terus memburu targetnya," ucapnya.

"Sekarang giliranku yang cerita. Aku ingin memberitahumu bagaimana cara kami membunuh Kakekmu yang tersayang." Andreas memancing.

"Pergi saja kau ke neraka, Andreas!" teriak Launa.

"Kakek Vince yang malang. Malam itu seharusnya dia masih hidup andai tidak mendengarkan percakapanku dengan grandma. Dia pikir dia cukup kuat untuk membalas kami, padahal untuk berdiri saja tidak sanggup. Aku mendorongnya dari tangga, dan dia sangat kesakitan."

"Terkutuk kau, Andreas!!" Launa pun mengamuk. Dia tidak peduli andai harus mati sekarang asalkan bisa membawa Andreas bersamanya ke neraka.

Andreas tertawa.

Tidak berselang lama, sebuah mobil datang. Andreas langsung berdiri di dekat Launa dan menodongkan pistol. Axton yang tadinya membawa senjata, terpaksa membuang senjata itu demi keselamatan Launa.

"Lepaskan dia," desis Axton.

"Kenapa kau sangat peduli padanya? Bukankah dia istriku?" tanya Andreas sambil tersenyum sinis.

"Selesaikan masalahmu denganku, Andreas. Kau biarkan Launa pergi, kita selesaikan ini secara jangan," ucap Axton.

Andreas menembak, namun hanya di dekat kaki Axton yang hendak maju. Launa sampai menjerit ketakutan. "Kalau kau berani mendekat, peluru selanjutnya akan menembus kepala Launa."

Axton pun tidak bergerak lagi. "Semua ini aku yang merencanakan, Launa hanya bidak catur yang kuperalat untuk membalas dendam," ucapnya.

Launa menggeleng, tidak mau Axton menanggung semuanya sendirian.

"Termasuk meniduri istriku, itu juga rencanamu?" Andreas sangat marah, wajahnya tidak sesantai tadi. "Kalau kalian begitu ingin bersama, biar aku kirim kalian berdua ke neraka."

Andreas meletakkan ujung pistolnya ke kepala Launa, membuat wanita itu menahan napas dengan wajah penuh keringat.

"Jangan lakukan itu." Axton menggeleng panik.

Sesaat kemudian ...

DOR!

Sebuah tembakan terdengar. Axton begitu kaget mengira Andreas telah menembak Launa. Detik itu sangat mencekam, namun ternyata bukan Launa yang tertembak, melainkan Andreas.

Andreas tumbang di tangan Logan.

"Launa!" Bibi Pricilla menghampiri Launa dengan segera, begitu juga Axton. Mereka bersama-sama melepas ikatan yang membelit Launa.

"Terima kasih Paman, Bibi. Kenapa kalian bisa di sini?" tanya Launa.

"Aku yang membawa Paman dan Bibi. Mereka bersembunyi di mobil," ucap Axton.

"Kau tidak apa-apa sayang?" Pricilla memeluk kepala Launa.

Di saat semua orang lengah, Andreas bergerak. Pria itu menahan sakit yang membakar perutnya. Dia mengangkat tangannya sebisa mungkin, lalu mengarahkan pistol ke dada Axton.

DOR!

Semua orang terkejut, belum tahu siapa yang tertembak. Mereka bersama-sama menoleh ke Andreas, lalu berpaling pada ke mana arah pistol itu diletuskan. Saat itu, Axton pun belum sadar sampai dadanya mulai berdarah. Dia terhuyung ke belakang, air matanya menetes saat melihat Launa menatapnya.

"Axton!" Launa menjerit.

"Tidak ..

Terlambat sudah, tubuh Axton sudah lebih dulu terjatuh ke bawah sebelum Launa sempat meraihnya. Pricilla dan Logan pun begitu terkejut, namun tidak ada yang bisa mereka lakukan.

Andreas tertawa, padahal mulutnya sudah berlumuran darah. Dia sangat puas meski hanya Axton yang terkena tembakan. Setelah satu tendangan di kepala yang dilakukan oleh Logan, Andreas tidak sadarkan diri lagi.

"Tidak. Axton, kau tidak boleh pergi begini." Launa berusaha melihat ke bawah, namun tidak ada yang bisa terlihat.

Saat Launa berniat melompat, Pricilla memeganginya.

"Bibi, aku yakin Axton masih hidup. Dia pasti baik-baik saja. Tolong lepaskan aku Bibi, aku harus menyelamatkannya."

"Tidak sayang. Tidak ada yang bisa selamat setelah jatuh ke bawah sana. Kita juga kehilangan Laura di sana," isak Pricilla.

Launa menjerit sekeras-kerasnya. Dia menangis dan meraung meluapkan rasa sakit yang hatinya derita. "Tidak. Aku tidak mau kehilangannya, Bibi. Aku mohon selamatkan dia ..." rintihnya.

Tidak ada yang bisa Logan atau Pricilla lakukan, mereka hanya bisa menemani Launa dalam kesedihan. Selalu ada yang berkorban di dalam sebuah perjuangan.

***

Vote dan Komennya jangan lupa ^^

Love, Money and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang