Bab 17. Selamat (lagi)

567 83 10
                                    

Pagi ini, ketenangan keluarga Allister kembali diguncang oleh kedatangan Launa yang diantar oleh dua petugas kepolisian. Mereka yang menyangka Launa sudah tewas di tangan para pembunuh bayaran, ternyata kembali lagi dalam keadaan selamat. Dua hari wanita itu tidak kembali, entah apa yang dilaluinya sehingga dia tampak sangat menyedihkan. Wajahnya kotor oleh tanah, rambutnya terurai kusut dan pakaiannya robek di sana-sini.

"Launa, sayang kau dari mana saja?" Agatha menyeruak di antara anggota keluarga yang lain. "Astaga, apa yang terjadi denganmu?" Dia memeriksa tubuh Launa seolah sangat khawatir.

"Selama dua hari ini aku mengalami hari yang buruk, Ibu. Rasanya seperti mimpi buruk," isak Launa pura-pura.

"Di mana anda menemukan cucu saya Pak?" tanya Nensi, lebih ke penasaran bagaimana para polisi itu bisa menemukan Launa.

"Kebetulan kami sedang melakukan patroli di sekitar hutan, lalu bertemu dengan Nyonya Launa yang tersesat. Untungnya Nyonya Launa baik-baik saja, sehingga kami bisa menanyakan alamat pulang padanya," beritahu salah satu Polisi itu.

Nensi dan Agatha saling lirik.

"Sayang, kenapa kau ke hutan? Apa yang kau lakukan di sana?" Agatha kembali berakting.

"Ada yang menculikku, Ibu. Orang itu mengaku sebagai sopirnya Andreas, tapi ternyata dia orang jahat," isak Launa.

"Astaga, mengerikan sekali. Apa kau baik-baik saja? Mereka melakukan sesuatu padamu? Anakku yang sangat malang." Agatha memeluk Launa, berpura-pura sedih.

"Aku baik-baik saja, Ibu. Untungnya aku bisa melarikan diri."

Nensi dan Agatha kembali saling lirik, entah apa yang mereka pikirkan. Abigail membisikkan sesuatu pada William, lalu William berbisik pada Nensi.

"Bagaimana kau bisa melarikan diri, Launa? Mereka pasti membawa senjata, bukan?" tanya Nensi sangat penasaran.

"Sepertinya mobil yang membawa nyonya Launa mengalami kerusakan pada rem sehingga menabrak pohon," beritahu Polisi itu. "Saat kami sampai di lokasi terakhir yang Nyonya Launa beritahukan, sopir mobil itu sudah tidak ada."

"Iya Grandma, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Aku terus masuk ke hutan hingga akhirnya tersesat," ucap Launa. "Aku sangat takut. Aku takut tidak bisa bertemu dengan kalian lagi." Launa menangis dalam pelukan Agatha.

Agatha mengusap punggung Launa, akan tetapi tidak seperti usapan yang menenangkan bagi Launa. Malah dia merasa seperti tangan itu ingin sekali mencekiknya.

"Nyonya, bila anda ingin membuat laporan, kami akan meneruskan kasus ini dan mencari pelakunya," ucap Polisi itu.

"Sepertinya tidak perlu. Lupakan saja, kami sudah cukup senang Launa bisa kembali dengan selamat," ucap Nensi cepat. Jelas sekali dia tidak mau para penjahat itu tertangkap sehingga akan berbahaya untuknya.

"Baiklah kalau begitu. Kami permisi."

Launa dibawa masuk oleh Agatha. Di belakang, Nensi dan dua lainnya sibuk membicarakan sesuatu. Nensi sepertinya sedang memarahi Abigail.

"Launa, kau sebaiknya beristirahat di kamarmu," suruh Agatha.

"Iya Ibu, aku memang sangat lelah." Launa menurut.

Nensi memberi kode pada Agatha untuk mengikutinya ke kamar, juga Abigail dan William.

Andreas yang mendapatkan berita kalau Launa sudah kembali, langsung pulang dari kantor dengan perasaan bahagia. Begitu melihat Launa yang baru saja selesai mandi, dia dengan cepat memeluknya.

"Astaga, aku senang sekali. Apa yang terjadi?" Andreas sepertinya tidak berakting, jadi mungkin pria itu tidak tahu apa-apa soal penculikan ini.

"Ada yang mengaku sebagai sopirmu dan membawaku ke hutan. Dia ingin menculikku Andreas, aku takut sekali." Launa berpura-pura menangis.

Andreas melepaskan pelukan dan menatap Launa lekat. "Sungguh? Ada yang menculikmu? Siapa?" tanyanya.

"Aku tidak tahu, dia tidak bilang apa-apa."

Andreas tampak berpikir. Lalu, "Tapi kau baik-baik saja? Dia tidak sampai menyakitimu?" tanyanya khawatir.

"Seperti yang kau lihat, fisikku baik-baik saja. Tetapi mentalku ..." Launa menunduk. "Aku masih merasa takut. Aku melewati hari yang buruk selama dua hari di dalam hutan. Aku takut sekali ..."

Andreas kembali memeluk Launa dan mengusap kepalanya dengan tulus. "Maafkan aku. Maaf aku tidak bisa menjagamu. Aku berjanji hal seperti ini tidak akan terulang," ucapnya dengan serius.

Launa tersenyum. Kau sudah masuk ke dalam perangkapku, Andreas? Aku cukup terkejut bisa secepat ini.

"Launa, aku harus bertemu ibu dan grandma. Kau beristirahatlah," ucap Andreas.

Launa mengangguk.

Andreas langsung ke luar dari kamar.

Tak lama setelah itu Axton masuk ke kamar itu dan bersandar dengan santai. Pria itu sudah tiba di rumah lebih dulu sebelum Launa. Dia pergi setelah Launa aman bersama polisi.

"Kenapa kau masuk ke sini? Mereka akan curiga," ucap Launa khawatir.

"Aku merindukanmu." Axton lalu memeluk Launa. "Aku benci melihat dia memelukmu."

Launa tersenyum. Dia tidak merasa heran bagaimana Axton bisa tahu, ada CCTV tersembunyi di kamar ini yang dipasang oleh Axton. "Itu hanya sebuah pelukan. Kau lupa, sejauh apa kau sudah menyentuhku?" sindirnya.

Axton terkekeh. "Jangan biarkan dia menyentuhmu lebih dari itu. Aku bisa membunuhnya," ucapnya serius.

"Dia suamiku. Kenapa dia tidak boleh menyentuhku?" pancing Launa.

"Jangan macam-macam kalau kau tidak ingin melihatku menggila," erang Axton.

Launa tertawa. "Sudah, berhenti bercanda. Sebaiknya kau pergi dan persiapkan rencana kita untuk malam ini," suruhnya.

"Kau tenang saja, semua sudah diatur oleh temanku. Malam ini rencana kita pasti berhasil," ucap Axton.

Launa tersenyum senang. "Kalau begitu kau ke luar, jangan sampai Andreas melihatmu di sini," usirnya sambil mendorong pria itu.

"Tidak sebelum aku menciummu." Axton mendorong Launa ke pintu dan mencium bibirnya dengan intens.

Keduanya berciuman seperti magnet yang menempel satu sama lain, tidak membiarkan jarak menghalangi api gairah yang meledak-ledak dalam hati.

***

Kalau mau cerita ini lanjut sampai tamat, jangan lupa selalu vote dan komen ya.

Love, Money and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang