Bab 24. Target Selanjutnya

446 85 10
                                    

Hari-hari berikutnya perubahan diri Andreas makin menjadi-jadi. Pria itu tidak lagi menghormati Nensi dan Agatha, malah berulangkali melawan dengan kasar. Selain itu, Andreas juga mulai malas datang ke kantor, lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan bersama Launa di kamar. Hal ini membuat Agatha tidak bisa tenang, untuk itu dia mengajak Nensi bicara empat mata.

"Kita tidak bisa terus membiarkan ini terjadi, Ibu. Cepat atau lambat, wanita itu akan menguasai Andreas. Ini saja dia sudah berani melawan kita," ucap Agatha begitu cemas.

"Menurutmu, kenapa Launa tiba-tiba mendekati Andreas?" Nensi menaruh curiga.

"Apa menurut Ibu ingatannya sudah kembali?" Agatha makin panik.

"Coba kau ingat-ingat, sejak wanita itu kembali banyak masalah terjadi di keluarga ini. Awalnya Isabel menjadi gila, Becca pergi dari rumah. Setelah itu masalah lain menimpa William dan Abigail. Bukankah ini terlalu kebetulan?"

Agatha mulai memikirkannya dengan cermat. Rentetan peristiwa aneh memang datang silih berganti setelah Launa muncul. "Aku ingat, Isabel pernah memperingatkan kita kalau Launa datang untuk balas dendam. Apa jangan-jangan itu benar, Ibu. Dia hanya berpura-pura hilang ingatan untuk mengecoh kita semua," ucapnya dengan pasti.

Nensi memukul meja dengan keras. "Selama ini dia telah membodohi kita! Dia sudah membunuh putraku!" jeritnya begitu marah.

"Ibu, tenanglah. Pelankan suaramu." Agatha memegang tangan Nensi. "Dia belum tahu kalau kita mencurigainya saat ini. Biarkan tetap seperi itu. Kita harus menjalankan rencana rahasia untuk segera melenyapkannya."

"Kau benar." Nensi mengangguk.

"Ibu, biar aku yang mengurus dia. Aku akan pastikan dia mendapat pelajarannya karena sudah berani bermain-main dengan keluarga kita. Kali ini, tanganku sendiri yang akan menghabisinya," ucap Agatha penuh dendam.

"Lakukanlah. Balaskan dendam anak-anakku." Nensi lalu memukuli dadanya sembari terisak, "William yang malang. William yang malang. Kasihan sekali anakku ..."

Agatha mengusap punggung Nensi. Tujuan sebenarnya dia ingin Launa dilenyapkan adalah ingin menjaga Andreas agar tidak masuk perangkap wanita itu. Sejujurnya dia berterima kasih pada Launa karena membantu melenyapkan kedua pengganggu di rumah ini tanpa harus mengotori tangannya.

***

Keesokan harinya ...

"Launa."

Launa yang baru saja turun, menoleh pada Agatha yang memanggil. Dia pun segera mendekati ibu mertuanya itu dengan senyum ramah. "Ada apa, Ibu?" tanyanya.

"Apa kau sedang sibuk?" tanya Agatha dengan nada bicara lembut.

"Tidak Ibu. Ada apa?"

"Kau mau menemani Ibu berbelanja? Ibu sedang bosan di rumah, mungkin kita bisa sekalian berjalan-jalan. Kau juga pasti bosan hanya di rumah, bukan?" rayu Agatha.

"Memangnya aku boleh ke luar, Ibu?" Launa masih berpura-pura polos.

"Kenapa tidak?" Agatha tersenyum.

"Aku akan menelepon Andreas untuk meminta izin," ucap Launa dengan cepat.

"Tidak perlu, Launa. Ibu sudah bilang pada Andreas, dia mengizinkan."

Launa pun urung menelepon. "Kalau begitu, aku bersiap-siap dulu, Ibu." Dia langsung kembali ke kamar setelah Agatha mengangguk.

Setelah selesai bersiap, Launa masuk ke mobil yang dikendarai sendiri oleh Agatha. Ibu mertuanya itu memakai pakaian serba hitam seperti ingin mengunjungi pemakaman.

Love, Money and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang