Cinta dua hati 2

330 9 0
                                    

" Jadi, dia Awan?! "
Amerta membeliakkan kedua matanya mendengar cerita Rindu. Rindu hanya mengangguk pelan, sebenarnya ia tidak ingin Amerta tahu, tapi tak mungkin ia berbohong.
" Lalu apa ia datang dengan gadis itu?"

" Tidak, ia datang sendiri.." Amerta menaikkan alisnya, ada rasa tak nyaman dihatinya, berulangkali ia menangkap pandangan Rindu yang kosong, entah apa yang di pikirkannya.

" Ukhty tidak merasakan apa-apa kan? "
Rindu menoleh, alisnya bertaut memandang heran mendengar pertanyaan Amerta.

" Merasakan apa, maksudnya?" tanyanya. Amerta mengangkat bahu. Rindu menggeleng mengerti.

" Semoga saja tidak.."sahutnya pelan.

....
Awan

Saat aku melihatnya lagi, ada segumpal rindu yang menjalar dihatiku. Aku ingin memeluknya bahkan menyentuh tubuhnya, tapi itu tidak mungkin. Rindu sudah banyak berubah, ia bukan lagi gadis kecil yang manis dan manja, tubuh moleknya pun sudah hilang terbalut gamis lebar, hanya pandangan matanya yang terkadang berbinar meski meredup yang masih bisa aku nikmati. Cerita yang mengalir dari bibir mungilnya terus terang membuatku berpikir, awalnya aku hanya ingin bertemu dengannya tanpa sengaja, tapi sekarang aku selalu ingin bertemu dengannya karena mungkin inilah kesempatanku untuk mengambil hatinya kembali. Harusnya aku prihatin dengan keadaannya bersama Dimas, tapi entah kenapa ada rasa bahagia ketika mendengar penuturannya saat itu.

" Bagaimana dengan perasaanmu saat ini?" Rindu menunduk dalam ketika aku bertanya, ia tak lantas menjawab.

" Entahlah Mas.. "

" Bagaimana seandainya.. Dimas kembali?"

" Maksud Mas?"
Rindu menatapku dengan pandangan mata kosong, harusnya ia mengerti dengan pertanyaanku.

" Yah.. seandainya kalian bertemu lagi, maksud Mas, Dimas datang untuk kembali.. apa yang akan kamu lakukan?"

" Dimas sudah bersama orang lain, ia tak mungkin kembali lagi!" ada nada getir dalam suaranya, aku merasakan rasa sakit ketika ia menjawab.

" Segalanya bisa menjadi mungkin, sayang.. kamu tahu itu."
Rindu memandangku dengan sorot mata pedih, hening sesaat.

" Ia akan menikah, dan aku tak bisa menerimanya kembali! "

...

Bandung bukan lagi kota yang asing untukku, tujuanku kemari bukan hanya karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan melainkan keinginan lain untuk bertemu Rindu. Sejak pertemuan kami di desa membuat kenangan lama itu kembali hadir, meski aku tahu Ia sudah menikah dan tak bahagia, aku menyerahkannya pada lelaki itu ketika kami akan berpisah, tapi sekarang keadaan berubah. Rindu memang tak bahagia terlebih kini hubungan mereka menciptakan jurang pemisah yang tak jelas.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk menemukan kantor tempat Rindu bekerja, setelah menyelesaikan pekerjaanku entah kenapa aku ingin bertemu dengannya.

" Anda sudah buat janji Pak?" seorang gadis resepsionis dengan kerudung merah hati memandangku. Aku menggeleng, aku tak mengatakan pada Rindu kalau aku akan datang.

" Belum." Sahutku datar. Gadis itu nampak tersenyum ragu kemudian memberikan isyarat menunggu, ia mengangkat telpon dan tampak berbicara dengan kalimat yang santun.

" Mohon tunggu sebentar pak, ibu sedang ada rapat." Aku mengangguk, mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju sebuah ruangan kecil. Ada banyak lukisan di dindingnya, pandangan mataku tertuju pada sebuah lukisan alam yang indah, aku mengenal lukisan itu.

" Assalamualaikum.." Aku menoleh kaget dan mendapati Rindu tengah berdiri di belakangku. Ia terlihat cantik dengan baju kurung berwarna biru gelap, kedua tangannya mendekap sebuah buku menampakkan lekukan urat nadi yang menonjol.

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang