Masa lalu

403 5 0
                                    

Rindu membereskan meja kerjanya dengan terburu-buru, wajahnya terlihat pucat. Amerta yang sejak tadi melihat sikap Rindu menjadi khawatir. " Ukhti, ada apa?" Rindu menggeleng pelan. " Ukh?" Amerta menepuk bahu Rindu, gadis berjilbab ungu tua itu nampak cemas, tak biasanya Rindu bersikap terburu-buru, ia tahu sahabatnya selalu bersikap tenang meski seburuk apapun keadaan kecuali dengan pernikahannya dulu.

" Anti, ana harus pulang ke rumah bibi Yana." tangan Rindu masih cekatan memasukkan beberapa buku ke dalam lemari. Amerta memandang bingung.

" Apa ada sesuatu di sana?" Rindu mengangguk kemudian menggeleng, ia sendiri tidak mengerti kenapa bibi menyuruhnya pulang, telpon yang di terimanya tadi pagi membuatnya cemas, suara bibinya terdengar takut, dan serak seperti habis menangis.

" Bisakah ana cuti dua hari ukhti?" Rindu berpaling menghadap Amerta, meminta persetujuan. Meski berat Amerta mengangguk dan mengusap lengan sahabatnya, mengantarkannya di depan rumah Quratu Ayun dengan cemas. " Anti yakin bisa pulang sendiri?kenapa tidak dengan Dimas saja?" tanyanya saat di lihatnya Rindu yang bersiap pulang. Rindu menggeleng, melihat sikap Dimas yang dingin tadi pagi membuatnya merasa bersalah, mungkin Dimas masih marah dengan sikapnya, entahlah yang pasti Rindu akan mencoba sendiri untuk bisa pulang.

" Ana bisa pulang dengan taksi, syukron ukhti. Assalamualaikum.." 

" Wa' alaikummusalam..hati-hati Ri!" Amerta melihat lambaian tangan Rindu yang menghilang di balik pintu pagar, hatinya merasa tak nyaman. Ia tak tahu hal apa yang membuat Rindu begitu terburu-buru, tapi Amerta tahu Rindu tak pernah pulang sendiri meski dengan taksi, ia selalu mengantar Rindu pulang saat dulu Adam telat menjemput mereka tapi sejak Rindu menikah maka Dimas lah yang selalu menjemputnya. Dengan panik Amerta masuk, mengangkat telpon dan berseru khawatir. " Hallo Dimas?!"

Dimas mengeram marah di balik setir, ketika mendengar telpon dengan nada panik dari Amerta, lelaki itu langsung berlari keluar dari kantor mengendalikan mobilnya dengan kencang. Rindu apa yang kamu lakukan!! Teriaknya kesal. Dimas menghela napas mencoba mengendalikan emosinya yang naik, matanya mencari nomor plat mobil yang membawa Rindu, tangan Dimas memencet nomor Rindu namun tak ada sahutan di balik sana, hati Dimas panas sekaligus menyesal dengan perlakuannya tadi pagi. Rindu menyediakan sarapan pagi seperti biasa, menegurnya dengan lembut, menanyakan bagaimana tidurnya tadi malam, tapi semua ia tanggapin dengan diam, bahkan saat mereka pergi bekerja dan menurunkan Rindu di depan gerbang, Dimas langsung berlalu pergi sebelum Rindu menghilang di balik pintu.
Ya Allah..apa yang sudah aku lakukan..

"Hallo?" Dimas berseru ketika suara Adam berada di seberang. " Adam, Rindu sudah sampai??" hening.

" Hallo?! Adam?" Dimas menaikkan alisnya merasa heran. " Emm..belum mas, memangnya kalian tidak pergi bersama?" Dimas menelan ludah mendapat pertanyaan dari Adam, bagaimana pun juga tidak ada yang tahu hubungan rumah tangganya yang dingin bersama Rindu kecuali Amerta.

" Iyaa.. Rindu pergi duluan, ak-"

" Kamu biarkan dia pergi sendirian??!!!" Dimas terdiam mendengar suara Adam yang melengking, pemuda itu marah. Wajar karena Adam sepupu Rindu yang paling dekat, dan lebih tahu bagaimana kondisi Rindu.

" Aku..aku tidak tahu dia pergi sendiri Dam, Rindu tidak memberitahuku." Dimas berusaha menjelaskn, terdengar suara helaan berat dari seberang telpon, sunyi.

" Seharusnya dia sudah sampai dari tadi, Merta juga baru telpon dan..hape Rindu juga tidak aktif!" deg! Tidak aktif??

" Aku akan mencarinya!" Dimas mematikan telpon sebelum Adam memberikan jawaban, deru suara mobilnya melaju kencang membelah kesunyian jalan tol.
***

Sudah hampir satu jam Rindu berada di dalam taksi, matanya berulang kali menatap jam di pergelangan tangannya mendesah pelan, kedua tangannya mendekap tas di depan dada, merasa gelisah dan kacau. Rintik gerimis mulai turun perlahan menderas membuat udara semakin lembab.

" Maaf pak, apa masih jauh?" Rindu mencondongkan tubuhnya ke depan, supir taksi itu melihat sekilas keluar jendela, kemudian menoleh sedikit.

" Sebentar lagi mungkin neng, hujan turun saya tidak berani ngebut.. Licin." Rindu mengangguk pasrah, hatinya tiba-tiba merasa tak nyaman dengan hujan dan cuaca di luar. Rindu merogoh tasnya mencari hapenya, mendesah kecewa ketika melihat hapenya mati kehabisan batere. Ya Allah bagaimana kalau mas dimas mencariku, atau bibi menelponku..aku tidak tahu jalan mana yang harus aku lalui..

" Neng, di depan belok mana?" suara sopir taksi membuat Rindu kian gelisah.
Ya Allah..

" Emm..kita coba belok kanan pak!"

**

Dimas memutar mobilnya memasuki gang perumahan, menghentikan mobilnya di depan pagar besar berwarna putih, mencoba menetralkan perasaannya, ditatapnya teras rumah, sunyi. Hujan masih turun dengan deras, menimbulkan gemerisik ribut di kaca jendela mobil. Dimas berulang kali meracau ketika mendengar panggilan sibuk di hape Rindu.

" Tok!!..tok!!" Dimas melonjak kaget, ketika melihat sosok pemuda berdiri di samping mobilnya, mata Dimas memicing kemudian tangannya cepat-cepat membuka pintu mobil. Adam masuk setelah menutup payung, tubuhnya sedikit basah.

" Bagaimana mas?" tanyanya. Dimas menggeleng pasrah, tangannya terkulai lemas masih memegang hapenya. Adam menghela napas berat. " Sebenarnya ada apa dengan kalian?" Adam memandang Dimas dengan tanda tanya, Dimas menunduk tangannya mulai sibuk mengetuk-ngetuk setir kemudian mengusap wajah dan kepalanya, gugup.

" Mas?"

" Sebenarnya.."

#Kemana Rindu pergi?? Next yak.. ^_^

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang