Pilihan

353 9 2
                                    

Ketika cinta mulai meredup, apa yang akan kamu lakukan? meninggalkan serpihan kenangan terbaik atau tetap bertahan dan mengukirnya kembali?

Bagaimana dengan takdir? takdir yang menemukanmu dengan seseorang dari masa lalu, membuka lembaran lama dengan luka yang belum mengering dan menyatukan rasa semu tanpa jaminan apapun.

Tentu saja, aku akan memilih mencoba bertahan dengan menyatukan cinta yang meredup, dan mengingat kembali serpihan kenangan, karena kesetiaan akan selalu di uji.

" Hallo gadis kecil.." Dimas menyapa seorang gadis kecil di dalam gazebo sedang duduk melamun. Gadis itu menatapnya dengan kedua bola mata sedih.

" Emm... maaf apa paman boleh duduk disini?" Dimas menunjuk salah satu bangku kosong di sampingnya, gadis itu melirik sekilas kemudian kembali memperhatikan Dimas, ia tampak ragu dan takut.

" Kamu lihat mesjid itu? paman tinggal disana jadi jangan takut.." Dimas menunjuk mesjid Al Qolbu tempatnya berlindung selama ini. Gadis itu melihat dengan mengerjabkan kedua matanya, memandang Dimas kemudian mengangguk.

" Nama paman Dimas, siapa namamu cantik?" Dimas mengulurkan tangannya, gadis kecil itu menyambut uluran tangan Dimas, gelenyar rasa dingin membekas di tangan Dimas membuatnya sedikit terkejut.

" Naka.." sahutnya pelan.

" Oke, Naka.. nama yang cantik, kamu sakit sayang..?tanganmu dingin sekali..?" Dimas mengusap tangan kecil itu dengan lembut menimbulkan efek hangat di tangan Naka.

" Tidak paman.. Naka sehat.." jawabnya lugu.

" Naka kenapa sendirian? " Dimas mengusap kepala Naka, rambut lurusnya tergerai halus dan tipis.

" Naka nggak mau punya teman!" jawaban ketus keluar dari bibir mungil Naka. Dimas sontak terkejut dahinya berkerut.

" Kenapa sayang..apa mereka menganggumu?"
Naka menggeleng, kepalanya menunduk kemudian terangkat ada bulir air mata jatuh di kedua pelupuk matanya.

" Looh kok nangis..??" Dimas mengusap air mata Naka dengan ujung jarinya.

" Teman-teman Naka sebentar lagi punya keluarga baru..tapi..tapi Naka tinggal sendiri.." tangis gadis itu pecah, tubuhnya terguncang. Dimas menghela napas mendengar penuturannya, matanya menatap rumah panti yang memang mulai sepi, beberapa anak bermain sendiri di halaman.

" Tapi Naka kan masih punya teman yang lain, ada ibu guru yang akan selalu menemani Naka.." Dimas mengusap punggung Naka mencoba menenangkan meski ia sendiri merasa sedih, sedih karena ia sendiri pun bernasib sama dengan Naka, jauh dari keluarga dan sendirian.

" Ustadzah bilang begitu..tapi Naka juga ingin punya orang tua, paman.." Naka mengusap air matanya, memandang jauh ke depan.

" Emm.. kalau begitu biar paman jadi keluarga Naka, biar paman yang nemanin Naka bermain..gimana?"

" Benar paman?" Dimas mengangguk, wajahnya tersenyum senang ketika Naka memeluknya, ada rasa hangat yang mengalir pelan dihatinya.

.....

Hari-hari bersama Naka terasa menyenangkan, ia anak yang begitu manis dan tak pernah merepotkan, setiap saat pulang sekolah, Naka selalu menyempatkan diri untuk datang ke mesjid, kami akan duduk bersama dan bercerita banyak, tak jarang aku mendengarkan lantunan ayat-ayat suci mengalir dari bibirnya sebagai hafalan harian. Semenjak ada Naka kehidupanku yang selalu menutup diri berubah, tak sehari kami bertemu aku akan mencarinya di rumah panti, tentu saja kedatanganku di sambut hangat oleh Ukhty Zaenab, aku selalu menyempatkan waktu luangku disana, lambat laun aku mulai mengajarkan anak-anak di rumah panti melukis, seperti sore ini kami berkumpul di halaman belakang.

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang