Sesuatu terjadi

600 17 0
                                    

Amerta masuk ke dalam kantor ketika ponselnya berbunyi. Alisnya berkerut ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

" Assalamualaikum.." sahutnya.

" Wa'alaikumussalam.. maaf menganggumu Amer.." terdengar sahutan lemah dari seberang.

Amerta sesaat terdiam. " Tidak apa.. ada apa antum menelponku?" Amerta menyimak setiap pembicaraan di telpon dengan raut wajah serius, sesekali ia menoleh ke kiri kanan memastikan tak ada seorang pun yang mendengarkan.

" Baiklah..kita bertemu di tempat biasa." Amerta menutup telponnya, mendesah pelan, belum sempat ia bernapas lega ponselnya kembali berdering kali ini ia antusias menerimanya.

" Ukhty..ada apa? apa kau sakit??" Amerta segera berlari keluar dari kantor ketika mendengar sesuatu dari seberang ponselnya.

..
Amerta berjalan tergesa mengikuti langkah kaki Rio, wajahnya terlihat tegang seakan sesuatu sedang terjadi. " Apa dia tidak mengatakan sesuatu pada anda?" Amerta bertanya ketika Rio membawanya menaiki lift menuju kamar atas.

" Tidak, ibu Rindu tidak mengatakan apapun pagi ini, hanya saja tadi malam beliau sedang tidak enak badan." Rio memandang Amerta.

" Silahkan bu." Rio mundur ke samping setelah membuka pintu kamar kerja Rindu, kemudian mereka kembali bergegas membuka satu pintu di sudut ruangan.

" Astagfirullah..Rindu!!!" Amerta memekik histeris melihat tubuh Rindu yang tersungkur di depan tepi tempat tidur.

" Badannya panas sekali..tolong bantu aku mengangkatnya." Amerta menatap Rio yang juga berjongkok di sampingnya.

" Saya akan panggilkan dokter!" Rio mengeluarkan ponselnya dan segera memanggil nomor darurat ketika melihat anggukan kepala Amerta.

" Apa yang sedang terjadi padamu Ri.." Amerta membuka baju Rindu yang basah setelah Rio keluar untuk menunggu dokter, dengan cekatan tangannya menganti baju Rindu.

Lima belas menit kemudian dokter datang dan memeriksa keadaan Rindu. Amerta mendengar ponselnya berbunyi, namun ia tak perduli.

" Bagaimana keadaannya, dokter?" Amerta berdiri di depan pintu ketika dokter selesai.

" Saya sudah tuliskan resep obatnya disini, ibu Rindu mengalami demam dan dehidrasi, ia butuh istirahat dan hindarkan ia dari stres berlebih karena akan menganggu kesehatannya." Amerta mengangguk, mengambil kertas resep yang di sodorkan padanya.

" Apa saya harus membawanya ke rumah sakit?"

" Tidak perlu, bila demamnya belum turun dan mengalami kejang, anda bisa menghubungi saya kembali,sementara berikan saja obat itu." Amerta kembali mengangguk, dan mengucapkan terima kasih.

" Ya Allah Rindu..kamu membuatku takut.." Amerta menyentuh dahi Rindu, rasa hangat menjalar di tangannya.

" Hallo Dimas?" Amerta mengangkat telponnya ketika ia sudah keluar dari kamar Rindu.

" Maaf..aku tidak bisa datang, tidak..aku tidak apa hanya ada masalah kecil."

" Apa aku bisa membantumu?" suara Dimas terdengar khawatir.

" Tidak..tidak apa nanti aku akan hubungi kamu lagi."

Amerta menutup telponnya, kembali masuk ke dalam kamar, di lihatnya Rindu yang masih tertidur.

" Apa yang harus aku lakukan ya Allah.." Amerta mengusap wajahnya, duduk di tepi tempat tidur tanpa tahu harus melakukan apa.
.....

Rindu membuka kedua matanya tepat ketika pagi merekah hangat, seberkas sinar menerpa wajahnya yang pucat, berulang kali ia mengerjabkan kedua matanya mencoba untuk membiasakan diri. Rindu berusaha duduk, satu tangannya menyentuh kepala yang masih terasa pusing.

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang