Love and Hate

404 13 0
                                    

Senja semakin turun, ketika Dimas melangkah masuk ke dalam rumah, rumah yang dulu, dimana kenangan tentang Rindu dan biduk pernikahannya pertama kali di mulai. Dimas menyentuh meja rias di dalam kamar, dimana Rindu pernah memakainya, jendela tempat ia berdiam diri,dan taman kecil di belakang rumah tempat Rindu menghabiskan waktunya untuk bekerja. Dimas bisa mengingat semuanya dengan jelas sekarang.

" Ah, Rindu..kamu dimana.. baru saja kita bertemu sekarang harus terpisah lagi.." Dimas duduk di kursi taman, memandang langit yang mulai gelap, hembusan semilir angin membuatnya memejamkan mata. Kedua tangannya terkepal menahan emosi.

" Aku tidak ingin kamu merasa bersalah dengan semua ini.. aku baik-baik saja..dan sekarang aku merindukan kamu.." Dimas menghembuskan napas, rasa sesak di dadanya kian membuncah.

" Nak..masuklah ke dalam, hari sudah gelap, kita shalat dulu " Pak Darto menepuk pundak Dimas, sayup suara adzan magrib berkumandang. Dimas mengangguk, ia berdiri dan melangkah masuk.

Dimas masih duduk terpekur, setelah shalat ia tak beranjak sedikit pun, wajahnya nampak sedih, pandangannya kosong. Dimas melamun, baru kali ini ia sadar betapa hatinya di liputi kegelisahan.
" Pak..apakah saya benar-benar jatuh cinta padanya..?" Dimas menatap punggung Pak Darto di depannya, bapak tua yang sudah di anggapnya sebagai ayah itu membalikkan tubuhnya, balik menatap dengan tersenyum.

" Cinta itu kegelisahan, khawatir dan rasa sakit saat kita jauh dari orang yang kita cintai, apa kamu merasakan itu?"Dimas mengangguk mendengar ucapan Pak Darto.

" Sebelum beberapa hari, bapak ketemu kamu.. Rindu sudah ada di rumah ini." Pak Darto menghela napas,matanya menatap ke sekeliling ruangan.

" Maksud bapak..dia datang kesini??" Dimas mengubah posisi duduknya. Pak Darto mengangguk cepat.

" Apa..apa yang dia lakukan disini??" Dimas menatap tajam ke arah pak Darto.

" Bapak rasa..dia hanya rindu untuk melihat rumah ini..cukup lama dia di sini.." Dimas terdiam, ada secercah harapan di hatinya. Kalau memang Rindu ke rumah ini, itu artinya Rindu tak pernah melupakan semua kenangan mereka, berarti ingatannya juga sudah pulih.

" Lalu apa dia juga menginap disini?" Pak Darto menggeleng.

" Tidak,sayangnya tidak anakku.. Dia pulang sebelum malam.." Dimas menunduk.

" Apa Rindu juga merasakan perasaan yang sama denganku pak.. sepertinya ia sangat membenciku." Dimas mengangkat wajahnya, ada kesedihan yang terpancar di raut wajahnya. Pak Darto diam, ia tak ingin bicara banyak meski ia tahu bagaimana perasaan kedua anak muda itu.

...

Rindu membuka matanya tepat di saat hujan turun dengan deras, sudah lima belas hari, ia terdiam di atas tempat tidur, tanpa sadar, tanpa gerakan, begitu banyak waktu dan cerita yang ia lewati.

Rindu mengerjabkan kedua matanya, menatap ke sekeliling, semua terasa asing baginya.

" Aku dimana..??" ia bergumam sendiri, tak ada sahutan, tak ada yang datang. Rindu mengerang pelan, tubuhnya terasa kaku, nyeri di tangannya mulai terasa, jarum infus yang menancap di tangannya mulai berdenyut.

" Aku dimana..?!" Rindu mulai panik, berusaha bangun dan duduk, sentakan sakit luar biasa di kepalanya membuatnya kehilangan keseimbangan. Rindu melihat jarum infus yang mengalirkan cairan bening, jam dinding di atas tivi, ruangan yang kosong dan sunyi.

" Apa yang aku lakukan disini??" Rindu menyentuh ujung selang infus, sekali sentakan mencabutnya dan melemparkan dengan erangan kesakitan. Pelan-pelan kedua telapak kakinya menyentuh lantai, dingin dan basah. Rindu berjalan tertatih menyentuh apa saja yang bisa membantunya bergerak.

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang