Kejadian Tidak Terduga

398 13 1
                                    

Hujan masih menderas di sertai angin ribut, ranting-ranting berguguran tak mampu menahan beratnya hempasan. Rindu menunduk diam di dalam taksi, mengurung kebodohan dirinya yang nekat pulang sendiri, kini ia harus pasrah terjebak di antara hujan angin.

" Maafkan saya pak, jadi nyusahin.."ucapnya sesal, supir taksi itu hanya diam kemudian menghela napas, berpaling memandang penumpang berjilbab lebar di belakangnya.

" Gak apa-apa neng, saya mah bisa maklumin kalau eneng lupa tapi sebenarnya kemana tujuan eneng?" Rindu mengangkat wajahnya, menatap supir taksi dengan bingung. Ia mencoba mengingat setiap jalan tapi selalu terputus begitu saja.

" Begini saja neng, eneng bisa pakai hape saya, terserah deh eneng mau telpon siapa, suami?saudara?yang penting bisa kesini dah." Rindu menerima uluran hape dari tangan supir taksi yang mulai merasa kesal sekaligus iba.

Rindu mencoba mengingat nomor Dimas, tapi nihil ia bahkan tak pernah peduli bagaimana bentuk hape Dimas. Amerta! dengan jantung berdebar Rindu menekan tombol keypad, ia hapal nomor sahabatnya itu.

" Makasih ya pak, nanti teman saya yang jemput." Rindu memberikan kembali hape supir taksi yang mengangguk tersenyum lega.

" Yakin neng gak apa-apa saya tinggal??" supir taksi itu menatap heran ke arah Rindu. Rindu mengangguk mantap setelah memberikan uang sebagai ganti rugi kepada supir taksi, dengan cepat Rindu membuka pintu taksi menerobos hujan yang mulai merintik, baginya ia lebih suka berada di luar daripada terkurung di dalam taksi, menimbulkan fitnah yang tak jelas. Rindu menatap taksi biru itu melaju menembus hujan, menghilang di ujung belokan. Rindu menghela napas, menegadahkan kepalanya hingga tetes air hujan menerpa wajahnya yang pucat, tanpa terasa air mata Rindu menetes. Sudah lama ia tak merasakan hujan menerpa tubuhnya, angin yang menyerbakkan kerudungnya melambai tertiup, hingga seluruh pori-pori kulitnya dapat merasakan hembusan dingin. Rindu melangkah maju melihat ke sekeliling, dahinya berkerut ia menyadari sesuatu yang pernah di lihatnya, matanya menangkap bayangan jembatan gantung yang berayun-ayun memanggilnya, dengan rasa penasaran Rindu menaiki sedikit demi sedikit kayu rapuh di bawah jembatan menimbulkan bunyi derakan di bawah kakinya.
Sepertinya aku pernah kesini..

Rindu menjejakkan kedua tangannya berpegang erat pada tali jembatan, terus melangkah hingga ke tengah, tiba-tiba tubuhnya terayun kuat saat angin kencang menyentuh jembatan yang mulai melemah.

"Ya Allah..!" pekik Rindu. Rindu menopang tubuhnya dengan pijakan kaki terbuka lebar, matanya menatap nanar kemudian kepalanya menoleh ke belakang. Aku harus kembali.

" Rindu.." Rindu menoleh ke samping begitu mendengar namanya di panggil, tak ada siapa-siapa.

" Rindu..!!" Rindu mengigil mendengar namanya kembali di sebut. " Siapa??" teriaknya kalut. Jembatan kembali berayun menahan berat tubuhnya.

"Rindu..anakku..kembali nak!"

" Mama??" Rindu menatap nanar ke depan, ia ingat suara itu, suara yang selalu di rindukannya, suara yang meninggalkannya bertahun-tahun. " Mama?!" Rindu melihat ke bawah, nampak sebuah mobil terayun kuat di dalam cengkraman arus sungai, hujan membuatnya terhempas pelan, di dalamnya nampak seorang lelaki separuh baya mencoba naik, kedua tangannya menarik dua tangan di dalam mobil. Suara teriakan pilu memecah memekik, Rindu melihat dirinya sendiri sedang berusaha naik ke atas atap mobil di ikuti seorang perempuan separuh baya memakai kerudung lebar berwarna silver, kedua wajah mereka bersimbah darah, tiba-tiba arus kuat menerpa mobil membuat ketiga orang di atasnya limbung, perempuan separuh baya itu memeluk anaknya dengan kuat, nampak beberapa orang berusaha turun untuk membantu. Rindu tak mendengar teriakan apapun, hanya saja ketika seorang lelaki muda menarik anak kecil itu menjauh dari dekapan perempuan itu hati Rindu tersayat, anak kecil itu menjerit marah, tangannya mengapai tangan sang ibu sekuat tenaga namun terlepas. Perempuan separuh baya itu nampak lelah ia hanya duduk memandang anak kecil yang terus menangis dan menggeleng lemah, lelaki muda itu mengulurkan tali untuknya namun sebelum tali itu sempat tersambut sebuah pohon tumbang jatuh karena hantaman hujan menimbulkan gelombang air naik dan menghempaskan mobil berserta dua orang di dalamnya, hanyut dan tenggelam.

" Mamaaaaaa!!!!!" Rindu berteriak sekuat tenaga ketika melihat kedua tangan yang lemah menggapai dengan susah payah timbul tenggelam hingga lenyap.

" Rindu!!" Rindu menoleh, wajahnya kuyup tersiram air hujan bercampur air mata, tubuhnya mengigil hebat. Nampak Dimas memandangnya, matanya melotot takut ketika melihat kondisi Rindu yang berada di tengah jembatan.

" Mas.. Ya Allah, Rindu!!" Amerta dan Adam berteriak di belakang Dimas. Dimas melangkah mencoba menaiki anak tangga, jembatan itu berderit pilu ketika tubuh Dimas yang kekar menaikinya. " Mas Dimas, jembatannya bisa roboh!" Adam menarik lengan Dimas dan memintanya turun, bagaimana pun jembatan itu sudah terlihat rapuh dan lemah dengan menahan berat badan Rindu.

" Lepas Dam, kita harus selamatkan Rindu!" Dimas menepis tangan Adam, jantungnya berdegup kencang mencemaskan Rindu. Ini semua salahku!

" Kita bisa cari jalan lain mas!" Adam mendorong tubuh Dimas ke samping, matanya menatap nanar ke arah saudaranya, melirik arus sungai yang deras di bawahnya.

" Ka, bisakah kamu jalan kesini?!!!" Adam berteriak, tangannya membentuk isyarat. Rindu nampak ragu namun gadis itu mencoba berjalan meski lemah.

" Greeekkk... " suara jeritan jembatan membuat langkah Rindu terhenti, tubuhnya terayun, matanya terpejam menahan takut.

" Rindu tak bisa melangkah lebih jauh Dam!" Dimas kalut, matanya mencoba mencari tali, nihil.

" Aku harus kesana sekarang, apapun resikonya!" Dimas memegang ujung jembatan mencengkramnya dan mulai menaiki jembatan. Adam dan Amerta berteriak panik namun tak menyurutkan langkah Dimas, baginya keselamatan Rindu hal utama meski ada resiko besar untuk usahanya.

" Mas Dimas..jangan kamu bisa jatuh!!" Rindu berteriak ngeri melihat Dimas yang berusaha mendekatinya, jembatan berayun lebih kuat menerima beban tubuh Dimas.

" sssst..diamlah Rindu, tetap disana!" Dimas tetap berjalan meski mulai merasakan tali jembatan yang mulai menipis.

" Kemari Rindu..mendekat sedikit lagi!" Rindu berjalan pelan berusaha menyeimbangkan tubuhnya, ketika tangannya menyentuh tangan Dimas, ada gelenyar hangat masuk ke dalam tubuhnya. Rindu merasa tubuhnya tertarik ke dalam dekapan Dimas, tubuhnya masih mengigil terisak pelan. " Sssttt..tenang sayang" Dimas mengusap punggung Rindu menenangkan tubuhnya yang lemah. Kepala Dimas berpaling melihat Adam dan Amerta, mereka berdua terlihat tegang bahkan Amerta pun sudah menangis karena takut.

" Kita akan kembali ke sana dan-"

"Greeekk!!!!" Rindu memekik ketika jembatan perlahan turun. Dimas dengan sigap berpegang kuat dengan satu tangan masih memeluk Rindu.

" Tetap di dekatku Ri!" dada Dimas berdebar kencang, matanya menangkap seutas tali yang sudah putus, kemudian menunduk melihat Rindu, gadis itu memeluk pinggangnya dengan erat, mengigil dingin dan takut.

" Rindu..percaya padaku!" Rindu mengangkat wajahnya dan menatap wajah Dimas, lelaki itu terlihat tenang dan tersenyum. Rindu merasakan kedua tangan Dimas merengkuhnya erat, kepalanya menunduk pelan dan mengecup pelan dahi Rindu. Rindu menutup matanya sebelum akhirnya merasakan tubuhnya dan tubuh Dimas bergerak melayang jatuh terhempas di dalam air.

"Tidaaaaak!!!!!!"

***
#di tunggu votenya ya teman.. Trims

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang