Lembaran lama

317 10 2
                                    

Awan berdiri di depan pintu masuk kantor dengan wajah kesal, di hadapannya, Amerta menatap tajam ke arahnya, tubuhnya menghalangi langkah Awan, dengan wajah merah menahan marah, perdebatan kecil terjadi.

" Kamu tetap nggak mau pergi?!" Amerta menggertakan giginya, ia gemas melihat tingkah Awan.

" Aku hanya ingin bertemu dengan Rindu, apa itu salah?" Awan mengangkat bahunya.

" Tentu saja salah, kehadiranmu disini hanya merusak hubungan dia dan Dimas!!" Awan menatap sebal ke arah Amerta.

" Merusak apa..? aku tidak merusak apapun..?!"

" Lalu untuk apa kamu datang kesini kalau tidak ada maksud??"
Awan terdiam, apa yang barusan di ucapkan Amerta memang benar, ia sedang mencoba mendekati Rindu, ia ingin Rindu kembali untuknya.

" Ustadzah..tolong aku hanya sebentar!" Awan mencoba merangsek masuk dengan cara menabrakkan tubuhnya menerjang Amerta, namun perempuan itu lebih tangguh, dengan cepat kedua tangannya mendorong tubuh Awan.

" Kalau kamu tidak pergi, aku akan panggil sekuriti!" Amerta mengibaskan kedua tangannya sebagai isyarat mengusir, matanya melotot, terlihat tak sabar.

" Ya sudah, ya sudah aku pergi!" Awan mengalah, ia tak ingin ada keributan dan semakin mempermalukan dirinya, dengan kesal ia melangkah menuju parkiran mobil, menoleh ke belakang dan masih mendapati Amerta yang menatap tajam.

" Galak sekali.. memangnya aku apa?!"

Adzan ashar terdengar di mesjid Al Qolbu, langit mulai mendung di sertai angin kencang, gemerisik ranting perpohonan terdengar tertiup tertahan.Rindu dan Amerta bergegas berjalan menuju rumah panti, kemudian mereka beriringan masuk ke dalam mesjid.

" Masya allah..suara muadzinnya terdengar bagus dan indah ya bund" Rindu berbisik pelan pada ustadzah Mina, ustadzah Mina tersenyum mengangguk.

" Itu kan suara ikhwan yang selalu di ceritakan Zaenab.." Amerta mengoda Zaenab yang duduk di sampingnya, wajah Zaenab merona, melirik lucu pada Amerta.

" Apaan seh teteh.."

Rindu tersenyum, ketika ia akan berdiri, tiba-tiba ia merasakan ada rasa nyeri menusuk di dadanya.

" Ri..kenapa?" Amerta melihat Rindu mengusap dadanya,wajahnya terlihat meringis menahan sakit.

" Entahlah..rasanya sakit."

" Kalau tidak kuat berdiri, duduk saja.." Amerta mengusap punggung Rindu. Rindu menggeleng.

" Tidak, aku baik-baik saja."

Di saat itu, Dimas selesai mengumandangkan adzan, meletakkan mic, dan turun dari mimbar, berdiri di shaf paling depan, ketika ia bersiap shalat, rasa sakit yang luar biasa menghentak kepalanya, membuat tubuhnya limbung.

" Antum tidak apa-apa??" Saman yang berada di sampingnya menopang tubuh Dimas.

" Yah..hanya sedikit pusing, tidak apa." sahutnya. Dimas berusaha berdiri kembali meski rasa sakit itu berdenyut semakin kuat.

....

" Nah anak-anak sekarang kita pulang yah, tuh lihat sudah mau hujan.." ustadzah Mina menunjuk langit yang kian gelap.

" Rindu, kami harus membawa anak-anak pulang sekarang, apa kalian masih mau disini?" ustadzah Mina mengusap lengan Rindu. Rindu mengangguk.

" Iya bund.. kurasa sebentar lagi.."

" Daah sayang..hati-hati di jalan yah!" Rindu melambaikan tangannya ke arah anak-anak panti yang bergegas pulang, kemudian ia kembali masuk ke dalam mesjid.

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang