Anna uhibukka fillah

427 14 2
                                    

Hujan menguyur kota Bandung hingga malam hari, meninggalkan jejak basah beraroma embun, kelap-kelip lampu nampak samar meremang di antara desau angin. Dimas menatap hujan dari balik jendela rumah sakit, mendengarkan detak jantung Rindu dan detak jantungnya yang tak seirama, mendesah pelan dan berbalik mendekat ke arah Rindu yang masih tertidur, sudah dua hari Rindu tertidur, tak ada respon apapun yang bisa menumbuhkan harapan Dimas terhadap keadaan yang lebih baik. Dimas mengusap lengan Rindu, mengenggam sesaat jemarinya yang dingin dan memandang lekat wajah Rindu.

" Apa kau mendengarku..? bangunlah.." Dimas mendekatkan bibirnya di telinga Rindu, mengajaknya berbicara berharap Rindu membuka matanya dan tersenyum padanya.

" Maafkan aku yang mengatakanmu pembohong..aku tidak tahu harus bersikap bagaimana.." Dimas mengangkat jemari Rindu ke keningnya, membelainya dengan penuh cinta,ada bulir air mata menetes dari pipinya.

" Kau pantas membenciku tapi aku mohon bukalah matamu.. aku memintamu untuk tetap di sini, tapi..kenapa kau selalu meninggalkanku sendiri..??" Dimas tergugu pelan, dadanya terasa sesak dan sakit.

" Kau tahu sayang.. aku tak pernah serius mengatakan itu, itu semua karena aku terlalu cemburu, aku terlalu takut kehilangan.. aku..aku mencintaimu Rindu.." tubuh Dimas terguncang kuat, wajahnya menunduk sembari masih mengenggam tangan Rindu, kini ia merasa rasa sakit luar biasa, takut tak beralasan yang membuatnya kehilangan kendali,air mata terus mengalir dan Dimas semakin tergugu karena menyesali perbuatannya, andai saja ia mengetahui kelemahan Rindu saat itu, andai saja ia menyadari wajah Rindu yang terlalu pucat dan ia sungguh sangat menyesal ketika masih terbayang jelas di ingatannya darah mengalir dari luka akibat pecahan kaca.

" Aku mohon sayang..bukalah matamu, kau bisa memakiku, bahkan membenciku seperti dulu, tapi berikan aku kesempatan untuk mengatakan semuanya.. aku memang pengecut yang tidak tahu bagaimana mengungkapkan cinta..aku..-"

" Seorang lelaki yang tidak tahu sopan santun membangunkan tidurku!" Dimas terhenyak kaget, perlahan di angkatnya wajahnya, kedua matanya menatap nanar ke arah Rindu. Perempuan di depannya itu terlihat kesal, meski tatapan matanya masih terlihat sayu.

" Ri..Ya Allah..kau membuatku takut!!" Dimas berdiri memandang tak percaya dengan keajaiban di depan matanya.

" Apa kabar Mas?" Rindu mengerjabkan sepasang matanya yang indah, mengulurkan kedua tangannya ke arah Dimas. Dimas tertawa sembari menangis memeluk Rindu, memeluk istrinya yang kini kembali.

" Teryata seorang Dimas bukan hanya pengecut, tapi juga cengeng yah?" Rindu berbisik pelan. Dimas hanya tersenyum, di peluknya Rindu dengan erat seakan kebahagiaan itu tak akan di lepaskannya lagi.

.....

Aroma bunga mawar menyerbak ketika Rindu masuk, matanya berbinar cerah melihat isi ruangan rumah yang terlihat cantik, di depannya Amerta, Adam, paman bibi dan keluarga besar mereka berkumpul menyambutnya. Dimas mendorong kursi roda Rindu ke tengah ruangan.

" Selamat datang kembali sayang.." bibi Yana memeluk dan mengecup dahi Rindu. Rindu balas memeluknya. " Terima kasih bibi.."

" Ukhty..ana senang semua sudah kembali seperti dulu.." Amerta mencium pipi Rindu.

" Aku senang kakak sudah kembali.. kau berhutang jalan padaku kak..!" Adam memeluk Rindu.
Suasana terasa hangat, terdengar gelak tawa canda keluarga di dalam rumah. Rindu mendorong kursi rodanya, memutar ke tengah halaman menjauh dari keramaian dan memandang diam.

" Apa yang kamu pikirkan?" Dimas memutar kursi roda hingga tubuh Rindu menghadap ke arahnya. Rindu hanya tersenyum.

" Tidak ada.." sahutnya pelan.

Rindu, Love or HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang