"Itu im-me-di-a-t-ly cara bacanya."
Dua orang beda jenis itu kini duduk diatas bangku taman kediaman Itoshi. (Y/n) kini membuka sebuah buku kosa-kata Inggris terbaru untuk mengajari Rin bagaimana cara membaca serta mengeja dalam Bahasa Inggris. Yah, sudah hampir tiga tahun terlewati semenjak Sae pergi ke Spanyol meninggalkan keduanya di Jepang.
Kegiatan ajar mengajar ini sudah berlangsung sekitar satu jam. Rin juga mulai bisa berbicara fasih dalam bahasa Inggris. Pena ditangan (y/n) mencoret beberapa huruf yang tertulis salah didalam buku Rin.
"Yang ini pake f bukan v." Ucapnya memperbaiki. Gadis itu memperagakan kembali kata-kata yang tertulis. "Affection bukan Avection."
Rin tampak fokus memperhatikan (y/n). Tangannya terangkat merapikan anak rambut yang membelai lembut wajah (y/n).
"Rambutmu semakin panjang saja." Ujar Rin pelan. Lelaki itu terlihat bergeser sedikit kearah (y/n).
(Y/n) menghembuskan nafas kekening, "benarkah?" Tangan gadis itu sedikit memutar-mutar rambut dari sisi kanan kepalanya. "Apa terlihat buruk?"
Rin menggeleng, "tidak." Jawabnya singkat. "Itu terlihat indah."
(Y/n) menanggalkan ikat rambutnya. Membiarkan angin bermain-main dengan tiap helai rambutnya. Rin bisa melihat betapa indah tiap kali helai rambut (y/n) membelai dan menyentuh tubuhnya.
Memegang sejumput rambut (y/n), hidung Rin sedikit mencium aroma coklat yang menguar disana. Mata teal lelaki itu terus menatap (y/n) yang kini memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang berhembus pelan.
"Cantik."
Bisikan pelan Rin membuka mata (y/n). Gadis itu menatap Rin dengan senyum tipis, "wah, kau memujiku? Terimakasih atas pujiannya."
"Tidak kok," Elak Rin. Rin melepaskan rambut yang tadi dia pegang, kembali fokus ke kertas latihannya dan memilih mengabaikan (y/n). Rona merah tipis tersampir ditelinga lelaki itu. Sebisa mungkin Rin tidak menjawab panggilan demi panggilan (y/n). Terlalu malu untuk mengakui bahwasanya Rin telah jatuh pada (y/n).
.
.
.Menggulir pelan adonan roti diatas teflon, tadinya (y/n) ingin mencoba hidangan Spanyol berupa roti dan tomat. Tapi ternyata malah gagal. Ujung-ujungnya setumpuk roti gagal berdiri menjulang diatas meja
Pan Con Tomato, nama hidangan dari Spanyol yang mau (y/n) buat. Rin duduk bengah dibelakang meja. Perutnya penuh dengan roti yang diberi tomat potong diatasnya. Lelaki itu terlihat terkulai, menjadi bahan percobaan (y/n) setelah sesi latihan tadi hingga jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.
Gadis itu bergerak pelan membangunkan Rin yang terlihat tidak sanggup lagi menahan kesadarannya.
"Rin? Rin-chan!" Panggilnya pelan. (Y/n) menyodorkan segelas air putih ke wajah Rin. "Ini minum dulu."
Rin menerimanya dengan tangan gemetar. Kentara terlihat bocah yang kini sudah memasuki usia enam belas tahun itu menelan kasar air putih. Wajahnya memerah karena jumlah roti gagal yang dimakannya.
Total tiga kilogram tepung roti persediaan keluarga (y/n) habis sebagai percobaan gadis itu.
"Rin, jangan pingsan."
Tetap saja, Rin memilih menutup matanya sejenak. Membiarkan (y/n) merenggut karena melihat posisi tidur Rin yang terlihat tidak nyaman.
"Tidur saja dikamar tamu Rin," Ucap (y/n) menarik lengan Rin. Lelaki itu menurut, kepalanya sudah berkunang dan merebahkan tubuhnya dikasur begitu keduanya sampai dikamar tamu kediaman (y/n).
(Y/n) yang melihat Rin terkulai lemas diatas kasur berjalan menuju lemari penyimpanan kain. Mengambil sebuah selimut tebal dan menyelimuti Rin yang kini sudah masuk kealam mimpinya. Tangan gadis itu bergerak menyingkirkan poni Rin yang menutupi dahi dan sedikit memeriksa lelaki itu.
"Syukurlah tidak apa-apa," Bisik gadis itu sedikit senang. "Aku kira aku meracuni Rin dengan makanan-makanan gagal itu."
(Y/n) kini memilih pergi meninggalkan Rin yang sudah beristirahat tenang. Gadis itu mengambil gitar miliknya dan mulai memetiknya pelan di balkon. Suara pelan yang lembut mengalun pelan. Rin yang mengajari (y/n) sebagai ganti bayar dari (y/n) yang mengajari Rin bahasa Inggris dan Spanyol.
Petikan pelan diikuti lirik lirih dari bibirnya membuat kurva lengkungan manis. Suara burung hantu dari kejauhan seolah ikut bernyanyi dimalam itu. Sebuah nyanyian atas rindu yang dia rasakan pada sang kekasih hati.
Itoshi Sae.
Drtt drtt!
Sebuah pesan singkat dari dalam ponsel pintar (y/n) muncul. Entah dari siapa, nomornya asing dan tidak terdaftar di daftar kontak (y/n).
Nomor depannya tertulis +34. (Y/n) sendiri mencoba mengingat-ingat dari negara mana nomor itu berasal.
Sebuah pesan bertuliskan 'ill come home early' yang berarti 'aku akan pulang secepatnya' itu mengundang tanda tanya. Hanya ada satu orang yang berada diluar negeri sebagai kenalan (y/n).
"Sae?"
Balasan kecil itu (y/n) kirim. Tidak butuh waktu lama hingga orang diseberang sana menjawab pertanyaannya.
"Iya, ini aku."
Mata gadis itu sedikit memanas, apakah ini alasan kenapa Sae tidak membalas pesan chatnya lagi? Karena lelaki itu mengganti nomor? Bagaimana dengan Rin? Apa bocah itu tahu kalau Sae mengganti nomornya? Kenapa Rin tidak memberitahu (y/n) jika Sae mengganti nomornya?
"Aku mengerti. Butuh perayaan?"
Sekali lagi (y/n) bertanya pada Sae. Namun sayang, cukup lama gadis itu menunggu tapi tidak ada lanjutan dari pesan keduanya. (Y/n) menutup ponsel dan kembali kedalam, meletakkan gitar ke sudut ruangan dan masuk ke dalam selimut setelah mengganti lampu kamarnya ke lampu tidur.
Ponsel yang berkedip pelan kemudian terkunci kembali menjadi pemandangan terakhir yang (y/n) lihat.
"Oyasumi, Sae."
.
.
..
.
..
.
.T
B
C.
.
..
.
.San: kangen Sae dimanga udah ga keluar lagi sampe sekarang sehabis u-20 😔
.
.
..
.
.2/04/2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Different Side [I. Sae x Reader]
Fanfiction🅂🄸🄳🄴 🄿🅁🄾🄹🄴🄲🅃 🄱🅈 🅂🄰🄽 🄱🄻🅄🄴 🄻🄾🄲🄺 🄲🄷🄰🅁🄰🅂 . . . "Dia berubah..." Sae yang aku kenal sudah tidak ada lagi. Hanya ada sebatas orang asing yang tidak suka dibantah dan tidak lagi menatap seperti dulu. . . . . . . Sinc...