4

2K 335 2
                                        

Minggu depan adalah dimulainya tahun ajaran baru. (Y/n) yang baru saja diterima memasuki sekolah menengah atas kini tengah berkutat dengan beberapa buku kuis yang didapatnya dari sang ayah. Ayahnya yang bekerja di kantor berita swasta terkadang membawa beberapa buku atau koran dengan kuis-kuis yang tidak dapat dia selesaikan agar (y/n) bisa membantunya. Katanya, hadiah kuis-kuis itu lumayan.

(Y/n) mengetuk jari di atas meja, matanya terpaku pada halamannya. Beberapa orang terlihat berlari-lari sore dengan santai ditemani pasangan dan anak masing-masing.

Suara pelan lagu Lana Del Rey mengalun pelan dikamarnya. Memberi euforia galau sesaat, mengingat wajah Sae yang sudah satu semester tidak dia lihat.

Rindu? Tentunya.

Keduanya masih sering berkirim pesan dan mengabari satu sama lain. (Y/n) bahkan sempat menyombongkan diri menduduki posisi nomor satu kelas paralel dan mendapatkan tawaran dibeberapa sekolah menengah atas.

(Y/n) dengan malas meletakkan kepala di atas meja. Lampu tidur gantung berputar-putar kecil mengeluarkan cahaya kerlap-kerlip memenuhi langit-langit kamar.

Tok tok tok.

Ketukan pintu membuat (y/n) mengalihkan pandangan ke arah pemilik rambut hijau tua yang kini terlihat memakai pakaian rapi dengan sweater biru tua dan celana jeans berwarna khaki.

"Rin-chan?" Panggil (y/n). Tangan kanan gadis itu mematikan speaker bluetooth yang berada tepat di atas kepalanya. "Ada apa?"

Rin sejenak terlihat ragu. Manik tealnya sedikit tergugu sebelum menatap balik (y/n). "Temani aku..."

Bocah itu masih malu-malu meski sudah kenal dengan (y/n) lebih dari sembilan tahun.

"Kemana?"

"Beli buku." Jawab Rin singkat. Pemuda berumur tiga belas tahun itu sedikit gugup menunggu jawaban.

"Oke."

Mendengar itu, sontak senyum lebar terpatri. Rin kembali terlihat bersemangat ke arah (y/n), "kalau begitu aku tunggu dibawah." Ucap Rin kemudian menutup kembali pintu kamar (y/n).

(Y/n) mengangguk dan segera bersiap-siap untuk menemani Rin. Sebuah blouse coklat dengan celana jeans senada juga tas kecil putih disandangan. (Y/n) kini memoles liptint dikedua bibir. Parfum daisy sebagai sentuhan terakhir setelah berdandan menutup proses bersiap-siap.

Rambutnya hanya diikat cepol meninggalkan beberapa anakan rambut yang menutupi leher jenjang dan dahi. (Y/n) juga mengambil sepatu flatshoes dan beberapa uang untuk mengisi dompet kosong kerontang nya.

(Y/n) bisa melihat Rin dan Ayahnya tengah berbincang diruang tengah. Ditemani cookies coklat buatan (y/n) semalam.

Gadis itu sedikit meringis mengingat hampir setengah adonan cookies yang gagal dan berakhir gelap gulita alias gosong. (Y/n) segera turun menuju keduanya.

"Nee-chan!" Panggil Rin. Pemuda itu kentara sekali senangnya. Terbukti dengan beberapa remahan cookies disudut bibir. "Ayo, kita harus kembali sebelum jam sembilan malam."

Tangan (y/n) terulur mengusap remahan cookies di sudut bibir Rin. "Iya-iya aku mengerti. Tidak perlu terburu-buru juga makan kuenya sampai belepotan gini."

Rin tertawa pelan, "ahaha aku hanya sedikit bersemangat saja."

Senyuman manis yang diberikan Rin mengingatkannya pada Sae. Setidaknya karena wajah keduanya mirip, (y/n) bisa melepas rindu pada Sae dengan melihat wajah Rin.

"Taksinya sudah didepan?" Tanya (y/n).

Rin menganggukkan kepalanya, "iya, sudah. Aku memesannya lima menit yang lalu dan baru saja datang tadi."

Keduanya kini keluar dari kediaman (y/n) dan masuk kedalam taksi. Beberapa pasang mata diluar sana terlihat ingin tahu siapa yang ada didalam taksi itu. Tentunya (y/n) tidak peduli dan duduk tenang disamping Rin.

"Bagaimana sekolahmu?"

Rin yang ditanya sejenak diam, pemuda itu sedikit berpikir keras, "cukup buruk." Jawab Rin pelan. "Aku gagal di bahasa Inggris."

Mendengar itu (y/n) kembali menatap Rin. "Mau belajar denganku? Aku lumayan bagus dalam bahasa asing."

Rin tersenyum bersemangat, "beneran?" Tanyanya.

(Y/n) mengangguk, "bagaimana kalau minggu ini kita mulai saja? Kau mau belajar bahasa apa lagi selain Inggris?"

"Spanyol!" Ucap Rin. "Nii-chan pulang pasti akan sombong kalau dia bisa berbahasa Spanyol. Aku juga mau bisa berbahasa Spanyol!"

(Y/n) tertawa kecil, "iya iya iya. Kalau begitu sabtu Spanyol dan minggu Inggris bagaimana?"

"Setuju."

Pembicaraan keduanya berlangsung lama dan terus beranak pinak tanpa keduanya sadari kini telah sampai ditempat tujuan. Sebuah toko buku besar yang terhitung cukup ramai. Orang-orang berlalu lalang, keduanya disambut dengan deretan alat-alat tulis berjejer rapi dietalase dan rak.

(Y/n) segera menuju area khusus novel remaja yang berada di lantai dua. "Aku keatas dulu. Kalau sudah selesai mencari bukunya, temui aku di area novel remaja."

Rin mengangguk dan ikut berjalan ke tempat lain yang menyediakan berbagai macam buku saku berbahasa dan hitung-hitungan.

(Y/n) sendiri kini berdiri didepan kumpulan buku novel remaja bertemakan horor dan disturbing content. Tampaknya gadis itu tidak tertarik dengan pandangan bingung beberapa pasang mata yang tertuju padanya. Ditangannya terdapat salah satu novel misteri yang dipenuhi beberapa adegan yang sedikit membuat orang mual. Seusai membaca beberapa bait paragraf, gadis itu berjalan mencari novel misteri lainnya yang menurutnya tidak akan bisa di tebak akhirnya.

Novel pertama terlalu klise, pelakunya sudah pasti orang paling dekat yang tahu tentang sandi pintu pintar miliknya. Novel kedua berisi pembunuhan berantai yang pelakunya ada korban itu sendiri dengan kata lain misteri loop yang polisi didalam cerita sana telat menyadari kalau pelaku dan korban adalah orang yang sama hingga munculnya kasus baru yang sama persis.

Pilihannya jatuh pada novel misteri terakhir. Bagaimana bisa ada pembunuhan diruangan tertutup? Sepertinya akan menarik jika dibaca.

"Nee-chan."

Suara Rin terdengar tepat ditelinga (y/n). Hembusan nafas Rin yang berbau teh hijau terasa hangat di bahunya. Pandangan gadis itu menatap wajah Rin yang tepat berada diatas bahunya.

"Nee-chan masih suka novel horor misteri ya?" Tanya Rin.

Manik mata Rin jatuh menatap wajah (y/n) yang hanya berjarak kurang dari sepuluh senti itu. "Nee-chan?"

Karena pada dasarnya kelewat polos, pemuda itu bahkan tidak sadar kalau (y/n) hampir saja kelepasan memukul wajah Rin dengan buku. (Y/n) sedikit meringis menjauhkan wajah Rin dari bahunya menggunakan buku novel itu.

"Kau terlalu dekat Rin," Keluh (y/n). "Itu tidak baik untuk kesehatan jantung."

Rin menolehkan kepalanya, "kenapa tidak baik untuk kesehatan jantung, Nee-chan? Apa wajahku seburuk itu sampai Nee-chan berkata begitu?"

Ah double sial bagi (y/n). Sehabis wajah tampan kini dia disuguhi wajah memelas. Tangan (y/n) tersampir menepuk pundak Rin.

"Aku kasihan dengan calonmu dimasa depan," Ucap (y/n) dramatis. "Semoga jantungnya baik-baik saja."

"Eh?"

.
.
.

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

.
.
.

San: Rin sama aku aja, jangan sama yg lain 🏃‍♀️💨💨

.
.
.

.
.
.

28/03/2023

Different Side [I. Sae x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang