10

2.2K 337 8
                                    

Jemari mengusap halus rambut yang menutupi kening wanitanya. Aroma segar di pagi hari seusai mandi menghapus jejak semalam yang sudah dia lalui bersama. Bibirnya turun mengecup pelipis wanita yang kini terlelap nyaman dibawah selimut.

"Kau tidak mau mandi?" Bisik Sae tepat ditelinga (y/n).

Wanita itu sedikit mengernyit mendengar suara familiar tepat di telinganya. Pandangan mata sayu, wanita itu mendesis sakit dan menggosok pinggangnya yang terasa ngilu.

"Masih sakit?"

(Y/n) mengangguk pelan, wanita itu menatap balik Sae yang menyeringai, "kenapa hanya aku yang kelelahan dan kesakitan sialan."

Sae terkekeh pelan, kedua tangannya menelusup masuk dibawah bahu dan lutut. Membawa sangat wanita kedalam gendongan.

Cup.

Sae terlihat nyaman, mengecupi leher dan tepian wajah wanitanya. "Apa aku terlalu kasar tadi malam?"

"Sangat."

Sae meletakkan tubuh telanjang (y/n) kedalam bathup. Pria itu mengambil jemari (y/n), mengecupinya satu persatu lalu beralih pada pipi (y/n).

"Maaf ya, aku terlalu bersemangat semalam," Sahut Sae pelan. Tangannya memutar keran air hangat untuk mengisi bathup hingga menutupi tubuh (y/n) hingga bahu. Tangan Sae yang lain mengambil sabun mandi cair miliknya dan meneteskan beberapa tetes kedalam bathup.

"Aku bisa mandi sendiri." Ujar (y/n). Wanita itu menatap Sae yang terlihat bingung.

"Kau yakin tidak kelelahan?" Tanya Sae.

"Hanya mandi tidak akan membuatku harus bergantung denganmu." Jawab (y/n). Wajahnya kini terbenam setengahnya didalam air berbusa. "Tolong keluar."

Sae mengusap rambut basah (y/n), "baiklah, aku siapkan dulu baju untukmu. Makan pagi akan sampai tiga puluh menit lagi."

Sekali lagi Sae mengecup puncak kepala (y/n). Membiarkan wanita itu membenamkan diri didalam air berbusa. Wangi aromatik yang menguar ke udara khas Sae sekali. Ada beberapa peralatan body care yang tersusun rapi di wastafel. (Y/n) menyegerakan mandinya agar bisa berbincang lebih lanjut dengan Sae.

.
.
.

Sebuah kemeja setengah paha menutupi tubuhnya. Sedikit risih karena kemeja itu sesekali terangkat dan menampakkan pantatnya.

"Sae," Panggil (y/n). "Apa kau tidak punya baju yang lebih besar?"

Sae sendiri diam melihat (y/n) yang terus menarik kemejanya hingga lutut padahal itu adalah hal yang sia-sia. Manik teal Sae mengerjap cepat, Sae menaruh nampan di atas meja dan berjalan ke arah lemari. Sedikit meneguk ludah kasar teringat (y/n) semalam setiap kali melihat wajah wanita itu memerah.

Sebuah celana pendek Sae berikan pada (y/n). "Kukira kemeja saja sudah membuat tubuhmu terbenam, ternyata tetap perlu celana rupanya."

"Kau mengejekku ya?" Tanya (y/n) dengan wajah datar. Wanita itu tidak akan terima jika Sae mengatainya pendek atau mungil. "Aku ke kamar mandi dulu."

Tangan Sae memegang bahu (y/n), "kenapa tidak disini saja?" Tanyanya santai. "Bukannya sudah sangat terlambat untuk malu memperlihatkan kulitmu sendiri sehabis kegiatan malam tadi?"

Wajah (y/n) mendelik, "Dasar mesum," Kakinya tetap melangkah menuju kamar mandi, meninggalkan Sae yang kini sibuk mengusap wajahnya.

Tak berselang lama, (y/n) kembali keluar dengan celana milik Sae yang terpasang rapi padanya. Perempuan itu memilih duduk diseberang Sae, tidak mau tiba-tiba diserang seperti semalam.

"Duduknya kenapa jauh begitu?" Tanya Sae bingung. "Sini duduk disampingku."

(Y/n) menggeleng dengan kedua tangan menyilang didepan tubuh, "tidak mau."

Pandangan Sae datar, tangannya kini mengambil garpu dan menusuk roti berselai diatas piring. "Itu bukan permintaan."

(Y/n) mendecih kesal, ternyata Sae masih saja seperti dulu. Suka memerintah sana sini dan pantang dilawan. "Iya iya. Dasar menakutkan."

(Y/n) duduk tepat disamping Sae, sedikit memberi jarak tentunya walaupun lengan Sae menariknya semakin dekat dan mengikis jarak diantara keduanya.

'Rasanya sia-sia saja kalau harus melawan.' pikir (y/n).

Tangan (y/n) mengambil roti dengan selai yang tadi ditusuk Sae dengan garpu. Mengunyah nya beberapa kali sembari menonton tayangan televisi tentang sepakbola luar negeri.

Kepala (y/n) menyender ke bahu Sae, "apa kau tidak akan memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi padamu di Spanyol?"

Sae hanya diam, tangan pria itu tetap pada posisi awalnya yaitu mengusap-usap pinggang (y/n). Tampaknya jelas Sae tidak mau membicarakan apa-apa yang terjadi padanya di Spanyol pada (y/n).

(Y/n) hanya bisa menghela nafas, masih terlalu pagi untuk menuntut penjelasan dari Sae. "Waktumu hanya sampai bulan depan."

Mendengar ucapan (y/n), Sae mengernyit bingung. "Maksudmu?" Tanya Sae.

(Y/n) berdiri, mengambil bajunya yang sudah dilipat rapi oleh Sae di atas meja bersama tas dan barang-barang miliknya yang lain.

"Waktuku di Jepang hanya sampai bulan depan," Ucap (y/n). Wanita itu menatap Sae datar, "kalau sampai saat itu kau memilih bungkam dan tidak mau memberitahuku, aku harus mengambil pilihan untuk menjauh darimu."

Sae mencengkram lengan (y/n) yang berdiri tepat didepannya. "Apa maksudmu? Kau mau pergi kemana?"

Wajah Sae menggelap, antara kesal dan marah atas ucapan (y/n). "Jelaskan padaku, (y/n)!"

(Y/n) melepaskan cengkraman Sae dengan lembut, kedua matanya membentuk bulan sabit, bibirnya mengukir senyuman termanis yang pernah dia berikan. "Kau lah yang terlebih dahulu menjelaskan semuanya padaku Sae, bukan aku. Aku tidak menuntutmu menjawabnya sekarang juga. Aku memberimu waktu satu bulan. Hanya sampai itu saja."

Sae diam. Kedua telapak tangannya terkepal erat. "Kalau sampai saat itu aku tidak memberitahumu, apa kau akan pergi?" Tanya Sae.

(Y/n) mengangguk, "ya, dan tidak akan kembali untuk alasan apapun."

Sae terkekeh pelan, "sialan." Kedua tangannya membawa tubuh (y/n) kedalam pelukan. "Tidak bisakah kau melupakan masa laluku? Tidak bisakah kau fokus saja pada masa depan kita?"

"Dan melupakan alasanmu menyakiti adikmu sendiri? Tidak, Sae."

Wajah Sae seolah tidak terkontrol, memerah karena amarah dan menekan tubuh (y/n) pada tubuhnya. "Kenapa kau sangat keras kepala?! Kenapa kau begitu perduli pada Rin?! APA BAGUSNYA MEMPEDULIKAN ANAK ITU?!"

(Y/n) membalas pelukan Sae dengan lembut, "karena dia akan menjadi adik iparku jika kita bersama. Aku ingin menyelesaikan kesalahpahaman diantara kau dan Rin."

Bibir (y/n) mengecup bibir Sae dengan tenang dan halus. Membuai Sae agar tidak lagi marah padanya. Mata (y/n) menatap balik manik teal Sae yang tajam.

"Berbaikanlah dengan Rin seperti dulu."

.
.
.

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

San: balikan kek kalian kyk dulu, aku tuh kangen liat Rin yang senang berbinar dulu 🥲

.
.
.

.
.
.

.
.
.

12/04/2023

Different Side [I. Sae x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang