14

1.4K 230 25
                                    

Pertandingan hari ini antara Sae dan sang adik akan menjadi penentuan. Manik zamrud nya sesekali berkilat bosan, pemain Blue Lock semuanya adalah Striker, bagaimana bisa mengalahkan pemain U-20 yang sudah profesional ditambah dia yang merupakan seorang pemain liga dunia.

Sesekali mencibir Ego Jinpachi yang terlihat membuka rapat bersama anak-anak didiknya di bangku istirahat. Permainan akan dimulai dalam sepuluh menit, manik Sae meliar mencari sesosok yang dia tunggu sejak kemarin.

Belum ada tanda-tanda kemunculan (y/n) dibangku yang dia sewakan. Tribun utara dan barat mulai diisi, begitupun selatan dan timur. Matahari perlahan mulai terasa menyengat, pemanasan mulai dilakukan untuk menghindari cedera.

Peluit panjang dibunyikan, waktunya permainan dimulai.

U-20 dengan Aiku Oliver sebagai kapten mulai berbaris rapi kebelakang. Tim Blue Lock Eleven yang dipimpin oleh Rin juga turut merapikan barisan. Berjalan menuju ke tengah lapangan diiringi sorak sorai para penonton dan pencinta bola.

Hingga permainan dimulai, baik Rin maupun Sae tidak ada satupun yang mengalah.

Keduanya sama-sama mengincar kemenangan.

.
.
.

"(Y/n)," Panggil ibu (y/n) yang berjalan bergandengan tangan dengan putri semata wayangnya itu. Manik mata menatap deretan minuman dalam vending machine. "Pertandingannya sudah dimulai ayo kita ketempat duduk sekarang."

(Y/n) berjongkok mengambil minuman yang turun ke kotak bawah. "Iya mah, bentar dulu."

Keduanya kini berjalan masuk kedalam gerbang, suara teriakan gol dari dalam menimbulkan rasa keingintahuan. Siapa yang mencetak gol pertama? Apa itu Sae? Atau Rin?

Papan skor berubah menjadi 1-0, Sae berhasil mencetak gol pertama untuk tim U-20.

Senyum tipis mengembangkan dibibir (y/n). Sae bermain cukup bagus dilapangan, tapi bagus saja tidak cukup baginya. Secepat senyum datang, secepat itu juga wajah wanita itu datar. Melihat Rin yang menekuk lututnya dan berbicara dengan pemain bernama punggung Isagi.

(Y/n) duduk di bangku lain, bukan di bangku tiket yang dibelikan oleh Sae. Dia duduk di salah satu tribun barat. Menyatu dengan banyaknya penonton yang meneriakkan kata 'Jepang' dan 'Itoshi Sae'.

Pertandingan kembali berlanjut alot, cukup lama lempar tangkap bola dengan kaki berlangsung. Jemari (y/n) meremas botol minum yang tadi dia beli. Bibirnya terkatup sementara ibunya ikut bersorak bersama penonton lain.

Sekali lagi, gol kedua pecah dari sisi Blue Lock. Pemain Nagi berhasil memasukkan bola ke gawang dengan sangat mulus. Tim Blue Lock berteriak senang, berbeda dengan Rin yang tetap tenang dan mengamati tim Sae.

"(Y/n), tim Rin ikut mencetak gol." Ucap Ibu (y/n). Wanita dewasa itu bisa melihat kegundahan dari sisi wajah (y/n). "Kau mendukung tim siapa, (y/n)?"

(Y/n) yang mendengar itu menggeleng pelan, "aku tidak mau mendukung siapapun. Yang manapun hasilnya, aku tidak peduli lagi."

Ibu (y/n) memulas senyum tipis, "kau sudah memutuskan tindakanmu sendiri tanpa dipengaruhi hasil pertandingan ini, ya?"

(Y/n) mengangkat wajahnya menatap papan skor, "tidak. Hasil pertandingan ini akan menentukan harga ku dimata Sae."

Suara tepukan dan lagu di tribun mulai menggema, keduanya kembali fokus pada pertandingan di lapangan. Tersisa 15 menit hingga babak pertama berakhir, tampaknya Rin sudah mulai siap melawan Sae di lapangan. Terlihat jelas persaingan sengit diantara keduanya. Sampai pada titik Rin berhasil menendang dengan kaki kanan menjebol gawang tim U-20.

Gol kedua untuk tim Blue Lock menjadi akhir dari babak pertama.

Ada jeda waktu antara babak pertama dengan babak kedua. (Y/n) sedikit melakukan peregangan dengan berdiri dari tempat duduknya.

Mata (y/n) bertemu pandang dengan manik zamrud tajam si surai hijau tua. Rin berhasil menemukannya diantara ribuan penonton.

Bibir pemuda itu terlihat bergerak pelan, membentuk kalimat 'turun, ada yang ingin ku bicarakan' pada (y/n). (Y/n) menatap ibunya yang kini tengah mengunyah popcorn dipelukan.

"Mah, aku turun sebentar ya."

Ibu (y/n) mengangkat jari dengan menyatukan ujung telunjuk dan jempol, "jangan lama-lama."

Perempuan itu mengangguk dan menuruni tangga. Beberapa penonton tampak ikut turun entah itu membeli makanan atau ke toilet. Memasuki sebuah lorong panjang, matanya berhasil menangkap siluet Rin yang berjalan ke arah ruang loker bersama timnya.

"(Y/n)!" Panggil Rin. Wajahnya terlihat senang, bocah itu berjalan cepat meninggalkan rombongan timnya ke arah (y/n). Tangan Rin terulur menjangkau lengan (y/n). "Kau datang."

(Y/n) mengangguk, kedua tangannya terlipat didepan tubuh, menolak uluran tangan Rin secara tidak langsung. Bocah berambut hijau tua itu mengerti dan menarik kembali tangannya.

"Aku..." Sejenak Rin menunduk, ragu untuk melanjutkan kata-katanya.

"Rin," Panggil (y/n). Wajahnya terlihat datar ketika menatap Rin. "Sae sudah mengatakannya padaku tentang perasaanmu."

Manik zamrud membulat, tangannya menggosok belakang leher. Sedikit salah tingkah karena ucapan (y/n).

"Maaf, karena terlambat menyadarinya." Ucap (y/n) pelan. "Aku benar-benar tidak punya perasaan romantis padamu Rin."

Kata-kata yang dilontarkan terasa menusuk. Rin membeku melihat wajah (y/n) yang terlihat tidak enak padanya. "Mengenai pernyataan cintamu, aku tidak bisa membalasnya."

Rin mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Apa kau segitu cintanya pada Sae?"

(Y/n) mengangguk. Rin tertawa pelan, mengasihani diri sendiri. "Kau tahu kalau kau itu hanya tropi bagi Sae?"

Cengkraman jari-jemari (y/n) semakin mengerat. "Aku tahu."

"Walaupun begitu kau tetap mencintainya?"

"Ya."

Rin berbalik, wajahnya datar dan terlihat tidak senang. "Orang yang tulus mencintaimu tidak akan menjadikanmu bahan taruhan. Aku akan memenangkan pertandingan ini. Agar kau tahu betapa Sae hanya menganggapmu seperti barang curian dariku."

(Y/n) menghela nafas, dia naif. Dan dia tahu betul itu. Dadanya terasa sesak, rasa cintanya hambar.

Air mata kian menggenang menutupi penglihatan. Perlahan turun dan mulai membasahi pipi kemerahan miliknya. Labium mewah muda sesekali terbuka untuk meraup oksigen di udara. Rasa sesak menghimpit dan terus menerjang.

Sruk.

Sesuatu menutupi kepalanya. Pemilik manik coklat dan rambut hitam khas yang sering dia lihat beberapa tahun belakangan ini terlihat bingung.

"Kau, (y/n) kan?" Bibir itu terlihat bertanya. "Ada apa? Kenapa kau menangis disini?"

Kedua bahu bergetar menahan tangis yang membludak. Tepukan pelan dari puncak kepala dia dapati.

"Ayo duduk dulu, aku ditemani Kenma untuk melihat pertandingan bola hari ini. Katanya seru."

Tangan perempuan itu ditarik perlahan mengikuti jalan kedua kaki jenjang. "Aku lelah Kuroo-senpai."

Kuroo semakin menarik tubuh perempuan itu mendekat. "Ayo cari tempat duduk dulu baru istirahat."

.
.
.


.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

San: yahahahha kasian reader cmn tropi 🏃‍♀️💨💨

.
.
.

.
.
.

.
.
.

8 Mei 2023

Different Side [I. Sae x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang