08 "Sahabat"

65 11 0
                                    

-Seorang sahabat dan seorang yang pernah menjadi.

_

Semua cukup hening dalam riuhnya percakapan tak berujung kumpulan manusia di hadapan Derana. Awalnya.

"Derana!"

"Kenapa, Pak?"

"Siaran kemarin banyak disukai penonton," ucap Baswara antusias.

"Ma...maksudnya?"

"Mereka suka cara kamu mengiklankan produk kami. Banyak yang memberi komentar positif. Mereka tertarik membeli produk kami."

"Benarkah??"

"Ya!"

"Wahh, itu mengejutkan. Tapi saya turut senang."

Baswara tersenyum lapang. Ada sedikit rasa bangga.

"Kalau begitu, teruslah jadi model."

"Ha??"

"Iya. Teruslah jadi brand ambassador produk kami yang kemarin."

"Ta...tapi, Pak..."

"Tolonglah... Hanya untuk 3 kali siaran. Saya akan memberikan bayaran khusus untuk itu."

Derana terdiam memikirkan. Itu tawaran yang menarik. Khususnya untuk saat ini. Ia butuh banyak uang.

"Baiklah."

"Serius?!"

"Uum."

Baswara memeluk Derana tanpa aba-aba. Persetujuan Derana membuat semua beban di pundaknya terangkat. Merasa bahagia juga lega.

Sedangkan Derana tidak. Ia mematung dengan tangan yang mengepal kuat. Dada bidang berotot yang mendadak menempel padanya membuat detak jantungnya mendengum kuat. Mungkin jantung di seberang dapat mendengarkan.

"Ma...maaf. Saya terlalu bahagia."

"I...iya. Tidak apa-apa."

"Satu lagi."

Derana kembali mendongak setelah insiden pelukan menundukkannya sesaat lalu.

"Untuk siaran berikutnya, kamu akan siaran dengan Manajer divisi periklanan Shoy Express... Karsa."

Detak berdegug itu berganti ngilu. Derana sudah berdamai sebenarnya. Ingatan tentang rasa cinta dan benci mulai memudar. Tapi tetap saja. Luka bisa sembuh tapi ingatan akan selalu tinggal.

"Tidak apa-apa," jawab Derana tegas.

"Benarkah? Saya tidak masalah membatalkan kerja sama itu jika kamu merasa tidak nyaman di dekatnya. Saya serius."

"Tidak, Pak. Kasihan juga perusahaan mereka."

"Kamu masih peduli padanya setelah apa yang dia lakukan?"

Derana terkekeh kecil. Baswara bukan yang pertama menyadarkan kebodohannya. Ia mendengar bahkan sebelum hubungan itu ditumbuhkan. Tapi ia telah menjadi dewasa untuk sadar bahwa menjauh tidak membuatnya lebih iklas.

"Saya sudah berdamai. Dengan semuanya."

Baswara menghela panjang. Wanita di depannya menunjukkan kekuatan di balik mata sayunya.

"Bagus. Itu pilihan terbaik."

Derana tersenyum dan Baswara menimpali. Setelah kemarin menjadi dekat dengan cepat, hari ini mereka saling mengerti.

....

Setelah semua persiapan kru selesai mereka bersiap untuk memulai siaran langsung.

"Kamu benar-benar tidak apa-apa?"

"Tidak, Pak," Derana tersenyum meyakinkan.

Baswara mengangguk-mengerti.

Karsa mengambil posisi yang sama dengan Derana. Masing-masing terdiam. Derana tidak membenci kehadiran pria yang banyak meninggalkan bekas luka itu. Perasaan yang tidak bisa ia mengerti dan jelaskan menahan untuk menemukan alasan untuk mengajaknya bicara.

Proses siaran langsung berjalan baik dari segmen pertama sampai ketiga. Tidak ada kecanggungan. Bahkan banyak canda-tawa di obrolan Derana dan Karsa. Untuk mereka yang tidak tahu latar hubungan pahit dua orang itu bisa berprasangka mereka adalah sepasang kekasih.

"Terima kasih," ucap Karsa tiba-tiba setelah Gia menyelesaikan proses pengambilan gambar.

"Untuk?"

"Sudah mau melakukan ini. Menyelamatkan kerjasama kami."

"Tidak perlu. Aku hanya melakukan pekerjaanku. Sama seperti yang kau lakukan."

Derana melangkah menjauh setelah kalimat panjang itu terucap.

Mulut Karsa terlihat sedikit terbuka dengan tarikan napas pendek ingin menghentikan langkah Derana. Tapi wanita itu menjauh dengan cepat. Muncul bersama perasaan aneh tiba-tiba. Rasa bersalah.

"Derana!"

Derana berbalik cepat pada suara bas Baswara yang berjalan mendekatinya.

"Terima kasih untuk hari ini."

"Iya, Pak. Terima kasih juga sudah mempercayakan kepada saya."

"Kamu benar-benar hebat. Bisa mengesampingkan hal pribadi dengan pekerjaan. Kalian bahkan terlihat sangat dekat."

"Sudah saya bilang, semua sudah selesai."

Baswara tersenyum lapang dengan tatapan lurus pada mata berbinar di hadapannya.

"Pak?"

"Ha?"

"Kenapa?"

"Ti...tidak. Oh iya, nanti saya antar lagi, ya."

"Tidak usah, Pak. Saya tidak ingin merepotkan. Toh kita sudah impas."

Baswara masih terkekeh pada anggapan yang diyakini Derana.

"Tidak. Ini murni tawaran pribadi."

"Tapi Pak, saya tidak bisa terus menerima kebaikan Bapak."

"Kamu ini bicara apa. Anggap saja saya sahabatmu yang menawari tumpangan."

"Bukankah itu terlalu cepat? Menjadi sahabat," ucap Derana tersenyum miring.

"Kenapa tidak? Obrolan kita nyambung. Dua bulan cukup lama 'kan?"

"Iya, sih."

Mereka kembali tertawa kecil. Saling menertawai. Dua manusia yang sedang menikmati hidup dalam keributan orang banyak.

***
~
~
~
(Siaran Langsung)



•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Apakah Kita Akan Bahagia? (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang