17. this story begins

668 163 10
                                    

Sudah hampir tiga jam lebih Shani berdiam di depan mobil hitamnya yang terpakir di sekitaran dermaga.

Pikirannya pun berlari menjauh kemana-mana seolah tak berada di sana.

Tadi, sekitar pukul dua belas malam Shani tiba di kawasan Surabaya dan langsung bergegas menuju kawasan selat Madura.

Sesaat setelah datang dan keluar dari mobil, Shani malah menangis tersedu-sedu. Ia menyuarakan hatinya yang begitu mengganjal saat melihat lampu-lampu kapal berlayar.

Shani seolah membayangkan Al Tara masih melakukan perjalanan di dalam kapal itu.

Hati ibu mana yang tak sakit saat dirinya harus berpisah dengan anak sulung yang begitu ia sayang dengan kisah hidup yang malang.

Jika pikiran Shani kacau saat merindukan Al Tara namun ia tak mampu berbuat apa-apa, sumpah serapah Shani terlayang jelas tertuju pada sang mantan suami, Gracio.

Demi Tuhan, Shani begitu membenci laki-laki itu. Tak menampik dulu Shani begitu menyayangi Gracio dengan tulus.

Namun semua itu berubah saat segala realita menghantam keras relung Shani.

Suami baik, laki-laki penyayang, laki-laki pekerja keras, semua pemikiran-pemikiran itu kini berubah menjadi sebuah kebencian pada Gracio menjadi..

Laki-laki yang tega mengusir anaknya. Laki-laki yang tega menyiksa anaknya.
Dan laki-laki yang tega memisahkan ibu dengan anaknya.

Shani sangat berharap pada semesta agar menghukum Gracio atas tindakannya yang benar-benar keji. Ya walaupun negara sudah memberikan hukuman pada laki-laki itu namun tetap saja, rasa tak terima menyeruak pada hati Shani.

Shani menghela nafasnya panjang, mengambil banyak-banyak oksigen segar untuk memulihkan nafasnya yang sudah tersengal-sengal akibat menangis sendirian.

Bayangan matanya tak lepas dari senyuman Al Tara dengan kedua bola mata sipit yang hitam.

"Sayang... Mama kangen.. bisa nggak kamu peluk mama sekarang.." lirih Shani dengan tatapan sendunya.

Wanita itu memeluk kedua kakinya yang tertutupi oleh dress hitam yang ia kenakan. hembusan angin dekat dermaga mampu mesayup-sayupkan dress yang Shani kenakan.

Tak jarang helaian rambut Shani tersibak.

"Lagi lagi mama kalau kesini selalu bilang ke kamu buat maafin papa, karena mama mau kamu pulang, pasti kamu sangat kecewa sama papa ya.. sampai dua tahun kamu nggak mau pulang ke rumah.."

"Kamu nggak kasihan sama mama? Hm" kedua air mata Shani meluncur begitu saja. Entahlah rasanya begitu menyakitkan.

"Mama sekarang sering tidur sendirian, adik kamu sekarang udah sibuk sama kegiatan kampusnya.."

Shani mendongak keatas saat merasakan kedua pipinya basah kembali.

"Pulang yuk, kemarin Chika main kerumah lho, dia mama ajakin nginep karena cuti kuliah, kasihan Ra si Chika, dia terus nge-push badannya.. dia juga jarang senyum, jarang ketawa.. mama kasihan banget lihat Chika yang sekarang.." Shani mengigit bibir bawahnya saat ingatannya tertuju pada mata panda Chika.

"Kemarin waktu mama ketemu tante Aya, Tante Aya cerita, semua kegiatan Chika ikutin biar dia nggak terus larut.."

"Tante Aya benar-benar menceritakan semua sakit Chika Raa.."

"kamu nggak kangen sama dia Ra?"

Rasanya begitu sesak jika Shani mengingat kembali kebersamaan Chika dengan Al Tara. Setiap waktu Tara menghabiskan waktunya untuk bersama dengan Chika. 

HEY ARA II: Sky, Stars, And UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang