29. Penyesalan Giana

1.5K 247 48
                                    

____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____

"Masih belum baikan juga?" Tanya Nini.

Giana yang sedang memakan mie ayamnya hanya mengangguk pelan. Mereka sedang makan siang di kantin FMIPA. Nini yang kebetulan tidak punya agenda rapat ikut menemani Giana, yang sejak kelas tadi ia perhatikan ngehela nafas mulu, sampai ia jengkel denger helaan nafasnya.

"Udah gue bilang, itu elo yang salah. Kenapa belum di bujuk juga tuh sahabat dugong lo, sih?"

Giana hanya diam, mengambil nafas sejenak lalu mengembuskannya perlahan. "Mungkin karena gue sedikit bersyukur, Ni?"

"Lah? Bersyukur paan anjir????" Tanya Nini heran.

"Karena dengan begini, setidaknya gue bisa ngundur-ngundur buat ngasih tau dia soal keberangkatan gue."

Nini menggelengkan kepalanya, "Gue yakin 100% Jovan bakal bener-bener marah banget sama lo."

Giana menggigit bibir dalamnya, itu yang gue takutin, Ni.

Makanya dengan adanya jarak seperti ini entah kenapa membuatnya sedikit merasa lega. Setidaknya ia bisa mengundur waktu dulu.

Nini menggelengkan kepalanya, "Kasih tau cepetan, bujuk dulu sih minimal."

Giana menghela nafas pelan, "Jovan keknya udah gak mau temuin gue deh. Beberapa hari ini dia gak pernah main ke apart gue lagi."

"Kan dia emang lagi marah, bego????"

Astaga salah apa gue punya teman kayak dia, batin Nini jengkel.

"Tapi, biasanya mau semarah apapun dia, dia bakal tetep ke apart buat cek lampu."

"Sekarang marahnya tuh beda!"

"Beda apanya? Kan itu cuman persoalan baju doang."

Nini melotot, "Bukan cuman bajunya Giana! Tapi elonya yang berubah. Itu yang buat dia marah." Emosi juga dia lama-lama bicara dengan sahabatnya ini.

"Gue gak berubah, Ni.."

"Ya, itu menurut lo, menurut Jovan enggak. Lo kalau gak baikan sama dia sekarang, gue jamin, lo gak akan pernah lagi bisa ketemu Jovan, serius gue."

Giana menelan makanannya dengan perasaan takut.

____

Giana menunggu di depan Apartemen Jovan, menunggu lelaki yang sudah marah kepadanya selama beberapa hari ini. Marah Jovan kali ini bukan hanya sekedar karena dia ngambek, tapi Jovan benar-benar marah, ia bisa merasakan itu.

Giana menggenggam tangannya, perasaannya tidak karuan. Ia takut. Rasanya seperti ia sedang melakukan suatu kesalahan besar dan takut untuk pulang menghadapi Papanya.

Jovan marah itu bencana besar baginya. Jovan tidak pernah marah padanya. Jovan biasanya hanya ngambek padanya, dan ngebujuk Jovan pun gampang, tinggal ajak Mabar, maka masalah selesai. Tapi, kali ini berbeda, marah Jovan kali ini benar-benar berbeda. Jovan tidak pernah mendiaminya berhari-hari seperti ini. Jovan tidak pernah memperlakukannya seperti ini.

Glimpse of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang