_____
Giana menatap laptop di depannya, ia sedang berada di cafe saat ini. Niatnya ingin mengerjakan tugas tapi malah gak mood karena mikirin Jovan.
Jovan akhir-akhir ini aneh, Jovan yang biasanya selalu menghubunginya jika ia lupa atau tidak sempat untuk menghubungi Jovan. Tapi beberapa hari ini, Jovan tidak menghubunginya duluan, Giana sudah memikirkan kemungkinan bahwa mungkin Jovan sibuk. Tapi, Jovan selalu aktif lewat instastorynya.
Padahal Jovan sendiri yang memberikannya syarat saat di bandara agar selalu menghubunginya. Tapi beberapa hari terakhir ini, jika ia mengirimkan Jovan pesan, Jovan hanya membalas seadanya, singkat dan tidak ada feedback. Jovan pasti akan memutuskan chat mereka dengan balasan iya atau oke. Tidak ada pertanyaan timbal balik. Jovan memang bukan tipe cerewet tapi Giana jelas bisa melihat perbedaannya, Jovan selalu menanyakan hal-hal gak penting saat obrolan mereka akan mati- setidaknya dulu begitu.
Tapi sekarang, Jovan..
Giana merasa Jovan menghindarinya.
Tapi.., mau berapa kalipun Giana berpikir kesalahannya apa, ia tidak bisa menemukan apa-apa.
Yang jelas Jovan berubah sejak ia nyasar di pinggir taman yang tidak ia ketahui keberadaannya, untung saja Nanda- salah satu temannya di kampus ini melihatnya dan segera menghampirinya.
Giana kemudian menyadari, sejak saat itu Jovan tidak sering mengirimkan spam padanya.
Giana menghela nafas panjang. Kalau saat ini mereka tidak jauhan, Giana pasti sudah mendobrak kamar Jovan dan menanyakan alasannya kenapa.
Setelah menjalani hampir 4 bulan di sini, Giana menyadari satu hal.
Ia juga bisa hidup tanpa Jovan.
Walau awalnya lumayan sulit, karena biar bagaimanapun ia sudah terbiasa dengan kehadiran Jovan. Jovan yang selalu menemukannya saat ia nyasar. Jovan yang selalu memarahinya hanya karena masalah sepele. Jovan yang selalu ada di saat ia butuh.
Giana tersenyum, sebenarnya waktu ia mengetahui kalau ia lulus banyak yang ia pertimbangkan. Tapi salah satu dari sekian banyaknya pertimbangan Giana adalah, ia ingin mengetahui apakah ia bisa hidup tanpa Jovan.
Giana sudah bersiap hati tentang itu karena satu hal yang pasti adalah Jovan tidak akan selalu ada untuknya kan?
Makanya Giana merasa kalau ia harus bisa keluar dari zona nyamannya untuk bisa bertahan hidu— kalau-kalau Jovan meninggalkannya juga. Ia tidak ingin terlalu bergantungan dengan Jovan, ia takut kalau Jovan pergi ia tidak bisa berdiri tegak. Seperti saat Mamanya pergi. Sulit baginya untuk bangun kembali. Dan, Giana tidak ingin merasakan hal seperti itu dua kali.
Drrtttt.
Deringan ponsel Giana mengalihkan perhatiannya.
"Halo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse of us
FanfictionSerius, bersahabat dengan cowok tidak akan membuatmu kecewa, tapi itu tergantung bagaimana kau menghadapinya, intinya jangan terjebak friendzone yang baper hanya kau sendiri. "Who fell first?" Mungkin itu yang akan kalian tanyakan jika membaca ini. ...