.
.
.
🍁🍁🍁🍁
Baru sampai di rumah, ibunya tiba-tiba menghampirinya di depan pintu sambil membawa sepiring tar cokelat. “Tunggu di sini, jangan dilepas dulu sepatumu,” kata ibunya. “Coba berikan ini kepada Hinata, tadi ibu tidak sengaja melihat tar cokelat kesukaan Hinata saat pulang belanja.”
Sebelum Naruto menerima tar cokelat itu, dia melihatnya dengan serius. Tanpa berkata apa-apa Naruto menerimanya, dan berjalan keluar dari rumahnya dengan menghela napas, lalu berpikir mau sampai kapan dia harus seperti ini. Datang ke rumah gadis menyebalkan itu setiap hari hanya karena ibunya sangat menyukainya. Apakah semua orang tidak mengerti perasaannya yang tidak ingin ada hubungan lebih selain untuk saling kenal saja. Setiap kali orang-orang bertemu dengan mereka, selalu dikait-kaitkan bahwa dia dan Hinata sangat begitu cocok, dan sudah sepantasnya memiliki hubungan.
Naruto menekan bel rumah Hinata, tidak ada jawaban lama sekali, sampai akhirnya dia mendengar suara dari kenop pintu, keluarlah Hanabi, adik Hinata yang masih SMP dari sana. “Kak Naruto, mengantar kue cokelat dari Bibi Kushina?”
“Iya,” karena tidak ada masalah dengan Hanabi, Naruto mengusap kepala anak itu, dan membiarkan Hanabi masuk membawa kue cokelat yang dibawanya karena terlihat begitu bersemangat dan senang. “Selamat malam, Hana,” Naruto keluar dari halaman rumah keluarga Hyuuga setelah berpamitan.
Saat memutar tubuhnya dengan senyum merekah setelah melihat Hanabi bersemangat tadi, Naruto mendapati Hinata di depan rumah, sepertinya baru pulang. “Aku pulang dulu,” kata Naruto, tanpa menunggu respons gadis itu, toh karena Naruto tidak ingin terjebak terlalu lama. Dia bahkan sama sekali tidak menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya tempo hari yang membentak hanya karena dia merasa harus ada jarak pada hubungan pertemanan mereka.
Sesampainya di dalam, Hinata meremas roknya kuat. Air mata itu sudah berada di pelupuk matanya dan hampir terjatuh kalau dia tidak lebih tabah menghadapi kenyataan. Entah sejak kapan hubungan itu merenggang, pun apa penyebab mereka akhirnya saling menjauh masih tidak begitu jelas.
Bagi Hinata, semuanya berjalan seperti biasa. Namun tentu saja, keadaan mereka tidak seperti dulu lagi. Hinata berpikir sebaiknya memang harus menyerah pada perasaan yang sudah dibangun olehnya, dengan seluruh pikiran positif yang memercayai bahwa suatu hari nanti dia maupun Naruto dapat memiliki hubungan serius daripada sekadar tetangga sebelah rumah.
Tidak tahu mengapa kakaknya tiba-tiba pergi ke atas, Hanabi hanya termenung di ambang pintu dapurnya, padahal dia sudah memotong tar cokelat bagian kakaknya, karena kakaknya menyukai tar yang selalu dibelikan oleh bibi di sebelah rumah mereka yang sudah seperti keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance ✔️
FanfictionSatu-satunya yang Hinata Hyuuga miliki adalah keteguhan hatinya pada cinta yang tidak pernah terbalas, sampai akhirnya dia menyerah demi kebahagiaan pemuda yang dicintainya. Sejak kecil, hubungan mereka dimulai antara jendela yang berhadapan, lalu...