Satu-satunya yang Hinata Hyuuga miliki adalah keteguhan hatinya pada cinta yang tidak pernah terbalas, sampai akhirnya dia menyerah demi kebahagiaan pemuda yang dicintainya.
Sejak kecil, hubungan mereka dimulai antara jendela yang berhadapan, lalu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍁🍁🍁🍁
Sudah seminggu lamanya mereka sama-sama saling memperbaiki hubungan tersebut. Meskipun Hinata masih menjadi gadis pendiam daripada menanggapi penuh semangat seperti biasa, tapi bagi Naruto, itu tidak jadi masalah. Yang penting, Hinata membawakan bekal untuknya, lalu mereka makan bersama di taman sekolah.
"Hinata, ada film yang bagus sedang diputar, Hinata mau melihat bersamaku?" gadis itu melirik Naruto, entah sejak kapan pemuda itu suka bersuara manis. Padahal Naruto tidak pernah seperti itu selama ini. Sejak memasuki SMA, Naruto menjadi lebih pendiam dan sok keren. Dia melakukan sesuatu yang disukainya tanpa memedulikan dia yang selalu jadi orang pertama yang mengajaknya pergi bermain. "Kamu boleh minta traktir apa saja, mau tar stroberi atau cokelat, aku akan membelikannya untukmu."
"Aku sedang ada kerja kelompok dengan Toneri."
"Tidak boleh!" Naruto berseru kesal. "Tidak boleh pergi bersama siapa pun kecuali bersamaku!" dia lebih mudah terang-terangan sekarang daripada menutupi semua perasaan tidak sukanya itu. Naruto berjanji pada dirinya sendiri dia tidak perlu lagi menjadi orang lain. Dia harus menjadi seperti biasanya, menunjukkan kepeduliannya dan rasa sukanya pada Hinata. "Kalau kamu pergi dengan orang lain, aku benar-benar marah."
"Apa kamu tahu alasanku tidak mau pergi bukan hanya karena kerja kelompok saja?" pemuda itu mengamati Hinata yang menghela napas. "Sebentar lagi kamu akan ada pertandingan basket saat musim panas tiba. Kamu pasti sibuk untuk berlatih dan mempersiapkan pertandingan. Gunakan waktumu sebaik mungkin, orang lain akan mencibirku lagi kalau membuatmu terus bersamaku, mereka sering kali menyalahkan aku daripada menyalahkanmu."
Apa yang dikatakan oleh Hinata benar. Semua anak-anak aneh tidak tahu diri itu selalu menyalahkan Hinata. Sampai Kiba yang terus mencibir Hinata tanpa henti akhirnya dalam kesempatan yang ada, dia menonjok muka Kiba karena saking kesalnya, menuduhnya mungkin saja bisa meniduri Hinata karena mereka teman semasa kecil. Harusnya Naruto memanfaatkan Hinata, karena gadis itu lebih mudah dibodohi.
"Kamu jangan khawatir," kata Naruto. "Mulai sekarang, aku akan membuat perhitungan pada siapa pun yang mencoba membuatmu sedih, dan aku tidak peduli kalau mereka semua itu teman-temanku. Aku akan membuat perhitungan."
Hinata senang mendengarnya. Namun dari kejauhan saat mereka masih duduk-duduk di taman sambil menunggu jam istirahat usai, keduanya memerhatikan Shion dan Toneri yang sepertinya terlihat semakin dekat dari hari ke hari. Naruto maupun Hinata tidak tahu, apa yang kali ini terjadi, setelah beberapa waktu lalu, Shion memaksa Toneri menemaninya menonton film.
"Kalau aku bisa memainkan piano dalam seminggu, kamu mau jadi pacarku, 'kan?" Shion berseru, sambil diiringi tawa, mengejar Toneri yang berjalan secepat yang dia bisa sambil memeluk buku. "Toneri, semakin kamu menghindariku, semakin aku menyukaimu. Apa kamu tahu, kalau kamu itu adalah pemuda tampan? Aku suka yang tampan-tampan sepertimu tahu. Ayo, kita saling mengenal satu sama lainnya. Aku yakin Toneri tidak akan menyesal mengenal Shion yang cantik ini. Bukankah kita pasangan yang sempurna?"