Distance - Bab 12

1.9K 254 30
                                    

.






.






.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🍁🍁🍁🍁


Setiap kali Naruto masuk ke kamarnya, dia selalu melirik ke luar jendelanya-memandang serius jendela Hinata yang entah sejak kapan tidak pernah lagi terbuka, dan tirai-tirai putih itu masih berada di tempatnya.

Sejak kapan ini menjadi hal yang paling tidak disukainya. Lagi pula tidak ada alasan bagi seseorang selalu membuka jendela apalagi ketika malam tiba, angin sering kali menusuk kulit dan tulang. Sudah sewajarnya jendela itu tertutup rapat, tetapi ada yang kurang, ada yang tidak bisa Naruto terima.

Ibu pun masuk setelah mengetuk pintu. "Pekan ini kita makan di luar," yang dilakukannya hanya melepaskan seragamnya, bersiap untuk berendam, lalu makan malam. Dia tidak mau dengar lagi soal makan malam pekan. Dia tidak suka datang ke sana kalau dia lagi-lagi mendengar Hinata tidak hadir, karena gadis itu pergi dengan pemuda lain. "Hari ini begitu sulit di sekolah? Kamu kelihatan sekali sangat lelah."

Apa ibu tahu kalau anak kesayangan ibu sedang merana?

Kushina Uzumaki mungkin bakal menertawakannya, ibunya sama sekali tidak tahu menahu soal perasaan putranya yang kelewat frustrasi sekarang. Kalau dia membicarakan soal Hinata yang sudah punya pacar, berciuman, sementara putranya sendiri seperti seorang penjahat-sebagai orang ketiga yang membuat ulah-apakah ibu marah atau mendukungnya untuk merebut kembali gadis itu dari pemuda yang tiba-tiba saja datang di kehidupan Hinata?

Pertanyaan itu tiada habisnya dipikirkan oleh Naruto. Di dalam bak mandi dia termenung sampai tidak lagi merasakan air itu panas seperti saat dia baru saja memasukkan kakinya ke dalam.

"Nak, kamu tidak pingsan di dalam, 'kan? Ini sudah satu jam, kenapa belum keluar juga?" Kushina mengerti, anak itu tampak lelah sekali hari ini, biasanya dia akan langsung pergi ke dapur untuk bertanya menu makan malam kali ini, tetapi tak dilakukannya. Kushina bahkan tak menyangka putranya pergi ke kamar dengan langkah berat hampir tak terdengar. "Keluarlah, kita makan malam dulu," serunya dengan nada khawatir.

Naruto menyudahi berendam air panas, lalu berganti pakaian. Dia pun keluar dari kamar mandi dengan masih mengalungkan handuk setengah basah.

Melihat makan malam di atas meja tidak membuatnya berselera. Tapi kalau dia tidak menikmati sesuap saja, ibu mungkin bakal memarahinya habis-habisan. Namun setiap dia menelan semua makanan itu, perutnya akan merasa sakit. Naruto merasa sedih-meskipun sebenarnya dia ingin menangis.

Ibu dan ayahnya tidak berkomentar ketika anak mereka yang biasanya bersemangat pergi ke kamar setelah makan malam mereka selesai, dan itu terasa sangat singkat.

Distance ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang