Satu-satunya yang Hinata Hyuuga miliki adalah keteguhan hatinya pada cinta yang tidak pernah terbalas, sampai akhirnya dia menyerah demi kebahagiaan pemuda yang dicintainya.
Sejak kecil, hubungan mereka dimulai antara jendela yang berhadapan, lalu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Keluarga Hyuuga dan keluarga Uzumaki sedekat itu sampai tidak terhitung berapa kali mereka suka berbagi. Dimulai dari membeli oleh-oleh, membuat makanan sendiri, sampai hampir setiap pekan mereka bergantian untuk menghadirkan acara makan malam bersama yang meriah seakan-akan keluarga mereka seperti sedang berbesan, sehingga bagi mereka wajib hukumnya untuk saling berhubungan baik.
Hikari, ibu Hinata, seperti biasa, suka membuat sesuatu seperti puding atau tar, itu pun karena ibunya pernah membuka toko pastri yang akhirnya tutup karena mengandung anak kedua, lalu fokus sebagai ibu rumah tangga yang baik tanpa melibatkan diri pada pekerjaan. Dan baru pulang dari rumah Sakura, Hinata sudah diminta untuk mengantar pastri buatan ibunya ke sebelah, rumah Naruto.
“Ibu tidak perlu bikin seperti ini terus-terusan, nanti ibu capek,” Hikari melirik putrinya sebentar, jarang mendengar gadis itu berbicara demikian. Biasanya, Hinata senang-senang saja kalau ibunya membuat makanan pencuci mulut, lalu dibagikannya ke keluarga Uzumaki di sebelah. “Tidak bisakah Hanabi saja yang mengantarnya?”
“Kamu kenapa? Pasti bertengkar dengan Naruto, ya?”
“Tidak kok.”
“Kenapa kamu bersikap seperti ini?” Hikari mencermati putrinya dengan lembut. “Kalau tidak bertengkar dengan Naru, kamu pasti tidak akan berbicara seperti itu. Jadi ada apa? Apa kamu dibuat kesal?”
Hinata tidak bisa mengatakan bahwa tiga hari lalu, Naruto sudah membuat kesalahan dengan menolak bekal darinya sampai berbicara tidak sopan dengan menuduhnya menggunakan nama ibunya. Kalau ibunya mendengar itu, Hinata pasti yang disalahkan, beranggapan lagi-lagi dia memaksa Naruto, atau menempel terus-terusan. Orangtuanya selalu memberikan guyonan seperti itu. Menggambarkan dengan jelas bahwa putrinya sangat mencintai putra dari keluarga Uzumaki, tetapi kalau dibuat menjadi seolah cinta sepihak, siapa yang tabah menghadapi.
Meskipun Hinata menolak keras dia perlu pergi ke sebelah, dia harus tetap pergi, karena tidak mau sampai ibunya lagi-lagi menggoda apalagi mengomeli pentingnya untuk menjalin hubungan. Dia bisa saja bersikap baik-baik saja, tapi pemuda di sebelahnya itu luar biasa menyebalkan. Mengapa dia harus bertahan dengan sikapnya yang sudah kelewatan.
Masuk seperti biasa, Hinata melirik sepatu yang berada di area pintu masuk, melihat sepatu sport tetapi punya ukurannya sangat kecil. Mirip seperti sepatu basket yang dikenakan oleh Naruto, sepatu itu lumayan punya harga yang tidak murah, Naruto sampai menabung selama tiga bulan agar bisa mendapatkannya. Kira-kira siapa yang datang. Sepatu tersebut lebih punya gaya atau lebih cocok digunakan untuk anak perempuan.