Sesuai ucapan Yu Sri, wanita itu tak melakukan ritual seperti biasa, yaitu ghibah dan langsung menutup los. Saat Damar kembali setelah mengantar boks juga kontainer, wanita yang memakai sling bag rajut itu sudah bersiap di atas motor.
"Ayo, tak terke."
Damar mengangguk penuh keyakinan dan segera naik sesuai perintah. Keluar dari area pasar, motor yang sudah berada di jalan utama Parangtritis terus melaju lurus. Lalu menyeberang jalan di sebuah tempat yang berdekatan dengan bengkel.
Damar turun disusul Yu Sri setelah menyandarkan sepeda motornya. Dia mengedarkan pandangan, melihat tempat pencucian motor yang berukuran lumayan besar itu. Sekitar 15x6m. Di pojok kiri dan kanan ada sebuah ruangan tersendiri. Sedang di bagian tengah ada kursi untuk menunggu.
Yu Sri mengedarkan pandangan, mencari sosok yang dimaksud di antara beberapa orang. "Sat."
Salah satu orang yang tengah mencuci motor berdiri dan tersenyum. Lelaki dengan penuh tato di bagian lengan itu dan hanya memakai singlet dan celana kain pendek juga sepatu boat, berjalan mendekat. Rambutnya gondrong dengan mata sipit. Hidungnya tak terlalu pesek juga tak terlalu mancung. Dia mengulurkan tangan dan langsung mencium punggung tangan Yu Sri.
Damar terkesiap, tak menduga jika lelaki bertato itu cukup beradab. mengingat selama ini pandangan akan lelaki bertato cukup negatif.
"Pripun, Yu?"
Mendengar pertanyaan yang memakai bahasa Jawa halus itu juga membuat Damar semakin syok. Dalam benaknya, jika lelaki bertato selalu identik dengan arogan, tetapi yang dilihatnya jauh berbeda. Santun.
"Satria, Ini yang pernah tak omongin dulu. Bisa 'kan dia bekerja di sini? Nanti kamu ajarin dulu, pinter anaknya. Tak jamin."
Satria, lelaki itu memberikan atensinya pada Damar. "Siapa namamu?" tanyanya seraya mengulurkan tangan.
"Damar." Damar menerima jabat tangan lalu melepaskan setelah Satria tersenyum padanya. Sebuah sambutan yang lumayan hangat.
"Berapa umurmu?"
"Lima belas."
Jawaban Damar cukup membuat lelaki itu syok. Walau dalam sepersekian detik langsung bisa menguasai keadaan dengan menoleh pada Yu Sri.
"Pie? Bisa kan?" Yu Sri memastikan sekali lagi.
Lelaki itu meminta Damar masuk ke ruangan yang berada di sebelah kanan. Duduk saling berhadapan, sedang Yu Sri menunggu di luar. Untuk apa? Tentu saja untuk menanyakan kesiapan kerja juga gaji yang akan diterima. Ya, selama masa training mengingat selama ini belum pernah kerja di pencucian motor, maka dia hanya menerima upah sepuluh ribu hingga lima belas ribu. Apalagi jam kerja hanya dari jam dua belas hingga jam lima.
Bagi Damar, tak masalah. Karena sesuai perjanjian, gajinya akan meningkat sesuai dengan kemampuannya melakukan jasa pencucian.
"Kamu bisa mulai kerja hari ini."
"Benar, Mas?"
Sebuah anggukan menjadi jawaban. "Aku sendiri yang akan mengajarimu." Satria berdiri diikuti Damar.
Mereka keluar bersamaan, lalu sebuah perintah untuk memakai sepatu boot yang berada di ruang sebelahnya diberikan pada Damar. Sedang Satria duduk dekat Yu Sri, entah membicarakan apa.
"Aku balik sik ya, Mar. Sing sregep." Yu Sri pamit pulang ketika Damar sudah memakai sepatu boot, bersiap.
"Matur nuwun, Yu." Damar mendekat, mencium punggung tangan Yu Sri sebelum pergi lalu kembali menuju Satria yang sudah menunggu.
Damar mengikuti langkah Satria yang memperkenalkan satu-satunya karyawan yang dia punya. Indra. Lelaki berusia 23 tahun, tak terlalu tinggi. Mempunyai kumis tipis, matanya sayu dengan alis yang tebal. Dia menjabat tangan sebelum akhirnya kembali menyelesaikan tugasnya mencuci motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother (Danu dan Damar) Spin Off Arga ; Repihan Rasa
RandomKisah kakak beradik yang bertahan hidup di tengah kemiskinan. Juga perjuangan sang kakak menjaga dan membahagiakan sang adik. Hidup yang keras, memaksa dirinya dewasa oleh keadaan. "Apa kami minta dilahirkan? Bukankah kalian yang meminta kehadiran k...