ekstra.new home

533 50 0
                                    

Sejenak Damar ragu mengetuk pintu kamar Arga. Berulang kali dia memastikan apakah harus mengganggu atau menunggu saat makan malam untuk mengatakannya. Setelah menimang-nimang beberapa hari ke belakang di mana orang tua asuhnya begitu sibuk, bahkan harus keluar kota. Akhirnya dia mengurungkan niat.

Baru saja memutar tubuh kembali ke kamar, pintu dibuka dari dalam.

"Loh, ada apa Mar?"

Damar terkesiap. Kaget karena tak menyangka. "Sebenarnya saya mau bicara dengan Anda, cuma kelihatannya Anda sibuk sekali."

"Gak, masuklah." Arga membuka pintu kamar lebih lebar. Mempersilahkan Damar masuk.

Arga berjalan menuju kamar kerja yang berada di sebelah ruang tidur. Sebenarnya itu adalah kamar mendiang ibunya yang sekarang dipakainya.

Duduk di ruang kerja, Damar bisa melihat laptop masih menyala dengan beberapa berkas di sampingnya. Di atas meja yang tertutup kaca, ada beberapa foto antara Arga dengan adiknya. Bahkan di beberapa bagian ruangan ada figura dengan foto serupa. Juga ada foto mendiang ibunya.

Dari tempatnya duduk dia bisa melihat kolam renang dengan pemandangannya. Sebuah gazebo kecil yang sering dipakai untuk belajar bersama Danu juga lapangan basket mini.

"Ada apa, Mar?"

Damar terkesiap. Dia terlalu terpukau melihat ruangan Arga hingga melupakan sejenak tujuannya mengajak bicara. "Besok Sabtu penerimaan rapor, jadi ... saya gak tahu harus meminta siapa kecuali Anda."

Senyum terukir di wajah lelaki yang tengah menyandarkan punggung ke kursi. "Tenanglah! Aku akan datang. Danu juga sudah memintaku."

"Terima kasih. Kalau begitu, saya pamit keluar dulu." Damar bangkit, tak ingin terlalu lama mengganggu waktu. Namun, bukannya mempersilahkan justru Arga meminta kembali duduk dan mengajak bercengkerama. Tak beberapa lama Danu masuk karena pintu tak terkunci dan mendengar suara Damar dari dalam.

"Kok aku gak ikut diajak ngobrol sih?" Danu merengut melihat keakraban mereka. Dia mendekat dan duduk di pangkuan Arga.

Walau umurnya sudah menginjak sembilan tahun, Danu masih saja suka bermanja-manja. Bahkan tak sungkan menunjukkan ekspresinya, jauh berbeda dengan Damar. Terkadang hal itu membuat sang kakak merasa iri, walau tahu apa yang dilakukan Arga sebatas memenuhi kebutuhan adiknya mengenai kasih sayang. "Ngobrolin apa Om?"

"Ngobrolin jalan-jalan ke mana nanti selama liburan. Kamu punya ide?"

"Gak usah jalan-jalan juga gak pa-pa, Om. Di rumah saja gak masalah." Danu menjawab diplomatis.

"Memang gak bosen? Gimana kalau nonton bioskop?"

Senyum langsung merekah. "Wah ide bagus, Om. Setuju aku." Seketika Danu langsung berubah pikiran. Sedang Damar menaikkan ujung bibir seolah sudah menduga dengan jawaban yang akan keluar dari mulut adiknya.

Danu cengengesan karena senang diikuti Arga yang merasa lucu dengan sikap anak asuhnya. Lalu mereka menikmati waktu hingga Mak Ris menyadarkan jika makan malam sudah siap.

***

"Mas kenapa sih tengak tengok jendela terus?" tanya Danu ketika melihat Damar berulang kali bolak balik.

Damar menghela napas panjang dan duduk di tepi ranjang Danu. Berusaha menenangkan diri. Ah, mengapa dia juga gelisah? Padahal bukan sesuatu yang patut dikhawatirkan. Setidaknya dia sudah berusaha keras demi nilai-nilai di rapor semester kali ini.

"Mas takut gak dapat rangking apa?" Danu yang asyik melihat acara kartun di laptop Damar menoleh. Penasaran mengapa kakaknya tak bisa diam.

"Mas 'kan pinter, ngapain khawatir segala. Pasti masuk sepuluh besar. Bahkan mungkin juara satu."

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang