Ekstra. New home

556 53 0
                                    

Damar baru saja kembali dari perpustakaan dan duduk di kursi kelasnya. Ya, sekarang dia sudah masuk SMA setelah berhasil menamatkan kejar paket yang terbilang cukup singkat.

Baru saja mengempaskan pantat, salah satu temannya mendekat.

"Mar, Adikmu ...." Remaja lelaki itu berusaha mengatur napas untuk meneruskan kalimatnya. Lantas menelan ludah ketika pandangan Damar tertuju padanya. Cepat-cepat dia menyelesaikan ucapan. "Itu, Adikmu tadi kesrempet, katanya mau dibawa ke rumah sakit."

Damar mendelik mendengar berita yang dibawa Aidan, teman sekelasnya. Tanpa melihat waktu istirahat yang sudah hampir habis, dia berlari keluar. Menuju gedung SD yang terbilang cukup jauh meski masih satu komplek. Ya, mereka sekolah di satu tempat. Hanya berbeda gedung saja.

Damar berlari menuruni tangga dan menyeberang ke gedung SD yang harus melintasi gedung SMP sebelum melihat adiknya sudah berada di ambulan, bersiap pergi.

Membelah keramaian anak-anak yang penasaran dengan kondisi Danu, akhirnya dia bisa mendekat.

"Bu, biarkan saya ikut."

Wali kelas yang mengetahui siapa Damar segera menyuruhnya naik.

Sembari mengatur napas, Damar memindai keadaan adiknya.

"Apa kamu gak bisa pecicilan sehari saja?" Bukannya khawatir, Damar langsung memarahi Danu yang merengut. Seolah sudah menduga sebelumnya akan mendapat omelan.

"Aku gak pecicilan, Mas."

"Itu apa kalau gak pecicilan?" Seraya menunjuk tangan sebelah kanan Danu yang terkulai lemas dengan bagian tengah yang menonjol.

"Musibah, Mas. Mosok gak ngerti." Danu menjawab tanpa rasa bersalah.

"Kalau kamu gak pecicilan 'kan gak mungkin sampai kayak gini."

Melihat pertengkaran yang terjadi wali kelas berusaha memberi tahu mengapa Danu sampai kesrempet. Padahal sudah jelas-jelas ada larangan keluar gerbang saat jam istirahat. Namun, karena tengah bermain dan bola melambung keluar pagar. Terpaksa dia naik dan mengambil. Sebuah ide brilian yang berakhir membuatnya hampir kehilangan nyawa karena kebetulan motor melintas dengan kencang saat hendak mengambil di jalan.

"Kamu itu gegabah." Setelah mendengar penjelasan, tentu Damar semakin murka. Mengapa sikap Danu dari dulu sampai sekarang tak berubah.

"Gabah itu yang di sawah Mas."

Damar mendengkus, kesal. Masih saja membuat lelucon, padahal sudah membuat khawatir.

Setiba di rumah sakit, Danu lekas dibawa ke UGD.

Sedang Damar begitu gelisah di luar. Sebuah nomor siap ditekan, hanya saja sejak tadi tak kunjung dihubunginya. Siapa lagi kalau bukan Arga. Setelah menimang beberapa lama, diputuskan untuk mengganggu sejenak waktu bekerja.

Dua kali panggilan tak terhubung dan Damar sudah tahu jika orang tua asuhnya tengah sibuk dengan pekerjaannya. Namun, dia sendiri tak tahu harus meminta bantuan siapa untuk mengurus biaya administrasi kali ini. Mungkin wali kelas bisa membantu di awal, tetapi jika diperlukan tindakan lebih tentu tak mungkin. Apalagi kesalahan awal dari adiknya.

Ketika panggilan ketiga, barulah suara Arga menyapa. "Apa terjadi sesuatu?" tanya yang di seberang sambungan. Mengingat Damar jarang menghubungi jika bukan hal yang penting, tentu membuat Arga paham telah terjadi sesuatu.

Damar terdiam sesaat. "Maaf mengganggu."

"Iya, ada apa? Katakan!"

"Danu kesrempet. Lengan bawah patah dan bahunya mengalami dislokasi."

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang