"Mas, kita ziarah ke makam Bapak yuk."
Ucapan Danu seketika membuat Damar yang tengah membaca, menoleh. Diperhatikan wajah sendu Danu yang baru saja datang, seolah ada kerinduan yang sudah lama tak tersalurkan. Ya, terakhir kali mereka ziarah sebelum berangkat ke kota. Dan belum datang lagi meski sudah satu tahun berlalu.
Damar menutup buku lantas memutar tubuh, menghadap adiknya. Sebuah ide yang membuatnya bangkit lalu duduk di sisi Danu. "Iya, ya. Kita sudah lama gak ziarah."
Ya, walaupun Arga berusaha memenuhi kasih sayang untuk Danu. Kenyataan tak akan bisa menggantikan posisi bapak.
Apalagi kesibukan sejak pindah ke kota membuatnya lupa kegiatan yang dulu setiap Jumat dilakukannya. Ziarah.
"Iya, nanti Mas bilang dulu sama Om."
Danu mendongak, melihat kesungguhan di iris hitam kakaknya. Sebuah lengkung tipis menghiasi wajah, diikuti sebuah pelukan. Tengah asyik merencakan kepergian mereka kembali ke kampung halaman. Suara ketukan di pintu diikuti permintaan makan siang dari Mak Ris membuat kedua kakak beradik itu bangkit.
Di bawah, Arga baru saja keluar dari kamar dan duduk di meja makan. Tak lama Danu juga Damar ikut bergabung. Menyantap makan siang bersama. Sayur asem, ikan asin, ikan goreng, tempe juga sambal. Sangat menggoda di siang yang terik. Mereka menikmati akhir pekan dengan penuh kebahagiaan.
Danu menendang kaki Damar ketika selesai makan. Dengan isyarat mata mengingatkan agar lekas mengatakan keinginannya.
Arga melirik tingkah Danu yang tak biasa. Entah apa keengganan yang membuatnya tak mau berterus terang. "Kenapa Dan?"
Karena Damar tak kunjung lekas bicara, Danu merengut kesal. "Aku mau ziarah Om. Boleh gak? Pengen kirim doa buat Bapak."
Arga yang tengah meminum jus buah seketika meletakkan gelas kembali ke meja. Ziarah? Ah, rasanya dia juga sudah lama tak datang ke makam adiknya. Bercerita banyak hal. Padahal kenyataannya baru beberapa bulan yang lalu, beberapa hari setelah ulang tahunnya.
"Aku sama Mas bisa pergi sendiri kok Om. Gak usah diantar."
Arga merapatkan tubuh ke meja. Diperhatikan kedua anak asuhnya dengan jemari saling bertaut di depan dada. "Bagaimana kalau kita ziarah bareng? Om juga mau ziarah ke makam Adik juga Ibu Om."
Damar dan Danu saling berpandangan sesaat lalu senyum terukir di wajah keduanya. Tanpa komando, mereka menyetujuinya.
Arga memanggil Mak Ris, meminta dicarikan bunga tabur untuk ziarah keesokan hari. Tentu hal itu langsung diiyakan. Lalu Danu sudah merencakan banyak hal. Sesudah ziarah ingin mampir di rumah Mbok Dharma juga Ridwan dan Habibi.
"Uang sakuku masih ada, aku mau traktir mi ayam nanti." Danu begitu semangat menceritakan apa yang akan dilakukan.
Sedang Damar sendiri tak tahu harus berbuat apa nantinya. Mungkin kalau ada waktu mampir ke tempat pencucian. Sekedar mengenang cerita lama.
***
Keesokan paginya, setelah sarapan Danu dan Damar sudah bersiap.
Karena lamanya Arga tak kunjung keluar, kedua kakak beradik itu membantu Mak Ris membawa tiga buah keranjang bunga tabur dan meletakkan ke mobil.
"Kok banyak sekali yang Mak beli?" Danu penasaran melihat begitu banyaknya yang dibeli Mak Ris. Apalagi ada kue, parsel buah juga parsel yang berisi bahan sembako. "Kita cuma mau ziarah kok bawa banyak parcel? Kan lebaran sudah lewat." Dahinya mengernyit. Dia tak paham.
"Iya, Mas Arga minta dicarikan kue juga buah. Katanya buat buah tangan."
Damar tak paham mengapa harus seheboh itu dengan menyediakan buah juga kue padahal hanya berziarah. Apa karena Danu mengatakan akan mampir ke rumah Mbok Dharma? Ah bisa jadi. Namun, apa tak berlebihan dengan semua yang dibawa? Ah, suka-suka orang kaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Brother (Danu dan Damar) Spin Off Arga ; Repihan Rasa
De TodoKisah kakak beradik yang bertahan hidup di tengah kemiskinan. Juga perjuangan sang kakak menjaga dan membahagiakan sang adik. Hidup yang keras, memaksa dirinya dewasa oleh keadaan. "Apa kami minta dilahirkan? Bukankah kalian yang meminta kehadiran k...