Aku sedang berdiri di depan gedung asrama tua yang kini di hiasi beberapa poster juga baliho kecil yang terpampang jelas di sana.
'The Ghost Hunter'
Aku membaca lagi selebaran yang tadi aku dapatkan saat semua siswa-siswi sedang sibuk memilih klub organisasi yang mereka inginkan. Banyak sebenarnya klub lain, seperti klub sastra, klub tata boga, klub fotografi/videografi, klub melukis dll. Tapi entah kenapa aku malah tertarik dengan klub 'The Ghost Hunter' ini menurutku sepertinya seru saja jika aku ikut serta dalam klub itu. Tak banyak yang mendaftar di klub itu, hanya ada delapan orang yang baru aku ketahui.
Aku berjalan di koridor dengan lampu yang redup itu. Agak menyeramkan memang tempat klub yang aku ikuti ini apalagi di asrama tua yang sudah tak dipakai sejak tahun 2006 ini. SMA Garuda memang sudah lama dibangun, sejak tahun 1996 dan masih berdiri sampai tahun 2023 ini. Cukup tua namun semakin beriringan dengan kemajuan zaman, semakin ke sini SMA Garuda semakin bagus dan banyak peminatnya.
Saat aku membuka pintu, aku terperanjat kaget saat ketujuh cowok didalam sana mengejutkan ku.
"Bwa!"
"Anjing kodok lompat-lompat!" kagetku menggeplak wajah bertopeng seram salah satu cowok itu. Memang dia lebih tinggi dariku tapi saat dia mengejutkan ku mereka seperti agak membungkuk.
"Udah weh, kasian anak orang kaget." ujar salah satunya dengan tertawa kecil.
Aku mengelus dadaku menenangkan ritme jantungku yang terus terpacu laju.
"Baru tau gue ada anjing jenis kodok, mana lompat-lompat lagi." cowok dengan mata sipit dan kulitnya yang sangat putih itu kini ikut bersuara rambut hitam pekatnya yang indah tertata rapi. Jika di kegelapan seperti ini dia bahkan terlihat sangat bersinar karena kulitnya yang putih bersih dan mulus itu.
"Gue Chandra," ucapnya mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku. Aku menyambut tangannya.
"Ayaka," balasku.
"Rey?!" Aku agak kaget saat Reyyan membuka topengnya, dan menunjukkan senyuman jahilnya itu.
"Kalian saling kenal?" tanya cowok berkemeja garis-garis yang satu kancing atasnya sengaja di buka, dan mengenakan jeans biru itu. Aku kenal dia, dia adalah Mahesa. Kakak kelasku yang paling famous di kalangan para gadis dan tentunya urutan kedua setelah Jarrel yang kini berada di samping Mahesa.
Jarrel memanglah famous apalagi dengan tampangnya yang sangat tampan dan tinggi itu, tak ku pungkiri dia memang tampan hanya saja minus akhlak.
Aku mengangguk, saat aku ingin berbicara tapi duluan cowok yang bertubuh bongsor dengan otot-otot nya yang kekar itu menjawab.
"Ya gimana gak kenal orang mereka pacaran." ucapnya di angguki oleh Reyyan dan Hansel.
"Salam kenal ya gue Milano, ini bang Mahesa, dan itu Juan, yang di sebelah bang Mahesa itu namanya Jarrel. Dan ini Chandra yang barusan kenalan sama lo." sambung cowok yang namanya Milano itu sembari menunjuk teman-temannya satu-satunya.
Hansel menatap bingung ke arah Milano dan teman-temannya. "Lah gue gak di kenalin?" tanyanya menunjuk diri sendiri.
"Lo kan udah kenal duluan kemarin sama ni cewek Hans! Gue pites lo ye." gemas Milano mendekat pada cowok itu dan ingin memeluk Hansel sampai sesak nafas.
Aku bergeleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka.
***
Aku duduk di sofa panjang yang berwarna coklat tua itu, di temani oleh ketujuh kakak-kakak kelasku ini. Dan juga Eliza, iya Eliza ikut masuk juga kedalam klub ini. Katanya dia hanya penasaran akan hantu. Kami bersembilan sekarang, dengan tujuh laki-laki dan dua perempuan. Kami duduk dan saling bertatap-tatapan. Aku duduk di dekat Reyyan, sedangkan Eliza di sisi kiriku di samping Juan.
"Ini kenapa kita cuma tatap-tatapan dah?" celetuk Chandra mengunyah kuacinya.
Yang lain mengedik kan bahunya, dan aku menyenderkan punggungku pada sandaran sofa itu.
"Tujuan klub ini untuk apa?" tanyaku pada mereka bertujuh.
Mahesa yang paling tua di antara mereka pun berdehem dan menegakkan punggungnya menatapku. "Tujuan kami pengin mengungkap misteri yang ada di sekolah ini." ucapnya terhenti sejenak lalu menatapku intens. "Lo pasti bertanya-tanya kan kenapa di setiap asrama putri maupun putra, gak ada nomor satu sampai tujuh? Bahkan setiap angka satu sampai tujuh maupun belasan, puluhan, ratusan, angka itu gak pernah ada." jelasnya lagi.
Jika ku pikir-pikir benar juga, tapi.. aku terdiam sejenak bagaimana bisa? Padahal waktu aku kemarin lalu baru tiba di asrama aku berbicara dengan bapak-bapak yang berdiri di pintu nomor 222, yang artinya angka dan pintu di sana ada.
"Tapi,.." aku menatap mereka semua dengan serius.
"Bagaimana bisa, aku melihat nomor kamar 222 di lantai lima asrama kami?" sambung ku menatap para laki-laki disana.
Eliza menatapku lalu ia berbicara. "Lo gak salah liat, Ya? Kamar nomor 222? Bukannya di koridor kita itu cuma dari angka 228 sampai 230 dan mulai lagi dari angka 238, dan yang paling terakhir itu kamar nomor 240." ujarnya padaku.
"Dia menampakkan dirinya." Reyyan menatap ke arah kami semua secara bergantian.
"Maksud lo?"
Reyyan menghela nafas pelan. "Bapak pembersih sekolah ini, yang dulunya meninggalkan karena jatoh dari rooftop."
"Lah? Seriusan!?" kami semua terlihat semakin penasaran pada cerita Reyyan, dan berakhir dia menceritakan kejadian yang dulu pernah terjadi di sekolah ini, mulai dari seorang siswi yang di rundung dan mulutnya di robek oleh pelaku perundungan di sekolah ini.
Juga tentang pembersih sekolahan yang meninggal karena katanya siswi yang di rundung itu adalah anaknya. Membuat orang tua itu depresi sampai bunuh diri. Juga tentang kenapa di asrama sekolah mereka ini tidak ada nomor satu sampai tujuh. Semuanya mendengarkan dengan seksama. Dan aku lah yang paling antusias dan semangat mendengarkan Reyyan dan teman-temannya bercerita.
"Jadi begitu, ada setiap misteri di balik pintu-pintu itu ya?" Aku menunjuk pada foto-foto pintu ruangan yang ada di asrama tua ini. Kata Reyyan dia sudah membuka satu, dan tak bisa menyelesaikannya sendirian karena sulit, akibatnya dirinya terus di hantui dan walaupun sejak tahun lalu hantu itu berhasil di kembalikan ke kamar itu masih saja terkadang menghantui Reyyan.
"Aku bakal bantuin kamu," tawarku padanya. Reyyan tersenyum dan mengangguk, memang tujuannya adalah membawaku bersamanya agar dapat lebih cepat menyelesaikan masalah ini. Sedangkan teman-teman yang lain hanya harus membantu menjaga kami jika sesuatu yang buruk terjadi.
Reyyan dan aku sama-sama indigo. Jadi aku tak keberatan membantu dirinya.
Kami terdiam beberapa saat setelah pembicaraan tentang sekolah kami tadi, ku lihat kini Reyyan sedang melirik arloji hitam yang melingkar di tangan kirinya.
"Udah larut, kita harus kembali ke dorm karena sudah hampir jam sepuluh malam. Takutnya kepala asrama nyariin kita." ucap Reyyan menatap ke arah kami bertujuh dan menyuruhku serta Eliza untuk cepat-cepat pulang ke dorm.
Reyyan mengantarku dan Eliza sampai di depan gedung asrama putri. Di temani Hansel juga.
"Ya udah sampai sini aja, aku masuk dulu ya." mereka berdua mengangguk, aku melangkah masuk bersama Eliza. Mereka berdua masih terus memerhatikan aku dan Eliza sampai masuk kedalam lift. Aku melambaikan tangan pada mereka dan mereka membalasku dengan lambaian serta senyuman yang mereka berikan.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO COUPLE.
Short StoryAda misteri yang harus mereka bersembilan pecahkan diasrama putri serta asrama tua yang ada di SMA Garuda. Ayaka dan Reyyan harus menyelesaikan setiap misteri di balik pintu-pintu bernomor 1-7 itu. Bahkan sampai ada yang terluka di antara mereka ber...