BAB 3

40.9K 1.6K 6
                                    

Konten mature, boleh skip kalau risih.
Yang baca jangan pelit vote sama komen ayo..

.
.

Jennie


Aku basah. Aku gelisah di tempatku duduk, melihat Lisa hanya menggunakan sport bra, celana pendek dan memasak. Sialan Lalisa Manoban yang panas.

Rambutnya sedikit basah, bergelombang di punggungnya. Lisa berbalik, mengocok telur di mangkuk. Nafasku tercekat, aku menggeliat sendiri dalam kebasahanku. Celana dalamku menggesek, aku mengerang.

Lisa mengangkat kepalanya, dia sepertinya mendengarku mengerang. Satu alisnya terangkat dan cepat aku berhenti. Tersenyum, melambaikan tangan padanya. Dia menggelengkan kepala, lalu berbalik.

Mataku turun ke pantatnya. Aku ingin menyentuhnya ketika kami pada akhirnya berhubungan seks, menenggelamkan penisnya sedalam mungkin. Aku gila, aku tidak menunggu satu hari. Dia terus membuatku basah.

“Aku mendengar nafasmu, Mandu.” Lisa berkata tanpa berbalik.

“Benar, maaf.” Aku bergumam.

Lisa berjalan ke wastafel, menyimpan piring kotor di sana. Pantatnya bergerak, dan aku membayangkan pantat itu bergerak keras ikut menyetakku.

“Kamu baik-baik saja?” Lisa berbalik, membawa telur buatannya dan memberikannya padaku.

Aku berharap Lisa tidak menggunakan celana dalamnya agar aku bisa melihat penisnya yang menggantung. Ingin mencicipi sekeras apa dia jika dia pada akhirnya memasukiku.

“Tidak,” Aku berterus terang. “Aku terangsang, aku basah, aku ingin penismu.”

“Kamu selalu terangsang.” Lisa terkekeh.

Apakah menurutnya aku yang terangsang berhak di tertawakan?

“Kamu bisa menyentuhku, rasakan betapa basahnya aku.” Aku berjalan ke sampingnya.

Lisa mendorongku sambil tertawa. Bagus, dia tertawa lagi. Aku benci bahkan tawanya membuat vaginaku semakin lengket.

“Aku harus kerja, kamu harus kerja. Kita berdua harus kerja, Jennie.” Dia memperingatkan.

Persetan dengan pekerjaan jika aku akan mendapatkan penis itu, aku bisa sedikit terlambat. Bosku tidak akan marah.

Berdiri di samping Lisa yang duduk, aku melingkarkan tanganku di lehernya. Dia menegang, tapi aku tidak peduli dan menjilat cuping telinganya. Lisa menggeram, tangannya bergetar menahan tanganku di lehernya.

“Aku bisa terlambat sebentar.” Kataku.

Tanganku merambat ke celananya. Memberi elusan ringan dari luar celananya. Lisa tersentak, mendorong pinggul ke tanganku. Dia mendesis, melemparkan kepalanya ke belakang. Aku menuju lehernya, mencium aroma wangi dari leher Lisa.

Ini kemajuan yang cepat. Aku merasakan penisnya berkedut dalam elusanku. Aku menyeringai, menyeret gigiku ke sekitar tenggorokannya. Nafasnya menjadi lebih berat.

Melihat Lisa tidak memprotes, aku menyelipkan tanganku ke dalam celananya. Membayangkan betapa tebal dan besarnya milik Lisa dan aku mengerang di lehernya. Duduk di pahanya, Lisa menahan punggungku agar tidak jatuh.

“Kamu akan menyesal sudah menggodaku terus seperti ini, Jennie.” Dia menggertakkan giginya tampak marah.

Aku tidak tahu apa maksudnya, tetapi kekasaran tangan Lisa di punggungku, turun meremas pantatku dengan keras membuatku langsung mengerti.

Tunggu, apakah dia suka melakukan sesuatu yang kasar?

Tiba-tiba, aku sangat bersemangat. Sampai-sampai tanpa sadar aku meremas penisnya dan dia mendesah begitu jelas memanggil namaku.

“Ayo, kita lakukan.” Aku berbisik.

Tiba-tiba Lisa menurunkanku dan berdiri. Dia mendorongku ke bawah sampai aku berlutut di hadapan penisnya. Mataku segera berkobar, menunggu dia memperlihatkan ketebalannya itu.

“Turunkan celanaku dan hisap aku, Jennie.” Lisa berkata nadanya kasar.

Aku tidak kuasa, menurutinya dengan cepat. Dia menyandarkan satu tangannya ke marmer meja dan satu tangannya lagi mengusap pipiku, lalu mengangkat daguku.

Celana terlempar, mataku membulat melihat penisnya melompat keluar menampar pipiku.

“Ini sangat besar.” Tanganku menutupi pangkalnya dan dia mendorong pinggulnya.

“Kamu pikir kamu bisa mengambil penis ini di dalam mulutmu?” Lisa mengejek.

Aku mengangguk tanpa basa basi. Meskipun ini besar dan tebal, aku berjanji aku bisa mengambil semuanya. Dia akan meniduri mulutku sebelum memasuki vaginaku. Aku berjanji.

Dengan perlahan aku memijat terlebih dahulu pangkal kemaluannya dan dia mengerang. Aku menjelajahi pangkal bawahnya dengan lidahku. Terkesiap, aku sempat mundur saat Lisa mencengkram rambutku tetapi dia mendekatkan mulutku lagi ke penisnya.

Rupanya dia tidak suka basa basi. Mengapa kemarin dia pura-pura menolak, astaga.

“Ambil sekarang, hisap penisku.”

Aku menurut. Mengambil penisnya ke dalam mulut perlahan setiap inci. Aku mengerang, menikmati mulutku yang penuh dengan kemaluannya. Merasakan cairannya di lidahku. Aku mulai membayangkan bagaimana jika penisnya memasuki vaginaku, betapa kenyangnya aku ketika dia memukuli titikku di dalam nanti.

Kepalaku bergerak, dengan bantuan Lisa di kepalaku. Dia mendorong penisnya sejauh yang dia bisa. Aku menatap Lisa, mata wanita itu terbuka begitu juga mulutnya, kepalanya jatuh ke belakang ketika pinggulnya terus bergerak, ujungnya menyentuh tenggorokanku.

Aku menghisap sekeras yang aku mau, tanganku meremas bolanya. Itu membuat Lisa semakin mendorong pinggulnya padaku.

“Bagaimana kamu bisa pandai menghisap?” Dia bertanya melalui desahan.

Aku tidak mau bicara, tidak dengan mulutku penuh dengan penisnya. Dia terus mendorongnya sampai tiba-tiba dia mundur. Melepaskan penisnya begitu saja dari mulutku. Sudut mataku basah, dan aku cemberut.

“Kenapa di lepaskan?” Aku ingin mencicipinya lagi.

“Berbalik, tangan menyentuh pada marmer. Perlihatkan betapa basahnya kamu padaku.” Lisa mendominasi.

Aku berdiri, berbalik dan menyodorkan pantatku di depannya. Dengan kasar dia mendorong rok menjauh dariku dan melepaskan celana dalamku. Aku merasakan nafasnya di vaginaku dan itu membuatku merinding. Melihat dari balik bahu, dia berlutut menatap vaginaku.

Dia menjilat sisi pahaku, sontak aku memisahkan pahaku.

“Begitu sangat siap untukku, Jennie?”

Aku tidak kuasa menjawab, dan dia meraba vaginaku sambil berdiri. Dia membawa rambutku ke tangannya yang bebas.

“Jawab, Jennie.” Lisa memerintah.

“Ya, Lis! Aku sangat siap untukmu. Ya Tuhan, tolong aku. Masukkan sekarang juga.”

“Gadis baik.” Lisa melepaskan rambutku, menuntun penisnya untuk menyapa vaginaku yang basah. Aku mengerang.

“Aku akan menjadi gadis baik untukmu, aku janji.” Kataku.

Lisa tidak menjawab setelah itu. Tetapi membasahi penisnya dengan cairan vaginaku. Kepala kemaluannya mulai menembusku dan itu rasanya luar biasa. Bahkan belum menuju pangkal tetapi peregangan itu membuatku ingin cum secepatnya.

Dia membungkuk, mencium bahuku. Aku melingkarkan tangan di lehernya ketika Lisa semakin meregangkanku. Perlahan inci demi inci memasukiku. Aku merasa kenyang, penuh, seperti kepala kemaluannya menyenggol rahimku.

“Kamu sangat hangat, basah, dan licin, Jennie.” Bisik Lisa menjilat cuping telingaku.

Aku mengerang ketika Lisa menggerakkan pinggulnya perlahan, menyisakan kepalanya dan menyentak ke dalam tanpa kelembutan. Aku menjerit, menikmati pukulan pertama itu. Perasaannya luar biasa. Aku tidak yakin aku akan bertahan lama.

Lisa meremas payudaraku, gerakannya semakin kasar. Kepalanya terus memukulku di dalam. Dia membantuku untuk orgasme, tangannya memijat klitorisku dengan tekanan yang kuat.

“Lisa, sangat keras. Lebih keras lagi sayang, aku dekat.”

“Tidak, jangan dulu.”

Aku menyentak kepalaku ke arahnya. Tidak mungkin dia menyuruhku untuk menahan orgasmeku sendiri kan?

Wajah Lisa yang merengut, menyentak terus menerus di dalamku sementara aku harus menahan agar tidak orgasme saat ini juga.

“Tolong, Lisa. Aku tidak bisa. Biarkan aku cum.” Aku frustasi.

Lisa menampar pantatku, terasa panas tetapi aku menyukainya sehingga jeritan kesenangan meluncur dari mulutku. Dia membelah pantatku, menyuruh mereka untuk ikut menyentak. Suara basah seks kami memenuhi ruangan.

Dia luar biasa, kekerasannya memukulku di titik yang tepat. Aku berteriak tak terkendali. Meremas payudaraku sendiri.

“Sekarang” perintah Lisa.

Dan itu aja, aku berteriak ketika gelombang kesenangan mulai memakanku. Orgasme itu memenuhi. Terlalu banyak ketika susulan terus menerus keluar tidak berhenti. Lisa mengerang, melepaskan penisnya menumpahkan spermanya ke pantatku.

Dia membalikanku, mencium bibirku dengan lembut. Aku menciumnya kembali. Nafasku terengah-engah ketika aku menempelkan dahinya di dahi Lisa.

“Itu... luar biasa.” Aku tidak bisa berkata-kata. Menikmati perasaan nyaman saat Lisa mengusap punggungku.

Tidak percaya jika Lisa melakukan seks kasar denganku sebelumnya.

“Ayo, kamu harus bersih-bersih dan aku akan mengantarmu bekerja.”

Aku mengangguk. Enggan melepaskan Lisa. Dia mengetahui hal itu dari wajahku yang merengut dan menampar pantatku.

“Jika kamu melakukannya lagi, aku akan melebarkan kembali vaginaku.” Kataku mengancamnya.

“Tidak ada yang menolak.” Lisa menyeringai.

“Sekarang kau menginginkanku.” Dengusku. Mengingat dia menolakku semalam.

Tiba-tiba Lisa membalikanku, mengangkat dan mencium bibirku lagi.

“Aku selalu menginginkanmu. Aku hanya bersikap sopan karena kamu adalah sahabatku. Terlebih, aku takut kamu pergi jika kita melewati batas persahabatan kita.”

Aku terkekeh, mencium bibirnya dengan keras. Menggoda penisnya lagi untuk menusukku.

“Nah, kamu beruntung aku sangat menyukai apa yang kita lakukan sehingga aku tidak akan pergi.” Kataku hanya untuk membuat Lisa menciumku lebih keras.

Aku suka cara tangan Lisa di punggungku. Malam nanti, aku ingin kami berhubungan seks dan telanjang. Tidak seperti ini.

“Sebaiknya kau bertahan sangat lama denganku.” Dia berbisik, membawaku ke kamar untuk membersihkan diri.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


JENLISA - Lili bite me (gip) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang